Catatan Ringan Dampak Kenaikan BBM
November 23, 2014
Catatan ringan dampak kenaikan
BBM - Kendati kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) baru berjalan belum seminggu,
dampaknya sudah mulai terasa. Di media massa, baik cetak, elektronik, maupun
jaringan terdengar pekik untuk memohon agar keputusan menaikan harga BBM
ditinjau kembali.
Lain lagi cerita di daerah pedesaan, tempat dimana admin bertugas sebagai guru.
Dikatakan sebagai guru karena admin belum menyandang gelar pendidik profesional.
Umumnya mata pencaharian masyarakat berkebun dan bertani.
Aktivitas mencari uang yang dilakukan lebih terfokus pada bagaimana memenuhi kebutuhan pokok dan biaya pendidikan anak.
Orangtua siswa yang berprofesi sebagai petani memang tidak mampu menyuarakan lebih lantang keluhannya.
Namun sangat berharap pendapatan mereka dapat mengimbangi pengeluaran yang lebih besar.
Jika harga barang kebutuhan pokok naik, hasil
tani dan kebun hendaknya juga mengikuti.
Namun harga karet, sebagai sumber
penghasilan terbesar masyarakat, sudah melorot lebih duluan sebelum kenaikan
harga BBM.
Harga
barang kebutuhan pokok di pasaran
memang memusingkan kepala . Seorang ibu rumah tangga, orang tua siswa, pergi ke
pasar membawa uang seratus ribuan.
Apa yang didapatkan dengan uang sebanyak
itu?
Kalau hanya membeli cabai dan bawang, Ternyata hanya satu kilogram cabe
merah dan setengah kilogram bawang merah!
Okelah
kalau begitu! Cerita seputar dampak kenaikan BBM memang membuat sebagian kita
hanya bisa menghempaskan nafas panjang dan gede.
Namun yang perlu menjadi
catatan buat kita adalah biaya pendidikan, tidak ikut-ikutan dinaikkan.
Pihak sekolah
tidak mencari-cari cara untuk menaikkan iuran atau biaya yang mungkin
memberatkan orangtua dalam kondisi ekonomi yang belum stabil ini.***