Menyambut Tahun Pelajaran Baru 2017/2018
Juni 28, 2017
Menyambut
tahun pelajaran baru 2017/2018 – Sekitar seminggu atau dua minggu setelah lebaran berlalu. Denyut awal proses pendidikan di lembaga sekolah atau jenjang pendidikan dasar dan menengah akan mulai terasa.
Bagi sebagian orangtua, denyut hawa pendidikan itu sudah dirasakan sejak sebelum memasuki bulan puasa Ramadhan. Saat itu putra-putri orangtua sudah mendaftar ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
Jika anak diterima di suatu sekolah, beban pendidikan sudah mulai dirasakan. Beban itu juga dilanjutkan dengan persiapan memasuki lebaran idhul fitri. Dan, menyambut tahun pelajaran baru ini, orangtua benar-benar berjibaku menyiapkan keperluan pendidikan anak.
Tahun
pelajaran baru
sudah pasti membutuhkan biaya pendidikan yang besar. Bahkan sering diasumsikan identik dengan uang. Yang melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yang barusan mengalami
kenaikan kelas dan menghadapi tahun pelajaran baru.
Ini sudah dapat
diperkirakan biayanya yang tidak sedikit. Begitu pula menghadapi lebaran idhul fitri yang sudah meninggalkan kita. Semua itu sudah dipersiapkan dengan baik.
Orangtua siswa semakin menyadari bahwa pendidikan semakin penting bagi masa depan anak dan masa depan bangsa.
Wajib belajar 9 tahun yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan Indonesia
selama ini ternyata belum cukup aman untuk memberi bekal kepada anak bangsa
yang berada dalam taraf perkembangan dan pertumbuhan.
Anak-anak diwajibkan
untuk mengikuti pendidikan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Namun apa
yang dapat dilakukan oleh anak yang hanya tamat sekolah dasar atau sekolah
menengah pertama?
Ternyata anak yang
tamat pendidikan dasar sekarang ini kiranya belum cukup bekal untuk berbuat suatu yang menolong
dirinya dan keluarganya secara optimal. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan keterampilan dan kecakapan yang memadai.
Untuk menghadapi semua itu, seorang anak
memiliki latar belakang pendidikan minimal tamat sekolah menengah atas atau
kejuruan menengah atas. Begitu pemikiran masyarakat pada umunya , terutama yang
mempunyai anak usia sekolah.
Para
orangtua, tak mau lagi ketinggalan zaman. Wajib belajar 9 tahun tidak lagi
menjadi patokan melainkan wajib belajar 12 tahun atau minimal pendidikan anak
sampai pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas.
Maka tidaklah
mengherankan, menyambut tahun pelajaran baru bagai sebuah pesta was was bagi
sebagian orang tua yang berekonomi menengah ke bawah.
Kenapa
tidak? Si Jabri sudah tamat sekolah menengah pertama, otaknya cerdas dan mau
masuk ke sekolah menengah atas atau kejuruan. Sementara adiknya si Yudy tamat sekolah
dasar kemauannya keras untuk terus bersekolah dan masuk sekolah menengah
pertama.
Agak lebih baik jika masuk jenjang sekolah menegah pertama. Ada dana
bantuan operasional sekolah dari pemerintah. Yang diperlu disediakan hanyanyalah
pakaian sekolah dan peralatan lainnya.
Tentu
masih ada yang naik kelas. Siswa juga butuh seragam baru serta buku dan
peralatan yang lainnya baru. Dengan demikian, tahun prlajaran baru identik
dengan serba baru. Orang tua ada yang berprinsip; Tidak ada rotan akar pun jadi.
Asal anak-anaknya dapat bersekolah,
mereka rela mengurangi kebutuhannya sendiri untuk kepentingan pendidikan anak.
Inilah prinsip yang masih dibutuhkan saat kenaikan harga BBM kembali terjadi.***