Menyambut Tahun Pelajaran Baru 2017/2018

Menyambut tahun pelajaran baru 2017/2018  – Sekitar seminggu atau dua minggu setelah lebaran berlalu. Denyut awal proses pendidikan di lembaga sekolah atau jenjang pendidikan dasar dan menengah akan mulai terasa.

Bagi sebagian orangtua, denyut hawa pendidikan itu sudah dirasakan sejak sebelum memasuki bulan puasa Ramadhan. Saat itu putra-putri orangtua sudah mendaftar ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Jika anak diterima di suatu sekolah, beban pendidikan sudah mulai dirasakan. Beban itu juga dilanjutkan dengan persiapan memasuki lebaran idhul fitri. Dan, menyambut tahun pelajaran baru ini, orangtua benar-benar berjibaku menyiapkan keperluan pendidikan anak.

Tahun pelajaran baru sudah pasti membutuhkan biaya pendidikan yang besar. Bahkan sering diasumsikan identik dengan uang. Yang melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang barusan mengalami kenaikan kelas dan menghadapi tahun pelajaran baru. 

Ini sudah dapat diperkirakan biayanya yang tidak sedikit.  Begitu pula menghadapi lebaran idhul fitri yang sudah meninggalkan kita. Semua itu sudah dipersiapkan dengan baik.

Orangtua siswa semakin menyadari bahwa pendidikan semakin penting  bagi masa depan anak dan masa depan bangsa. 

Wajib belajar 9 tahun yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia selama ini ternyata belum cukup aman untuk memberi bekal kepada anak bangsa yang berada dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan. 

Anak-anak diwajibkan untuk mengikuti pendidikan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Namun apa yang dapat dilakukan oleh anak yang hanya tamat sekolah dasar atau sekolah menengah pertama? 

Ternyata anak yang tamat pendidikan dasar sekarang ini kiranya belum cukup bekal untuk berbuat suatu yang menolong dirinya dan keluarganya secara optimal. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan keterampilan dan kecakapan yang memadai.

Untuk menghadapi semua itu, seorang anak memiliki latar belakang pendidikan minimal tamat sekolah menengah atas atau kejuruan menengah atas. Begitu pemikiran masyarakat pada umunya , terutama yang mempunyai anak usia sekolah.

Para orangtua, tak mau lagi ketinggalan zaman. Wajib belajar 9 tahun tidak lagi menjadi patokan melainkan wajib belajar 12 tahun atau minimal pendidikan anak sampai pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas. 

Maka tidaklah mengherankan, menyambut tahun pelajaran baru bagai sebuah pesta was was bagi sebagian orang tua yang berekonomi menengah ke bawah.

Kenapa tidak? Si Jabri sudah tamat sekolah menengah pertama, otaknya cerdas dan mau masuk ke sekolah menengah atas atau kejuruan. Sementara adiknya si Yudy tamat sekolah dasar kemauannya keras untuk terus bersekolah dan masuk sekolah menengah pertama. 

Agak lebih baik jika masuk jenjang sekolah menegah pertama. Ada dana bantuan operasional sekolah dari pemerintah. Yang diperlu disediakan hanyanyalah pakaian sekolah dan peralatan lainnya.
 
Tentu masih ada yang naik kelas. Siswa juga butuh seragam baru serta buku dan peralatan yang lainnya baru. Dengan demikian, tahun prlajaran baru identik dengan serba baru. Orang tua ada yang berprinsip; Tidak ada rotan akar pun jadi

Asal anak-anaknya dapat bersekolah, mereka rela mengurangi kebutuhannya sendiri untuk kepentingan pendidikan anak. Inilah prinsip yang masih dibutuhkan saat kenaikan harga BBM kembali terjadi.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel