Plus Minus Sekolah Sehari Penuh

Plus minus sekolah sehari penuh – Wacana sekolah sehari penuh (full day school) telah bergulir sejak beberapa hari belakangan. Plus minus tanggapan terhadap wacana tersebut berhamburan keluar dari masyarakat melalui berbagai media.

Ada yang mendukung gagasan tersebut karena dinilai positif dalam rangka pembentukan sikap dan karakter anak. Sekolah sehari penuh menjadikan lingkungan sekolah sebagai lingkungan utama bagi anak.

Sebagai lingkungan pendidikan, lingkungan sekolah berupaya memenuhi 3 ranah penting bagi pendidikan anak. Yaitu; ranah kognitif (intelektual), afektif (sikap, tingkah laku dan karakter) serta ranah psikomotorik (keterampilan dasar).

Guru berperan penting dalam upaya pencapaian ketiga ranah tersebut. Pola sekolah sehari penuh sudah biasa diterapkan di sekolah berbasis swasta dan beberapa sekolah negeri yang berada di perkotaan.

Ada juga yang meminta untuk ditinjau kembali karena penerapan sekolah sehari penuh memerlukan pengkajian yang mendalam. Namun tidak sedikit yang menolak wacana sekolah sehari penuh.

Penolakan ini setelah melalui pertimbangan dan alasan tertentu. Berdasarkan pengamatan, ada beberapa minus jika diterapkan wacana sekolah sehari penuh;

1.Perhatian orangtua terhadap anak

Sekolah sehari penuh telah mengurangi perhatian orangtua terhadap anak. Jika anak sekolah sampai sore, besar kemungkinan anak sudah keletihan belajar, apalagi bagi anak usia SD dan SMP. Pulang sekolah mereka langsung tidur.

Pola sekolah sehari penuh juga mengurangi perhatian orangtua dalam mendidik anak. Padahal orangtua berperanan penting dalam mendidik anak di lingkungan keluarga.

2.Tugas guru di sekolah menjadi lebih berat

Tugas mengajar 24 jam dirasa sudah berat. Dengan bertambahnya waktu di sekolah akan memperberat tugas guru, meskipun itu dalam bentuk pengembangan sikap dan karakter anak.

3.Bertambah biaya pendidikan anak

Sekolah sehari penuh akan menambah uang saku anak untuk biaya makan dan jajan di sekolah. Selama ini sebagian orangtua sudah mengalami kesulitan dalam pembiayaan sekolah anaknya. 

Program-program bantuan untuk anak sekolah masih banyak yang belum mencapai sasaran.

Tidak semua orangtua berkemampuan baik untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Dengan penerapan sekolah sehari penuh jelas akan memperberat beban orangtua anak.

4.Kemandirian anak terbelenggu

Sekolah sehari penuh akan membelenggu kemandirian anak. Anak dilatih untuk mentaati sejumlah peraturan sekolah tanpa kreativitas. Anak hanya menurut pada aturan yang diterapkan sekolah. 

Sebaliknya mengurangi sikap mandiri mereka untuk bersikap kreatif mengambil tindakan atau melakukan sesuatu.

5.Kemampuan bersosialisai semakin berkurang

Resiko sekolah sehari penuh adalah berkurangnya waktu untuk bersosialisasi bagi anak dengan orangtua dan anggota keluarga. Begitu pula beradaptasi dengan lingkungan sosial masyarakat.

Anak terisolasi dari pergaulan sosial pada usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. 

Dikhawatirkan, ketika mereka terjun ke tengah masyarakat akan terkejut menghadapi lingkungan luar, dimana jauh berbeda dengan yang biasa mereka temukan di lingkungan sekolah.

Pertanyaan yang muncul di benak kita, sebegitu parahkah pengaruh lingkungan sosial masyarakat terhadap karakter anak? 

Apakah karakter masyarakat sudah tidak bisa lagi jadi panutan sehingga siswa perlu diisolasi di sekolah demi penanaman nilai sikap dan karakter pada anak didik?

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa wacana sekolah sehari penuh sangat bagus untuk diterapkan namun perlu peninjauan kembali terhadap keberagaman sosial budaya masyarakat dan lingkungan sekolah.

Penerapan sekolah sehari penuh tidak perlu dilakukan secara menyeluruh namun disesuaikan dengan kondisi sekolah, sosial dan budaya orangtua dan masyarakat di sekitarnya. 

Jika diterapkan secara menyeluruh pada setiap SD dan SMP akan beresiko munculnya masalah baru yang lebih rumit.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel