Sebuah Refleksi, Pendidikan Dulu dan Sekarang

Sebuah refleksi, pendidikan dulu dan sekarang – Membicarakan pendidikan dulu dan sekarang hanyalah sebuah relativitas. Artinya, dari sisi mana atau konteks apa seseorang mencermati dan merefleksi pendidikan masa lampau dengan pendidikan sekarang ini. 

Relativitas refleksi perbedaan pendidikan sebelum dan setelah era reformasi juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman seseorang dalam mencimpungi manajemen maupun praktik pendidikan.

Berdasarkan keniscayaan tersebut, kali ini akan dikemukakan hasil refleksi pendidikan masa lampau dan sekarang. Terutama sekali dalam konteks siswa, guru dan kurikulum pendidikan.

1.Siswa

Pada umumnya yang sekolah itu hanyalah siswa. Orangtua siswa tidak banyak terlibat dalam persoalan pendidikan anak di sekolah. Artinya, orangtua benar-benar menyerahkan anak ke lembaga sekolah. 

Orangtua datang ke sekolah hanya kalau ada undangan rapat POMG, atau BP3.


Ketika melakukan perilaku menyimpang di sekolah, siswa tidak bisa berbuat banyak. Guru berwenang penuh untuk mengambil tindakan terhadap siswa. 

Mau menghukum siswa sesuai kesalahannya, tidak akan ada intervensi dari pihak orangtua atau pihak lain.

Akan tetapi paradigma pendidikan mulai berubah ketika memasuki era reformasi. Orangtua siswa diminta peran serta aktif dalam mendorong pendidikan anak. 

Pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah semata. 

Itu sebabnya kenapa orangtua siswa sering dipanggil ke sekolah untuk membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan pendidikan anak.

Di sisi lain, guru perlu waspada dalam mengambil tindakan atau hukuman kepada peserta didik. Hal ini sesuai dengan pola pendidikan ramah anak Pihak lain bisa saja mengintervensi kebijakan sekolah. 

Jika salah dalam memberi hukuman kepada siswa boleh jadi berujung pada pelanggaran HAM (Hak Azasi Manusia) dan bisa berakhir di pengadilan.

2.Kurikulum

Pada masa lampau, kita mengenal beberapa kurikulum pendidikan. Ada kurikulum 1968, yang berlaku sampai tahun 1975. 

Tahun ini lahir kurikulum 1975 setelah berusia 7 tahun. Artinya, kurikulum itu berusia lama, tidak banyak diutak-atik oleh pengambil kebijakan.

Kurikulum 1975 justru berusia lebih panjang, 9 tahun. Penggantinya adalah kurikulum 1984 yang berorientasi pada hasil pembelajaran. 

Prinsip CBSA hadir ketika kurikulum ini diberlakukan.

Setelah 10 tahun usia kurikulum ini diganti menjadi kurikulum 1994 yang berorientasi pada keterampilan proses.

Ketika bergulir era reformasi, entah berapa kali terjadi ‘penyempurnaan’ kurikulum. Ada kurikulum KBK (kurikulum berbasis kompetensi), kurikulum 2006 atau disebut juga kurikulum KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). 

Setelah itu lahir kurikulum 2013 dimana pelaksanaannya masih belum menyeluruh saat ini.

Kurikulum 2013 dinilai sarat muatan. Anak dituntut lebih proaktif belajar dan mencari sumber belajar. 

Jika Anda memiliki anak yang duduk di bangku SD sampai SMU/Sederajat yang menggunakan Kurikulum 2013, pastilah tas mereka sarat oleh buku-buku sumber belajar dan tugas rumah.

3.Guru

Jauh sebelum ini, guru benar-benar bebas dalam melaksanakan tugas mengajar. Memiliki otoritas terhadap tugas dan profesinya. 

Terhadap murid, guru dapat mengambil tindakan tegas yang bersifat mendidik. Selain itu guru sangat dihormati dan disegani.

Namun kesejahteraan guru masih belum memadai sehingga banyak guru yang terpaksa mencari tambahan penghasilan di luar. 

Kesejahteraan menjadi keluhan guru yang sering terdengar oleh masyarakat. Kemampuan profesional guru masih belum sesuai dengan tuntutan zaman.

Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Sertifikasi Guru dan Dosen menyandang misi kesejahteraan dan keprofesional guru. 

Jika keluhan guru adalah masalah kesejahteraan, maka tuntutan pemerintah adalah kemampuan profesional. 

Guru zaman sekarang haruslah sejahtera lahir dan bathin agar kemampuan profesionalnya bisa diandalkan (?).

Program sertifikasi dilaksanakan secara efektif mulai tahun 2007. Sampai saat ini program sertifikasi guru telah berjalan 9 tahun. Hampir seumur kurikulum sebelum era reformasi. 

Tentunya, sangat riskan mengatakan kalau program itu telah atau belum berhasil. Yang pasti, proses penyempurnaan sistem dan proses pendidikan masih berlangsung.***