Antri, Masih Belum Membudaya (?)
April 04, 2015
Antri, masih belum membudaya (?)
– Kita sering mendengar keluhan masalah antri. Antri itu artinya, menunggu
giliran atau kesempatan. Yang dahulu didahulukan, begitu juga sebaliknya.
Orang yang datang lebih duluan berada di bagian depan dan akan mendapat layanan lebih dulu dari yang lainnya. Yang datang kemudian akan berada di bagian belakang dan begitu seterusnya.
Biasanya, antri seperti ini akan terlihat dalam memperoleh atau menghadapi pelayanan di tempat umum.
Mengapa terjadi keluhan soal antri? Aturan antri dilanggar oleh orang lain yang sama-sama antri tentunya. Dalam antrian panjang, ada saja yang mau menyerobot ke depan.
Tentu saja mereka punya alasan mengapa melakukan hal itu. Sudah pasti alasannya disesuaikan menurut kepentingan pribadi mereka sendiri. Tidak peduli dengan kepentingan orang lain. Apalagi mempedulikan orang lain kesal atau tidak.
Sepertinya,
antri memang belum begitu membudaya di negeri kita. Budaya antri berhubungan dengan masalah kebiasaan, kesadaran, moral, karakter
dan sikap mental seseorang.
Menerobos antrian dengan sengaja, mungkin itu
menunjukkan sikap dan karakter yang kurang baik.
Ada cerminan sikap kurang
sabar, kurang menghormati hak orang lain dan indikasi ketidaktaatan akan aturan
yang berlaku untuk umum.
Jika
memang, antri belum membudaya di kalangan sebagian masyarakat. Maka perlu lagi
suatu pemikiran dan upaya nyata untuk menumbuhkembangkan budaya yang baik tersebut.
Bahwa, membiasakan diri untuk
antri menunggu giliran untuk mendapat pelayanan umum sangatlah baik. Ini
termasuk salah satu karakter baik yang perlu
diterapkan oleh setiap orang.
Budaya
antri harus diusahakan dan dimulai sejak dini di lingkungan keluarga. Orangtua
perlu memberikan pencerahan kepada anak.
Perlu ditanamkan kepada anggota
keluarga mengapa harus antri dalam menghadapi pelayanan di tempat umum.
Selain
pencerahan, orangtua juga perlu memberikan contoh nyata di lingkungan
keluarga.
Misalnya antri untuk menggunakan kamar mandi atau kamar kecil jika
jumlahnya tidak memadai di rumah tempat tinggal.
Tentu saja, masih banyak
contoh lain yang perlu kita terapkan dalam lingkungan keluarga sebagai upaya
membudayakan antri dalam pergaulan sosial.***