Memberdayakan Pendidikan Moral Melalui 3 Jalur (2)

Memberdayakan pendidikan moral melalui 3 jalur - Membicarakan pendidikan moral ibarat menggunjingkan antara penyakit dan obatnya. Krisis moral yang terjadi saat ini, bukanlah penyakit yang tak pernah diobati.

Namun kita seakan terjebak kepada pameo, semakin diobati semakin bertambah parah penyakit yang ada.

Pembahasan kali ini merupakan kelanjutan dari artikel yang diturunkan sebelumnya.

Seperti diketahui bahwa program dan kebijakan pendidikan moral selama ini sudah cukup bagus untuk membina moral anak bangsa.

Namun krisis moral anak bangsa dirasakan semakin meruyak menggerogoti anak bangsa.

Ibarat penyakit, semakin diobati semakin kronis. Artinya apa?

Obat untuk mencegah penyakit sudah tepat namun strategi dan metode  pemakaian obat belum sungguh-sungguh diterapkan.

Atau sebaliknya, strategi dan metode pengobatan sudah mantap namun obatnya belum tokcer.

Analog dengan hal itu, pihak terkait dengan pendidikan anak masih setengah hati atau memakai filosofi, kapan sempat saja untuk menerapkan program dan kebijakan yang ada.

Padahal pembinaan akhlak dan budi pekerti anak menuntut adanya kontinuitas dan intensitas dalam penerapannya.

Ini cukup beralasan mengingat tantangan dari perkembangan teknologi terhadap perilaku anak semakin intens.

Ada 3 jalur pendidikan moral anak yang perlu diberdayakan secara berkesinambungan.

Ketiga jalur tersebut adalah keluarga, lembaga sekolah dan masyarakat.

1.Jalur pendidikan keluarga

Keluarga merupakan jalur pendidikan pertama dan utama pembinaan dan pengembangan moral anak.

Dalam keluarga terdapat ayah dan ibu dengan sejumlah anak sebagai anggota keluarga.

Ayah sebagai pemimpin dalam keluarga mempunyai otoritas tinggi untuk menegakkan pendidikan moral kepada anak.

Begitu pula keberadaan seorang ibu, membimbing anak ke arah nilai-nilai yang positif dengan penuh kasih sayang.

Menanamkan nilai moral, etika dan sopan santun secara nyata kepada anggota keluarga.

Pertanyaannya adalah, sudahkah diterapkan hal-hal tersebut di atas?

Kalau sudah, apakah strategi dan metodenya sudah tepat?

Terakhir, bagaimana hasilnya, minimal menurut pengamatan kita sendiri?

Bagaimana perilaku anak-anak kita di tengah keluarga sendiri maupun di tengah orang-orang tempat mereka bergaul?

2.Jalur pendidikan sekolah

Sekolah merupakan lembaga kolektif pendidikan moral.

Dikatakan pendidikan kolektif karena struktur dan muatan kurikulum pendidikan memuat berbagai aspek yang dibutuhkan siswa, yaitu aspek kognitif (intelektual), afektif (sikap dan tingkah laku) dan psikomotorik (keterampilan dan kecakapan hidup).

Dalam praktiknya, pengembangan nilai moral dan etika dilakukan secara samar.

Artinya, tidak menunjukkan program yang jelas dan terstruktur. Masih adakah mata pelajaran Budi Pekerti, Akhlak Mulia, Ibadah dan sejumlah mata pelajaran moral lainnya?

Yang terjadi justru pengembangan nilai moral maupun karakter anak cenderung diintegrasikan ke dalam mata pelajaran umum dan muatan lokal.

Pola integrasi nilai moral ke dalam mata pelajaran yang ada, mempunyai kelemahan tersendiri.

Guru mata pelajaran tidak mungkin dalam waktu yang terbatas mengintegrasikan nilai moral secara komprehensif.

Sebab, guru mempunyai tujuan dan  target kurikulum yang harus diselesaikan sesuai alokasi waktu yang tersedia.

Jika alokasi waktu yang terbatas, maka kurikulum 2013 mengakomodasi maslah tersebut dengan menambah alokasi waktu mata pelajaran PKn dari 2 menjadi 3 jam, begitu pula Pendidikan Agama Islam dengan penambahan jam yang sama.

Persoalannya, sudah cukupkah usaha menambah alokasi waktu tersebut?

3.Jalur Pendidikan Masyarakat

Masyarakat berperan penting dalam pembentukan moral anak.

Lingkungan sosial masyarakat lebih besar pengaruhnya terhadap pembinaan moral anak.

Memberdayakan organisasi masyarakat yang ada, seperti Karang Karuna, Remaja Mesjid, PKK, dan kelompok dan struktur sosial lainnya, memiliki kiprah berarti untuk mengembangkan pendidikan moral  anak di tengah masyarakat. 

Persoalannya adalah, beranikah anggota masyarakat meluruskan prilaku anak yang menyimpang, melanggar norma adat, sosial, dan agama?

Ketiga jalur pendidikan di atas, kiranya berpotensi untuk pembinaan pendidikan moral anak. Namun demikian, semua itu akan menjadi omong kosong belaka jika tidak diimplementasikan secara berangsur-angsur sejak dini.
Bagaimana strategi penerapan pendidikan moral kepada anak?

Akan dibahas pada artikel berikutnya. Sampai jumpa.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel