Tahun Pelajaran Baru Identik dengan Uang (?)
Juni 09, 2013
Tahun Pelajaran Baru identik dengan Uang(?)
– Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) di semua jenjang pendidikan sekolah telah
usai. Itu bukan berarti prosesi pendidikan anak bearakhir pula sampai disitu.
Rangkaian proses pendidikan akan berlanjut dengan ujian kenaikan kelas, penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran baru 2013/2014.
Prosesi
di atas bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan. Hal tersebut sudah
berlangsung sejak dulunya sehingga orangtua yang mempunyai anak usia sekolah
sudah siap siaga sebelumnya.
Namun demikian, bercermin pada tahun-tahun
sebelumnya, tahun
pelajaran baru cenderung memunculkan 'kegalauan' tersendiri bagi
sebagian orangtua, terutama yang
berasal dari ekonomi menengah ke bawah.
Di
satu sisi, pemerintah mencanangkan Program Wajib Belajar 9 Tahun sejak beberapa tahun silam. Itu
artinya, setiap anak Indonesia minimal menamatkan jenjang SLTP/Sederajat.
Untuk
menunjang program tersebut, pemerintah telah menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah pertama.
Sebagian
biaya operasional sekolah dibebankan kepada BOS. Disisi lain, jargon sekolah gratis yang
didengungkan justru membuat sebagian
orangtua berasumsi, semua biaya penyelenggaraan pendidikan diserahkan pada BOS
sehingga orangtua tidak perlu mengeluarkan dana lagi (?).
Memang,
BOS juga dialokasikan untuk biaya sekolah anak yang berasal dari keluarga
kurang mampu.
Kebijakan ini telah melahirkan keluarga “kurang mampu baru” yang
ditandai dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM) dari pihak tertentu.
Entah
bagaimana caranya, orang tua yang dipandang cukup mampu ternyata mengantongi
SKTM.
Memang,
dana BOS tidak untuk membiayai seluruh anak dan seluruh kebutuhan sekolah anak.
Artinya, kebutuhan dan perlengkapan sekolah anak, pembiayaan dan pendanaan
peningkatan mutu sekolah, masih dibebankan kepada pihak orangtua melalui
komite sekolah.
Inilah yang membuat orang tua mengeluh. Belum lagi adanya
pungutan-pungutan dan iuran yang tidak
diterima oleh sebagian orangtua siswa di sekolah sehingga mereka menyebut tahun pelajaran
baru identik dengan uang.
Tahun Pelajaran Baru 2013/2014
ini perlu disikapi dengan kesederhanaan oleh siswa maupun orangtua, tidak
terkecuali oleh pihak sekolah.
Bagi siswa, permulaan tahun pelajaran itu tidak
mesti dengan perangkat sekolah yang serba baru.
Hal ini mengingat kondisi
ekonomi keluarga apalagi permulaan tahun ajaran pelajaran baru berdekatan dengan
bulan puasa Ramadhan 1434 H.
Siswa
yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah perlu mengerti keadaan
orangtua.
Jika ada perlengkapan sekolah, seperti pakaian seragam, tas, buku,
sepatu, tahun lalu yang masih layak, tak ada salahnya dipakai saja terlebih
dulu.
Yang penting kita tetap bisa bersekolah untuk menggapai cita-cita yang
masih diujung pena.
Kesederhanaan
oleh orangtua bisa jadi mengurangi pengeluaran-pengeluaran yang tidak begitu
penting asal anak-anaknya tetap sekolah.
Sementara kesederhanaan pihak sekolah
dan komitenya, tidak membuat program yang muluk-muluk.
Sebaliknya menyusun program yang “masuk akal” namun efektif dan sesuai dengan kondisi perekonomian
masyarakat dimana sekolah berada.
Kalaupun tahun pelajaran baru identik dengan uang.
Anak-anak tidak boleh putus sekolah. Mereka harus melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan berikutnya.
Paling tidak mereka tamatan SMU/Sederajat.
Orangtua perlu memiliki semangat juang yang tinggi untuk meneruskan pendidikan anak.
Pihak sekolah perlu mengerti kondisi perekonomian masyarakat di sekitarnya.
Semoga!***