Menjadi Ayah, Dulu dan Sekarang
November 12, 2014
Menjadi ayah, dulu dan sekarang – Hari ini 12 November diperingati sebagai hari ayah. Sebelum melanjutkan
artikel ini, Selamat Hari Ayah dan
terima kasih pada ayahku. Yang telah mendidik dan membesarkan aku seperti
sekarang ini.
Semasa hidup, ayahku berprofesi rangkap, sebagai petani sekaligus buruh tani. Sebagai petani, beliau berladang cabai dan bawang merah, dan beberapa tanaman palawija lainnya.
Begitu pula bercocok tanam padi. Dengan profesi itu, beliau menghidupi 5 orang anak. Membiayai pendidikan anaknya.
Waktu itu panen cabai, bukan main banyaknya panenan cabai. Sayang sekali harga cabai lebih murah.
Kadang-kadang, hasil penjualan cabai tidak mencukupi untuk menutupi kebutuhan harian dan keperluan sekolah beberapa orang anaknya.
Baca juga: Harga Cabai Lebih Mahal dari daging?
Yang
unik adalah, beliau tidak pernah merasa susah oleh kebutuhan anak-anaknya
meskipun sering menghadapi masa-masa sulit. Beliau tetap berusaha mencari uang
dengan menjadi buruh tani.
Begitu pula
dengan sikap dan tingkah laku anaknya. Kami semua patuh dan taat pada perintah
dan nasehat ayah.
Kalau
kami melanggar aturan ayah, sudah pasti kami dihukum. Dicambuk, bahkan diikatkan
pada batang pohon rambutan di depan rumah.
Kami tak pernah merasa dongkol,
apalagi melawan dan dendam pada ayah kami.
Karena kami tahu, memang itu hukuman
yang pantas kami terima.
Kini,
ketika aku menjadi seorang ayah. Giliranku menjadi ayah dari 5 orang putra
putri.
Rasanya tak sanggup aku menandingi pola hidup ayah dan cara mendidik
anak-anaknya. Ayah tak begitu kesulitan dalam persoalan mendidik anak.
Sedangkan
aku? Mungkin karena zaman telah berubah. Anak juga dibesarkan oleh kemajuan
teknologi di samping oleh orang tua sendiri di rumah.
Anak sekarang sudah
berpikiran moderen dan canggih. Ilmunya sudah tinggi. Jika tidak berhati-hati
mendidiknya, justru orang tua yang diajarinya.
Baca juga: Menjadi Orang Tua Gaul, Bisa
Menjadi ayah pada zaman sekarang, tak mungkin lagi dengan kekerasan dan intimidasi. Toh, ada undang-undang yang melindungi anak dari kekerasan rumah tangga.
Ayah harus dapat menempatkan diri dari berbagai sisi. Sebagai orang tua, sahabat, guru, dan lain sebagainya.***