Ketika Hawa Lebaran Mulai Terasa
Juni 13, 2017
Ketika hawa lebaran mulai terasa - Kendati puasa baru berjalan sepuluh hari kedua ramadhan, hawa lebaran sudah mulai terasa.
Di media massa, baik cetak, elektronik, maupun jaringan lebih kentara lagi.
Tidak terkecuali situs matrapendidikan.com yang telah menurunkan artikel tentang kue lebaran. Orang
sudah mulai memasang kuda-kuda buat
menghadapi lebaran sekaligus tahun pelajaran baru bagi anak sekolah.
Ada
yang lebih unik. Di daerah pedesaan umumnya, mata pencaharian penduduk bertani
dan berkebun. Aktivitas mencari uang yang dilakukan selama bulan ramadhan
memang berorientasi untuk menyambut lebaran
Idhul Fitri .
Cerita sesama petani dan pekebun yang terdengar, nyaris berkisar soal
baju baru anak untuk berlebaran. Soal
daging untuk teman makan nasi saat lebaran tiba. Lebaran di kampung-kampung seakan
identik dengan baju baru dan daging hewan.
Baca : Lebaran Tak Mesti Segalanya Baru
Yang
agak membikin pusing kepala para ibu rumah tangga adalah meroketnya harga barang kebutuhan pokok di pasar. Seorang
ibu rumah tangga pergi ke pasar membawa uang seratus ribuan. Apa yang ia
dapatkan dengan uang sebanyak itu?
Ternyata hanya satu kilogram cabe merah dan
setengah kilogram bawang merah! Kebutuhan dapur lainnya? Entahlah! Barangkali,
nilai uang seratus ribu ini sama dengan sepuluh ribu sebelum terjadi reformasi?
Okelah
kalau begitu! Cerita menyambut lebaran memang membuat sebagian kita sempat
menghempaskan nafas besar. Tapi mau mengadu kepada siapa lagi? Sudah berbusa
mulut ini akibat terlalu sering mengadu kepada orang-orang 'besar'. Pejuangkanlah
kami rakyat kecil!
Lebaran
dan biaya anak sekolah akan berpacu
menentang kocek orang tua. Demi kelangsungan pendidikan anak, tentulah biaya
pendidikan anak lebih difikirkan. Hawa lebaran memang sudah mulai terendus
aromanya.
Simak juga: Kesibukan Menghadapi Tahun Ajaran Baru
Jika lebaran adalah sebuah prestise, maka prestise itu hanya sesaat.
Prestise pendidikan anak akan berlangsung seumur hidup! ***