Merindukan Langit Biru

Merindukan langit biru – Sudah dua bulan lebih kabut asap menutupi pemandangan kami ke angkasa. Selama itu pula kami tak pernah melihat langit berwarna biru. Warna yang melambangkan kebebasan hati dan pikiran.

Matahari pun enggan menerangi bumi secara utuh. Sang surya terlihat bulat penuh kemerah-merahan. 

Namun, saat-saat seperti inilah manusia sempat menatap matahari dengan tepat. Jika langit biru, tak mungkin manusia dapat menatap wajah matahari dengan tajam.

Dulu, semasa aku kecil. Peristiwa alam seperti ini menjadi cara tersendiri bagi orang tuaku untuk mendidik anaknya.

Aku sering bertanya pada emak ada apa gerangan yang terjadi dengan matahari.

Orangtuaku menjawab, matahari sedang sakit. Bisa jadi pertanda kiamat memang sudah dekat.

Oleh sebab itu kalian jangan nakal, sebaliknya semakin taat-lah beribadah. Mendekatkan diri kepada Allah SWT, pencipta langit dan matahari itu.

Pikiran kecilku terusik. Benar-benar menangkap pesan moral ini dengan penuh ketakutan. Maka tak heran, ketika suara azan berkumandang.

Aku dan adik-adikku segera ber-wudhuk dan melaksanakan shalat fardhu. Takut untuk melalaikan shalat apalagi meninggalkannya.

Ah…, itu zaman dulu. Zaman sekarang masih seperti itukah anak-anak menanggapi bencana nasional kabut asap ini? Entahlah.

Yang pasti, hampir setiap hari kami bergelimang kabut asap. Di sana sini terlihat orang memakai masker pelindung.

Meskipun diliputi kabut asap, perilaku anak sekolah masih biasa-biasa. Seakan tidak terjadi apa-apa. Anak-anak tetap keluyuran, bersepeda tandem, mengendarai motor ke sana kemari sepulang sekolah.

Ya, di daerah tempat tinggal-ku, anak-anak masih tetap bersekolah. Pihak terkait menganggap kabut asap belum membahayakan. 

Pelajaran anak sekolah akan ketinggalan jika sering diliburkan. Ini benar juga alasannya.

Namun timbul pertanyaan, apakah belajar dalam kondisi kabut asap ini pembelajaran akan berjalan efektif.

Entah kapan bencana alam kabut asap kiriman ini akan berakhir. Sementara kerinduan akan langit biru semakin menggebu-gebu. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel