Permasalahan Kenaikan Pangkat Guru
April 04, 2017
Permasalahan kenaikan pangkat guru – Peraturan yang ada tentang kenaikan pangkat dan jabatan guru akan menimbulkan
masalah baru. Pangkat guru bisa tertahan pada golongan ruang tertentu akibat
tidak terpenuhinya persyaratan untuk naik pangkat setingkat di atasnya. Ini
akan berdampak pada menurunnya kinerja para guru.
Berbeda
dengan beberapa tahun sebelum nya. Guru bisa naik pangkat minimal 2 tahun
sekali setelah memenuhi angka kredit
jabatan guru yang dipersyaratkan.
Guru yang memiliki dedikasi dan
kreativitas yang tinggi akan mampu mencapai jenjang kepangkatan maksimal.
Bahkan bukan mustahil guru akan meraih jenjang kepangkatan IV/b atau IV/c
menjelang masa pensiun.
Permen
PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 yang mengatur Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menjadi batu sandungan bagi guru.
Selain
dari unsur utama dari kegiatan mengajar, guru juga harus memenuhi unsur
pengembangan profesi melalui publikasi
kegiatan ilmiah atau karya inovatif.
Seperti
diketahui, penerapan peraturan kenaikan pangkat guru tersebut di atas mulai
berlaku periode Oktober 2013.
Guru yang akan naik pangkat harus mengumpulkan
angka kredit dari publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai berikut:
Untuk
naik pangkat dari III/b ke III/c 4 poin, III/c dke III/d 6 poin, III/d ke IV/a
sebanyak 8 poin.
Sementara itu, guru yang naik pangkat dari IV/a ke IV/b harus
mengumpulkan angka kredit 10 poin.
Menulis
karya ilmiah merupakan masalah yang umum dihadapi guru. Di samping keterbatasan
kemampuan juga disebabkan oleh keterbatasan waktu.
Guru sertifikasi wajib
mengajar selama 24 jam perminggu. Sementara membuat karya tulis hasil
penelitian, semisal penelitian tindakan kelas (PTK) butuh waktu yang cukup.
Konsekuensi
persyaratan kenaikan pangkat guru seperti di atas memungkinkan pangkat guru
mentok pada golongan tertentu karena tidak sanggup memenuhi angka kredit poin
publikasi karya ilmiah.
Lebih jauh akan membuat kinerja guru akan menurun
karena merasa tidak mungkin lagi untuk berkarir.
Dampak
yang tidak diinginkan lagi adalah guru “nekad” menggunakan jasa penulis untuk menulis karya tulis ilmiah.
Padahal karya tulis ilmiah itu adalah pertanggungjawaban tertulis
dari kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh guru berkaitan dengan tugas mengajar
di ruang kelas.***