Sebuah Refleksi, Pendidikan Dulu dan Sekarang
Mei 11, 2016
Sebuah refleksi, pendidikan dulu
dan sekarang – Membicarakan pendidikan dulu dan
sekarang hanyalah sebuah relativitas. Artinya, dari sisi mana atau konteks apa
seseorang mencermati dan merefleksi pendidikan masa lampau dengan pendidikan
sekarang ini.
Relativitas refleksi perbedaan pendidikan sebelum dan setelah era reformasi juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang dalam mencimpungi manajemen maupun praktik pendidikan.
Berdasarkan keniscayaan tersebut, kali ini akan dikemukakan hasil refleksi pendidikan masa lampau dan sekarang. Terutama sekali dalam konteks siswa, guru dan kurikulum pendidikan.
1.Siswa
Pada umumnya yang sekolah itu hanyalah siswa. Orangtua siswa tidak banyak terlibat dalam persoalan pendidikan anak di sekolah. Artinya, orangtua benar-benar menyerahkan anak ke lembaga sekolah.
Orangtua datang ke sekolah hanya kalau ada undangan rapat POMG, atau BP3.
Ketika
melakukan perilaku menyimpang di sekolah, siswa tidak bisa berbuat banyak. Guru
berwenang penuh untuk mengambil tindakan terhadap siswa.
Mau menghukum siswa
sesuai kesalahannya, tidak akan ada intervensi dari pihak orangtua atau pihak
lain.
Akan
tetapi paradigma pendidikan mulai berubah ketika memasuki era reformasi.
Orangtua siswa diminta peran serta aktif dalam mendorong pendidikan anak.
Pendidikan
anak tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah semata.
Itu sebabnya kenapa
orangtua siswa sering dipanggil ke sekolah untuk membicarakan sesuatu yang
berkaitan dengan kepentingan pendidikan anak.
Di
sisi lain, guru perlu waspada dalam mengambil tindakan atau hukuman kepada
peserta didik. Hal ini sesuai dengan pola pendidikan ramah anak Pihak lain bisa saja mengintervensi kebijakan sekolah.
Jika
salah dalam memberi hukuman kepada siswa boleh jadi berujung pada pelanggaran
HAM (Hak Azasi Manusia) dan bisa berakhir di pengadilan.
2.Kurikulum
Pada
masa lampau, kita mengenal beberapa kurikulum pendidikan. Ada kurikulum 1968,
yang berlaku sampai tahun 1975.
Tahun ini lahir kurikulum 1975 setelah berusia
7 tahun. Artinya, kurikulum itu berusia lama, tidak banyak diutak-atik oleh
pengambil kebijakan.
Kurikulum
1975 justru berusia lebih panjang, 9 tahun. Penggantinya adalah kurikulum 1984
yang berorientasi pada hasil pembelajaran.
Prinsip CBSA hadir ketika kurikulum
ini diberlakukan.
Setelah 10 tahun usia kurikulum ini diganti menjadi kurikulum
1994 yang berorientasi pada keterampilan proses.
Ketika
bergulir era reformasi, entah berapa kali terjadi ‘penyempurnaan’ kurikulum.
Ada kurikulum KBK (kurikulum berbasis kompetensi), kurikulum 2006 atau disebut
juga kurikulum KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).
Setelah itu lahir
kurikulum 2013 dimana pelaksanaannya masih belum menyeluruh saat ini.
Kurikulum
2013 dinilai sarat muatan. Anak dituntut lebih proaktif belajar dan mencari
sumber belajar.
Jika Anda memiliki anak yang duduk di bangku SD sampai
SMU/Sederajat yang menggunakan Kurikulum 2013, pastilah tas mereka sarat oleh
buku-buku sumber belajar dan tugas rumah.
3.Guru
Jauh
sebelum ini, guru benar-benar bebas dalam melaksanakan tugas mengajar. Memiliki
otoritas terhadap tugas dan profesinya.
Terhadap murid, guru dapat mengambil
tindakan tegas yang bersifat mendidik. Selain itu guru sangat dihormati dan
disegani.
Namun
kesejahteraan guru masih belum memadai sehingga banyak guru yang terpaksa
mencari tambahan penghasilan di luar.
Kesejahteraan menjadi keluhan guru yang
sering terdengar oleh masyarakat. Kemampuan profesional guru masih belum sesuai
dengan tuntutan zaman.
Undang-undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen menyandang misi
kesejahteraan dan keprofesional guru.
Jika keluhan guru adalah masalah
kesejahteraan, maka tuntutan pemerintah adalah kemampuan profesional.
Guru
zaman sekarang haruslah sejahtera lahir dan bathin agar kemampuan
profesionalnya bisa diandalkan (?).
Program
sertifikasi dilaksanakan secara efektif mulai tahun 2007. Sampai saat ini
program sertifikasi guru telah berjalan 9 tahun. Hampir seumur kurikulum
sebelum era reformasi.
Tentunya, sangat riskan mengatakan kalau program itu telah
atau belum berhasil. Yang pasti, proses penyempurnaan sistem dan proses pendidikan masih berlangsung.***