Filosofi Memandikan Kuda dalam Pendidikan
November 22, 2013
Filosofi "memandikan kuda" dalam pendidikan
- Pembangkangan yang dilakukan anak terhadap orang dewasa seringkali terjadi
akhir-akhir ini.
Orang dewasa selaku pihak yang ‘dirugikan’ justru lebih cenderung untuk membalasnya dengan kritikan dan menyalahkan mereka.
Masih banyak orang dewasa yang tidak mau menelusuri dan memahami perlakuan anak tersebut.
Ketika seorang adik membangkang terhadap kakaknya. Tatkala anak sering tidak patuh kepada orang tua.
Di saat siswa kerap bandel terhadap gurunya. Manakala yang dipimpin tidak lagi hormat kepada pemimpinnya.
Tentu saja tidak serta merta semua itu terjadi tanpa sebab dan alasan. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api!
Pasti ada motif-motif tertentu yang mendorong mereka melakukan prilaku menyimpang tersebut.
Mendidik
lazimnya dilakukan oleh orang dewasa
terhadap anak atau orang yang lebih muda.
Kini, betapa susahnya menjadi orang
dewasa, dalam mendidik anak manusia.
Orang dewasa sering dibuat serba salah.
Jika tidak hati-hati menegur atau menasehati seorang anak, orang dewasa akan
kewalahan sendiri.
Barangkali,
dalam hal mendidik, orang dewasa perlu berpedoman pada filosofi memandikan kuda.
Untuk dapat memandikan mamalia tersebut, pemiliknya
harus masuk ke dalam tepian tempat dimana kuda dimandikan.
Dengan demikian hewan mamalia ini
akan menurut saja ketika talinya di tarik ke dalam sungai oleh pemiliknya.
Kuda piaraan
tidak akan mau mencebur dengan cara menghalau saja ke dalam air.
Makna
filosofi ini lebih kurang begini. Mendidik itu perlu diikuti oleh keteladaanan dari orang dewasa.
Perlu memberikan
contoh dan teladan sebelum melakukan anjuran atau suruhan. Pola mendidik anak tidak
cukup hanya dilakukan dengan metode doktrin dan pemaksaan.
Anak
akan mematuhi dan mentaati orang-orang dewasa yang mampu memberikan contoh dan teladan. Seorang adik akan menurut perintah kakaknya untuk shalat dan berdoa
jika sang adik memang sering melihat kakaknya melakukan itu.
Siswa
akan meniru pola hidup sederhana yang
diajarkan gurunya bila memang sang guru selalu berpenampilan sederhana.
Di rumah tangga, seorang anak akan rela dan
ikhlas melaksanakan disiplin rumah tangga jika memang kedua orangtuanya selalu
disiplin dan konsekuen menjalankan peraturan rumah tangga.
Oleh
sebab itu, metode keteladanan dalam mendidik jauh lebih ampuh daripada metode
doktrin dan pemaksaan.***