Sistem Pembelajaran Pasung Kemandirian Siswa ?
Agustus 27, 2013
Sistem pembelajaran pasung kemandirian siswa? - Bukan rahasia lagi, bahwa lembaga sekolah lebih cenderung mengutamakan aspek kognitif
(pengetahuan) meskipun konsepnya mencakup semua aspek pendidikan.
Proses belajar dan mengajar yang terjadi di ruang kelas merupakan implementasi dari sistem penyampaian materi kepada siswa.
Seakan-akan materi pelajaran menjadi tujuan utama dari pelaksanaan pembelajaran di ruang kelas.
Tengoklah sistem pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan sistem kelulusan dalam ujian nasional (UN).
Siswa ‘dipaksa’ mencapai KKM mata pelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah. Berbagai cara dilakukan guru untuk menyampaikan materi agar siswa mengalami ketuntasan belajar.
Program remedial yang diadakan guru merupakan salah satu upaya pencapaian ketuntasan belajar siswa.
Sistem pelaksanaan ujian nasional tak kalah sengitnya. Guru yang
mengajar di kelas tingkat terakhir akan memfokuskan proses belajar dan mengajar
untuk menghadapi ujian nasional.
Kalau perlu materi dipadatkan menyampaikannya
kepada siswa dalam satu semester. Seolah-olah ujian nasional itu segala-galanya
kendatipun sudah dimasyarakatkan bahwa UN sebagai salah satu tolok ukur mutu
pendidikan di Indonesia.
Sistem pembelajaran seperti di atas
tidak bisa diharapkan untuk pengembangan budaya belajar, pembelajaran bermakna
dan kemandirian siswa dalam belajar.
Untuk mengembangkan kemandirian
siswa dalam belajar, guru harus mampu menciptakan organisasi bahan pelajaran dan disain kegiatan
pembelajaran yang dapat menciptakan interaksi belajar dan mengajar antara siswa
dengan guru, siswa dengan temannya serta siswa dengan media dan sumber belajar
yang ada.
Oleh sebab itu, guru harus berani “menekan diri” dengan memberikan
waktu pelajaran untuk digunakan siswa belajar mandiri.
Idealnya pembelajaran yang
berlangsung di ruang kelas berjalan seimbang antara pencapaian target
kurikulum, ketuntasan belajar dan kemandirian siswa dalam belajar.
Jika tidak,
sekolah boleh dikatakan sebagai lembaga pencetak nilai akademis semata dan
bukan pencetak siswa yang mandiri.
Pemanfaatan sumber belajar menjadi alternatif terbaik untuk mengembangkan
proses kemandirian belajar siswa. Siswa tidak dipasung dalam suatu pembelajaran
yang dibatasi oleh ruang kelas yang sempit.
Dengan belajar di luar lingkungan
kelas akan member ruang gerak kepada siswa untuk mandiri dan tidak lagi terlalu
tergantung kepada guru untuk menggali informasi pengetahuan.
Jika memang terjadi pemasungan terhadap kemandirian siswa, tentulah sistem pembelajaran meski dipertimbangkan kembali. Kembalikan sistem pembelajaran ke semua ranah pendidikan, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.***