Menulis Artikel Pendidikan di Media Cetak
Januari 27, 2015
Menulis artikel pendidikan di
media cetak – Menulis artikel untuk media cetak
boleh dikatakan gampang-gampang susah. Kenapa tidak? Setelah menulis artikel
dan mengirimnya ke alamat redaksi, belum serta merta tulisan kita akan dimuat di
surat kabar atau jurnal tersebut.
Setiap tulisan yang masuk akan diseleksi terlebih dulu oleh redakturnya. Bisa jadi tulisan yang dibuat dengan susah payah kita layak muat.
Bila tidak disertai perangko balasan, alamat nasib artikel kita akan berakhir di keranjang sampah tim redaksi.
Hal tersebut sekurang-kurangnya pernah admin alami ketika memulai kegiatan menulis artikel untuk surat kabar di media cetak terbitan kota Padang.
Artikel yang dikirim ke redaksi surat kabar tersebut baru dimuat setelah yang ketiga kalinya.
Sejak itu jadi ketagihan menulis dan mengirim artikel pendidikan ke berbagai surat kabar yang bermarkas di ibu kota provinsi Sumatera Barat tersebut.
Mengapa
artikel ditolak atau tidak dimuat oleh sebuah media cetak?
Jawabannya hanya
satu; artikel yang dikirim belum memenuhi kriteria tulisan yang dipersyaratkan
oleh suatu media cetak.
Oleh sebab itu, sebelum mengirim artikel pendidikan, ada baiknya pelajari dan pahami terlebih
dulu segi teknis publikasi media cetak tersebut.
Pekerjaan
mengirim artikel ke media cetak akan menjadi sia-sia. Bila kita tidak memenuhi
kriteria penulisan yang dipersyaratkan untuk dimuat di media tersebut. Segi
teknis dimaksud antara lain jenis tulisan, panjang tulisan, isi tulisan dan
lain yang diminta oleh tim redaksi.
Berbeda dengan menulis artikel di blog yang tidak
banyak aturan publikasi. Kita bisa menerbitkan langsung sesuai kemauan sendiri.
Nah,
setiap guru pasti menguasai topik pembahasan tentang pendidikan, bukan? Pada
tahap awal, mungkin lebih mantap kalau guru menulis artikel mengenai proses
belajar dan mengajar serta permasalahannya.
Guru dapat membuat artikel lugas untuk
dibaca oleh lapisan masyarakat sasaran media cetak tersebut. Ini menunjukkan
bahwa kita memang menguasai topik dan aturan penulisan yang baik dan benar .
Di
samping itu, guru harus punya sikap mental pantang menyerah untuk menulis dan
mengirim tulisan ke media cetak.
Jika artikel yang dikirim untuk pertama kalinya,
ditolak atau tidak dimuat, tulis lagi artikel baru atau sekurang-kurangnya edit
kembali tulisan yang pernah dikirim.
Suatu saat tim redaksi pasti kapok menolak
artikel kita. Fakta ini sudah admin buktikan sendiri.
Jika
sudah berhasil menulis artikel dan dimuat oleh suatu media cetak. Guru pun akan
menerima honorarium sebagai imbalan dari pihak redaksi. Dan ini yang lebih
penting lagi.
Guntingan koran (kliping) dari artikel kita yang dimuat, dapat
diajukan sebagai bukti pisik untuk memperoleh angka kredit dari pengembangan profesi guru.
Demikianlah
sekilas uraian sebagai motivasi bagi sahabat guru dalam menulis artikel
pendidikan untuk dikirim ke surat kabar atau jurnal ilmiah.***