Tentang Naluri Kuriositas pada Anak
Oktober 23, 2014
Tentang naluri kuriositas pada anak – Anak sering bertanya apa, kenapa dan bagaimana tentang fenomena yang mereka saksikan sehari-hari. Mempertanyanyakan peristiwa alam, sosial dan budaya sehari-hari. Ini
membuktikan tingginya rasa ingin tahu (naluri kuriositas) pada diri anak.
Naluri kuriositas berawal dari timbulnya masalah dalam pemikiran anak. Masalah tersebut tidak sanggup terpecahkan oleh anak sehingga mendorong anak untuk mengajukan pertanyaan.
Apa ini apa itu, kenapa begini kenapa begitu, dan lain sebagainya. Hal ini perlu ditanggapi oleh orang tua maupun guru di sekolah.
Memang, kadang-kadang orang tua tanpa disadari
menganggap anak seperti itu sebagai anak yang “nyinyir” dan berpikir yang
aneh-aneh.
Jika orang tua mematahkan semangat anak untuk bertanya seperti itu,
berarti telah membunuh naluri kuriositas anak secara berlahan-lahan.
Anak akan
bersifat diam dan masa bodoh (apatis) terhadap fenomena yang terjadi di
lingkungannya.
Di sekolah, anak yang mempunyai naluri kuriositas
rendah akan bersikap diam dan tidak mau bertanya. Anak merasa tidak ada yang
perlu dipertanyakan kendatipun mereka belum mengerti dengan materi yang
diberikan guru.
Disinilah pentingnya peran orang tua dan guru dalam
menumbuhkan rasa ingin tahu pada anak.
Orang tua perlu menciptakan situasi agar anak mempunyai rasa ingin tahu dan mengungkapkannya secara
verbal. Kemudian menanggapinya dengan arif dan bijaksana.
Pembelajaran di sekolah secara
inplisit memang berorientasi pada pada
pembentukan dan pengembangan naluri kuriositas siswa. Tujuannya untuk melatih
siswa berpikir kritis dan ilmiah.
Toh, peristiwa alam, sosial dan budaya yang
terjadi di lingkungan sesungguhnya berkisar tentang pertanyaan apa, kenapa dan
bagaimana. Begitu pula terbentuknya ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah
berkembang saat ini.***