Guruku Cantik Sekali

Guruku cantik sekali - Hari itu, sebagaimana minggu-minggu sebelumnya, aku berusaha pindah tempat duduk dari bagian paling belakang ke bagian depan. Paling dekat dengan meja guru. Untuk mencapai maksud ini aku harus bernegosiasi dengan teman agar ia mau bertukar tempat duduk denganku. Tidak terlalu rumit berkonspirasi soal tempat duduk.

Bu Arini sudah nongol di mulut pintu. Kemudian meletakkan perangkat mengajarnya di atas meja guru. 
“Selamat siang, buk!” sapa Arman, sang ketua kelas.
“Selamat siang juga…” sahut buk Rini sembari melempar senyum kasnya. Manis sekali. Namun aku sedikit keki karena keduluan menyapa buk Rini.

Aku melipat tangan di meja memperhatikan buk Arini menerangkan pelajaran. Aku siap siaga jikalau buk Arini mengajukan pertanyaan maka aku yang mengangkat telunjuk paling duluan. Namun kesempatan yang kutunggu belum kunjung datang. Buk Arini tak pernah mengajukan pertanyaan.

Perhatianku untuk belajar mendadak buyar. Entah mengapa penampilan buk Arini menjadi sasaran perhatianku. Penampilan beliau makin keren saja dengan pakaian seragam harian dinas. Rambut hitam bergelombang, hidung mancung dengan bibir dipolesi pemerah bibir seadanya. Kulit putih dan bersih. 

Suatu ketika aku pernah melihat buk Arini menyanyikan lagu diiringi organ tunggal pada sebuah pesta pernikahan. Penampilan buk Arini tampak beda, jauh berbeda ketika mengenakan seragam dinasnya. Aku semakin kagum dengan buk Arini. Penampilan yang anggun dan berwibawa….

“Prasetyo…!”
Mendadak hayalanku buyar. Aku gelagapan ketika menyadari namaku dipanggil.
“I…iya, buk…”jawabku gugup.
“Kamu mendengar pertanyaan saya tadi?”
“Dengar, buk…” jawabku berbohong. Sungguh, aku tidak mendengar apa isi pertanyaan buk Arini.
“Kalau begitu, apa jawabanya?”
“Guruku cantik sekali, buk…”
“Geerrrrrr….!!” Tiba-tiba seisi kelas jadi gaduh.
“Woooi…! Yang ditanya bukan judul film, bro!” teriak arman di tengah kegaduhan. Ada yang tertawa ngakak. Ada yang bersuit-suit. Ada yang tersenyum simpul. Untung tidak ada yang menimpuk kepalaku dengan batu.

Aku tertunduk malu setelah menyadari jawabanku nyeleneh. Namun buk Arini tidak terlihat marah dan tersinggung. Beliau hanya menenangkan suasana gaduh sehingga menjadi tenang kembali. Bahkan tak menggubris kejadian barusan. Beliau melanjutkan pelajaran. Bukan main hebatnya buk Arini.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel