Belajar dari Cerita Guru Arif
September 06, 2014
Belajar dari cerita guru arif
– Sepintas, pak Arif bukan terlihat sebagai seorang guru. Tampangnya cukup
keras namun penuh wibawa. Suara yang khas dan gerak gerik anggota tubuhnya
memiliki power yang luar biasa bagi
muridnya di sekolah. Mengapa tidak?
Meskipun bersuara berat dan keras. Namun jarang mengatur muridnya dengan suara membentak atau menghardik.
Menurut pak Arif, suara keras dan lantang semata, belum efektif dan efisien untuk mengatur siswa.
Baik di dalam kelas maupun di lapangan. Suara keras menggelegar tidak akan menakuti murid zaman sekarang.
Gerak
gerik anggota tubuh pak Arif menjadi isyarat tersendiri bagi murid-muridnya. Dahi
dan alis mata pak Arif bisa menjadi penanda bagi siswa.
Jika berkerut atau
banyak lipatannya, itu sebagai pertanda bahwa ada siswa yang belum
memperhatikannya ketika sedang mengajar.
Maka siswa akan melongok kiri dan
kanan melihat siapa yang menjadi perhatian pak Arif. Ternyata muridnya juga
sudah arif dengan isyarat itu.
Kumis
tebal membuat pak Arif bertampang keras dan pemarah. Kalau marah, memang
membuat seakan bumi berguncang.
Siswa akan ketakutan luar biasa. Akan tetapi
pak Arif memang jarang marah ketika menghadapi muridnya.
Gerak
gerik tangan saat mengajar paling ampuh untuk mengendalikan suasana kelas.
Rupanya pak Arif adalah bekas pemain bola di kampung dan semasa sekolahnya.
Pernah menjadi wasit pertandingan sepak bola. Konon beliau pernah bercita-cita jadi
polisi lalu lintas.
Wasit
tidak banyak berbicara saat memimpin pertandingan kecuali bahasa isyarat yang
sudah dimengerti oleh pemain sepak bola.
Begitu pula polisi lalu lintas, tak
banyak bersuara melainkan memberikan kode dan bahasa isyarat dalam mengatur
pengguna lalu lintas.
Demikian cerita guru Arif. Dari cerita tersebut mungkin bisa dijadikan bahan belajar. Menyampaikan materi pelajaran mungkin memerlukan banyak
bicara.
Namun mengatur siswa tidak perlu
demikian. Gerak gerik guru sesungguhnya memiliki power luar biasa dalam pembelajaran.***