Menggenjot Wibawa Guru
November 22, 2014
Menggenjot wibawa guru - Tidak
ada tugas guru yang paling berat kecuali sebagai pendidik. Tugas guru sebagai
pendidik sering dikaitkan dengan kepribadian guru. Bahkan sering juga dikaitkan oleh siswa dan masyarakat dengan
sikap dan tingkah laku anggota keluarga guru itu sendiri. Ini tidak
dapat dielakkan lagi!
Filosofi guru sebagai figur yang digugu dan ditiru akan melekat dengan kepribadian guru maupun keluarganya. Guru digugu karena ilmu yang diberikan guru pastilah ilmu yang bermanfaat bagi muridnya.
Guru ditiru karena sikap dan tingkah laku memang pantas dicontoh atau diteladani. Orang sudah banyak yang mengetahui hal ini sejak dulunya.
Jika
guru belum sanggup memakaikan filosofi tersebut. Alangkah sulitnya menegakkan
wibawa guru di mata siswa, bahkan di mata masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Betapa susahnya memotivasi siswa untuk rajin belajar supaya mempunyai prestasi belajar, menegakkan disiplin di sekolah, dan lain sebagainya.
Bagaimana guru akan dapat memarahi siswanya yang malas
belajar dan suka melanggar aturan sekolah? Sementara, contoh dan tauladan pada diri guru dan keluarga tidak nampak oleh siswa?
Bagaimana
mungkin seorang guru bisa percaya diri
di depan kelas membicarakan tips dan cara agar anak berprestasi? Sementara anaknya sendiri jauh dari yang
namanya prestasi belajar?
Ini yang dikatakan sebagai kesenjangan antara ucapan dengan
fakta. Ketidaksesuaian antara ucapan dengan kenyataan yang dilihat siswa, boleh jadi awal dari melorotnya wibawa guru di mata siswa.
Disinilah, mungkin perlu adanya keterbukaan diri pribadi seorang guru.
Melihat kekurangan dirinya, mengakui kelemahan pribadinya, dan berusaha
memperbaikinya.
Toh, siswa juga akan memaklumi bahwa manusia, termasuk guru,
tak luput dari kekurangan.
Barangkali,
siswa juga tidak menyukai guru yang angkuh dan selalu merasa tidak memiliki kekurangan. Merasa diri lebih pintar segala-galanya daripada muridnya.
Juga kurang menyukai guru yang selalu sibuk dengan urusannya sendiri sehingga kekurangan waktu untuk beraudiensi dengan peserta didiknya.
Anak-anak
zaman sekarang memang sudah pintar menilai gurunya. Siswa sudah bisa menilai mana
guru yang sesuai antara ucapan dengan perbuatannya. Mana guru yang tidak
membuat-buat, atau mengada-ada sesuatu.
Dan mana pula guru yang berucap sesuai dengan tindakannya. Dari sinilah kita selalu belajar bagaimana menggenjot wibawa di mata siswa maupun masyarakat di sekitarnya.***