Tentang Naluri Kuriositas pada Anak

Tentang naluri kuriositas pada anak – Anak sering bertanya apa, kenapa dan bagaimana tentang fenomena yang mereka saksikan sehari-hari. Mempertanyanyakan peristiwa alam, sosial dan budaya sehari-hari. Ini membuktikan tingginya rasa ingin tahu (naluri kuriositas) pada diri anak.

Naluri kuriositas berawal dari timbulnya masalah dalam pemikiran anak. Masalah tersebut tidak sanggup terpecahkan oleh anak sehingga mendorong anak untuk mengajukan pertanyaan.

Apa ini apa itu, kenapa begini kenapa begitu, dan lain sebagainya. Hal ini perlu ditanggapi oleh orang tua maupun guru di sekolah.

Memang, kadang-kadang orang tua tanpa disadari menganggap anak seperti itu sebagai anak yang “nyinyir” dan berpikir yang aneh-aneh. 

Jika orang tua mematahkan semangat anak untuk bertanya seperti itu, berarti telah membunuh naluri kuriositas anak secara berlahan-lahan. 

Anak akan bersifat diam dan masa bodoh (apatis)  terhadap fenomena yang terjadi di lingkungannya.

Di sekolah, anak yang mempunyai naluri kuriositas rendah akan bersikap diam dan tidak mau bertanya. Anak merasa tidak ada yang perlu dipertanyakan kendatipun mereka belum mengerti dengan materi yang diberikan guru.

Disinilah pentingnya peran orang tua dan guru dalam menumbuhkan rasa ingin tahu  pada anak. Orang tua perlu menciptakan situasi agar anak mempunyai rasa ingin tahu dan mengungkapkannya secara verbal. Kemudian menanggapinya dengan arif dan bijaksana.

Pembelajaran di sekolah secara inplisit memang berorientasi pada  pada pembentukan dan pengembangan naluri kuriositas siswa. Tujuannya untuk melatih siswa berpikir kritis dan ilmiah. 

Toh, peristiwa alam, sosial dan budaya yang terjadi di lingkungan sesungguhnya berkisar tentang pertanyaan apa, kenapa dan bagaimana. Begitu pula terbentuknya ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah berkembang saat ini.***