Upaya Kreatif dalam Menumbuhkan Sikap Mandiri pada Anak

Upaya kreatif dalam menumbuhkan sikap mandiri pada anak – Kata ‘mandiri’ diartikan secara bebas sebagai kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dalam hal ini, kemandirian mencakup semua aspek berpikir dan bersikap seseorang. Mampu berpikir dan bersikap sendiri dalam menghadapi sesuatu masalah.

Berdasar subjek sasaran masalah, ada dua kelompok penting masalah yang dihadapi seseorang.

Masalah yang dihadapi dengan diri sendiri dan masalah dengan orang lain. Masalah dengan diri sendiri berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup jasmani maupun rohani.

Sedangkan masalah dengan orang lain sering berkaitan dengan konflik sosial dalam pergaulan sehari-hari.

Hal ini dapat dimaklumi karena manusia itu adalah makhluk sosial dimana dalam praktiknya sering terjadi benturan antara satu dengan yang lainya, disengaja maupun tidak disengaja. 
Baca : Konflik Sosial dalam Komunitas Sekolah

Menanggapi masalah tersebut dibutuhkan sikap mandiri pada diri seseorang.

Berusaha untuk mengatasi masalah tersebut secara mandiri, tidak cengeng dan mudah mudah putus asa.

Oleh sebab itu, karakter kemandirian perlu ditumbuh-kembangkan sejak dini. Yang terlibat dalam upaya ini adalah lingkungan keluarga dan lembaga sekolah yang bekerja secara sinergis. 
Simak juga : Pentingnya Mengembangkan Sikap Mandiri pada Anak

A.Pendidikan lingkungan keluarga

Kemandirian termasuk karakter penting yang mutlak ditanamkan pada anak sejak dini.

Tentu saja pendidikan di lingkungan keluarga berpengaruh besar dan akan mewarnai pembentukan sikap mandiri pada anak.

Di lingkungan keluarga, anak-anak mendapat pendidikan pertama sebelum memasuki pendidikan formal di lembaga sekolah.

Secara langsung atau tidak, orang tua sudah menanamkan kemandirian pada anak sesuai usia dan perkembangan anak.

Pola hidup yang dianut keluarga sangat mempengaruhi perkembangan karakter mandiri.

Perlindungan anak yang terlalu berlebihan akan membuat anak tidak mandiri dan cengeng.

Begitu pula dengan pola terlalu memanjakan anak, menjadi langkah kurang baik dalam menumbuhkan karakter mandiri.

Setiap kebutuhan dan keperluan anak dipenuhi secara membabi buta, tanpa perhitungan resiko pada anak.

Anak tidak sempat berpikir kritis karena setiap masalah yang dihadapi anak berkaitan dengan materi selalu terpenuhi oleh orang tua.

Anak tidak dilatih untuk berpikir mandiri untuk mengatasi masalahnya sendiri.

Orangtua banyak ikut campur dalam membantu anak mengatasi masalah sekalipun masalah itu sepele dan dapat diatasi oleh anak.

Tentu saja hal demikian kurang baik dampaknya terhadap cara berpikir dan bersikap anak menghadapi masalah di kemudian hari.

Fakta di sekitar, sering kali kita menyaksikan betapa cengengnya anak yang tidak terbiasa berpikir dan bersikap mandiri sejak kecil.

Ia lebih mudah menyerah dan sering melibatkan orang tua dalam mengatasi masalah hidupnya sendiri di kemudian hari

Sebaliknya, orangtua yang selalu menanamkan kemandirian pada anak sejak kecil sesungguhnya telah memberi modal besar pada anak untuk mengatasi masalah hidupnya di kemudian hari.

Anak yang terbiasa mandiri sejak kecil tidak mudah menyerah pada masalah yang dihadapinya.

Sebaliknya akan berusaha dengan gigih untuk mengatasi masalahnya terlebih dulu sebelum melibatkan orang lain.

Sikap mandiri yang dimiliki anak sejak dini, jelas akan meringankan beban pikiran orang tua kelak. Kenapa tidak?

Orangtua merasa yakin dan optimis kalau anaknya pasti mampu mengatasi masalah yang dihadapinya, baik masalah dengan dirinya sendiri maupun masalah dengan pihak lain.

Bagi sang anak, sikap mandiri yang dimilikinya akan membuat anak percaya diri dalam menghadapi masalahnya tanpa banyak melibatkan orangtua.

Untuk mewujudkan konsep kemandirian anak di atas,  ada beberapa poin penting yang perlu mendapat perhatian orang tua:

  • Orang tua perlu menanamkan pada anak sejak dini kalau hidup itu sesungguhnya adalah rangkaian masalah. Masalah dengan diri sendiri maupun dengan orang lain dalam pergaulan sosial. Masalah yang satu akan menimbulkan masalah lain yang mungkin membentuk mata rantai tertentu.
  • Memang, masalah itu tidak dicari-cari. Namun jika menemukan masalah dalam hidup harus dihadapi dengan baik, bukan dihindari. Ini menjadi motivasi spiritual yang tinggi bagi anak untuk menghadapi permasalahan hidupnya.
  • Membiarkan anak dengan masalah yang dihadapinya bukan berarti orang tua tidak peduli dengan permasalahan yang dihadapi anak. Ini hanyalah sekadar memberi kesempatan pada anak untuk berpikir sendiri kemudian mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
  • Jika anak cepat mengaku tidak bisa melakukan sesuatu, minta kembali anak untuk melakukannya dan perhatikan cara anak melakukannya. Jika orang tua melihat sesuatu yang janggal atau salah, segera beritahu anak. Berikan arahan sesuai usia dan perkembangan anak.
  • Yang perlu disadari adalah bahwa anak akan canggung dan mengalami kesulitan untuk melakukan sesuatu yang baru. Dengan membimbing atau memandu anak berulangkali atau dengan contoh yang nyata, niscaya anak akan menirunya dengan baik. Jika dilakukan berulang-ulang, anak akan bisa melakukan sesuatu itu dengan baik.
  • Membangun kepercayaan diri sangat penting dibandingkan memberi pertolongan langsung kepada anak yang mengalami masalah. Bangun kepercayaan diri anak bahwa ia sanggup mengatasi masalahnya.

B.Pendidikan anak di lembaga sekolah

Lembaga sekolah menjadi pendidikan kedua bagi anak setelah di lingkungan keluarga.

Pola pendidikan anak di lembaga sekolah hendaknya lebih mengutamakan pengembangan sikap mandiri pada anak.

Proses pembelajaran yang berlangsung di ruang kelas seyogyanya berorientasi pada kemandirian anak dalam belajar, bukan sebaliknya. 
Baca selanjutnya: Sistem Pembelajaran Pasung Kemandirian Siswa?
Sistem pembelajaran yang dinamis akan membangun kemandirian siswa dalam memecahkan masalah belajar.

Guru sebagai pengelola pembelajaran tidak hanya terfokus pada pencapaian target dan tujuan kurikulum.

Sebaliknya lebih mengutamakan bagaimana proses berpikir anak dalam memecahkan masalah.

Pola seperti bukan berarti guru mengabaikan aspek hasil pembelajaran. Justru dengan proses belajar yang baik akan mengantarkan siswa pada hasil yang baik pula.

Sudah menjadi hukum alam, proses yang baik berujung pada hasil yang baik.

Konsep ini menjadi acuan penting bagi guru dalam mengelola pembelajaran di kelas.

Sinergitas pendidikan anak di lingkungan keluarga dan sekolah akan dapat menumbuhkembangkan sikap mandiri pada anak sehingga anak mampu bersikap dan berpikir mandiri di masa depan.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel