Upaya Mendorong Anak Dirikan Shalat
Desember 15, 2017
Upaya mendorong anak dirikan shalat
– Alangkah senangnya jika mempunyai anak-anak yang rajin shalat. Apalagi
orangtua yang mempunyai banyak anak, namun taat melaksanakan ibadah wajib
maupun sunat.
Anak yang mendirikan shalat cenderung menunjukkan sikap dan perilaku yang baik.
Hormat dan santun pada orangtua, guru dan orang-orang sekitar yang lebih tua darinya. Memiliki watak dan kepribadian yang mudah dibentuk dan diarahkan.
Itu semua adalah buah manis dari amalan shalat yang dikerjakan anak. Tidak sia-sia jerih payah orangtua, guru dan orang-orang yang telah mendidik anak.
Jerih payah orangtua terobati. Ilmu agama yang diberikan guru di sekolah dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sasaran utama pendidikan anak
Sasaran
utama pendidikan anak bersifat menyeluruh. Tidak hanya dalam aspek kecerdasan
intelektual (otak) semata.
Kecerdasan spiritual dan emosional sangat mendesak
untuk menjadi sasaran utama pendidikan anak, di lingkungan keluarga dan lembaga
sekolah.
Anak
yang cerdas di otak adalah penting namun yang lebih penting lagi adalah cerdas
di hati dan bathin.
Salah satu indikasi kecerdasan spiritual adalah ketaatan
seorang anak dalam melakukan praktik
ibadah dalam kehidupan.
Contoh paling nyata adalah mengerjakan shalat 5 waktu
sehari semalam.
Dimulai dari lingkungan keluarga
Kebiasaan-kebiasaan
yang baik seorang anak di lingkungan sosial-masyarakat sesungguhnya berawal
dari lingkungan keluarga.
Rumah tangga menjadi lembaga pendidikan non-formal
yang strategis untuk menanamkan kebiasaan baik bagi anak.
Orangtua
adalah pendidik profesional yang paling berkompeten dalam menumbuhkembangkan
kebiasaan yang baik itu.
Lembaga pendidikan sekolah bertugas mengembangkan
nilai-nilai karakter baik sudah ditanamkan di lingkungan keluarga.
Jika
anak sudah terlatih melaksanakan ibadah sejak dini di rumah tangga, insyaalah
kebiasaan itu akan dapat dibawa anak ke luar lingkungan keluarga.
Misalnya
ketika anak suatu saat harus meninggalkan rumah.
Melanjutkan pendidikan,
mendapat tugas, atau membentuk keluarga baru dan pergi ke daerah lain. Di mana
pun mereka berada, ibadah shalat tidak pernah dilalaikan anak.
Mungkin
seperti itu yang dikatakan orangtua yang sukses mendidik anak. Barangkali
seperti itu juga guru yang berhasil di sekolah.
Berhasil menumbuhkembangkan
nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, nilai karakter yang baik pada peserta
didik.
Mengapa anak malas mengerjakan shalat?
Di
sisi lain masih banyak anak yang malas, atau paling tidak, lalai melaksanakan
shalat wajib.
Realita ini masih menyisakan ‘pekerjaan rumah’ yang perlu
diselesaikan oleh para orangtua maupun guru di sekolah.
Anak
yang malas mengerjakan shalat disebabkan oleh belum meresapnya hikmah shalat ke
dalam sanubari anak.
Selain itu, kondisi lingkungan siswa tidak menciptakan
suasana yang memungkinkan anak untuk mau melaksanakan shalat.
Tentu
masih ada orangtua yang lupa tentang hal ini. Bukan tidak peduli melainkan
tidak sempat barangkali untuk memperhatikan soal ibadah, soal shalat anak-anaknya.
Mungkin karena terlalu sibuk mencari nafkah keluarga.
Apapun
alasannya, shalat itu wajib dikerjakan oleh anak. Melalui shalat anak dapat
berdoa dan minta tolong kepada Allah agar dibukakan pintu hati untuk belajar
dan menerima pelajaran.
Dimudahkan dalam mengerjakan soal-soal ujian setelah
bersusah payah mengulang pelajaran.
Upaya yang perlu dilakukan
Jika
anak malas, atau lalai mengerjakan shalat. Sebagai orang tua tak perlu khawatir
dengan kondisi ini.
Namun demikian harus berupaya untuk menciptakan situasi
anak terdorong untuk mengerjakan shalat.
Mengapa
tak perlu khawatir? Jika anak masih usia sekolah dasar, masih ada kesempatan
untuk membiasakan anak taat mendirikan shalat.
Begitu pula pada usia sekolah
menengah. Pada masa ini anak masih banyak waktu bersama keluarga, sehingga
masih bisa untuk menciptakan kondisi yang mendorong anak untuk mengerjakan
shalat.
#1.Contoh kedua orangtua
Kedua
orangtua memang harus shalat dan itu diketahui oleh anak. Sebenarnya ini
bukanlah yang asing bagi kita.
Sudah sering telinga kita mendengar, kalau
menyuruh anak shalat maka orangtuanya perlu memberikan contoh terlebih dulu.
#2.Menciptakan suasana kondusif
Suasana
kondusif artinya situasi yang memungkinkan anak untuk ingat akan shalat.
Misalnya, menyediakan kalender atau almanak yang memuat jadwal shalat di kamar
anak atau di tempat yang mudah terlihat oleh anak.
Jika
waktu shalat telah masuk, atau suara azan telah berkumandang, jangan bosan
mengingatkan atau mengajak anak untuk segera berwudhuk dan menunaikan shalat.
Jika
anak pergi ke luar rumah, mungkin perlu diingatkan, sudah shalat atau belum. Kalau
waktu shalat sudah masuk, sebaiknya shalat dulu sebelum berangkat.
Jika
memungkinkan, sediakan ruang khusus untuk shalat di rumah. Ruang ini juga
berfungsi untuk tempat meletakkan al Qur’an.
Hal ini akan mendorong anak untuk
membaca al Qur’an selesai shalat.
Bagaimana
jika anak berada di tempat lain, misalnya sekolah dan kost di kota lain? Dalam
komunikasi jarak jauh, mungkin ada baiknya ditanyakan terlebih dulu bagaimana
shalatnya.
Barangkali sebagai orang tua, tak salah hal ini dilakukan juga meski
anak sudah berkeluarga sekalipun.
Tentu
saja, masih banyak upaya lain yang perlu dilakukan oleh orangtua untuk
mengingatkan anak mengerjakan shalat wajib 5 waktu sehari semalam.
Paling
tidak, uraian di atas menjadi inspirasi khususnya bagi orangtua.***