Plus Minus Sekolah Sehari Penuh
Agustus 09, 2016
Plus minus sekolah sehari penuh
– Wacana sekolah sehari penuh (full day school) telah bergulir sejak beberapa
hari belakangan. Plus minus tanggapan terhadap wacana tersebut berhamburan
keluar dari masyarakat melalui berbagai media.
Ada yang mendukung gagasan tersebut karena dinilai positif dalam rangka pembentukan sikap dan karakter anak. Sekolah sehari penuh menjadikan lingkungan sekolah sebagai lingkungan utama bagi anak.
Sebagai lingkungan pendidikan, lingkungan sekolah berupaya memenuhi 3 ranah penting bagi pendidikan anak. Yaitu; ranah kognitif (intelektual), afektif (sikap, tingkah laku dan karakter) serta ranah psikomotorik (keterampilan dasar).
Guru berperan penting dalam upaya pencapaian ketiga ranah tersebut. Pola sekolah sehari penuh sudah biasa diterapkan di sekolah berbasis swasta dan beberapa sekolah negeri yang berada di perkotaan.
Ada
juga yang meminta untuk ditinjau kembali karena penerapan sekolah sehari penuh
memerlukan pengkajian yang mendalam. Namun tidak sedikit yang menolak wacana
sekolah sehari penuh.
Penolakan
ini setelah melalui pertimbangan dan alasan tertentu. Berdasarkan pengamatan,
ada beberapa minus jika diterapkan wacana sekolah sehari penuh;
1.Perhatian orangtua terhadap anak
Sekolah
sehari penuh telah mengurangi perhatian orangtua terhadap anak. Jika anak
sekolah sampai sore, besar kemungkinan anak sudah keletihan belajar, apalagi
bagi anak usia SD dan SMP. Pulang sekolah mereka langsung tidur.
Pola
sekolah sehari penuh juga mengurangi perhatian orangtua dalam mendidik anak. Padahal
orangtua berperanan penting dalam mendidik anak di lingkungan keluarga.
2.Tugas guru di sekolah menjadi lebih berat
Tugas
mengajar 24 jam dirasa sudah berat. Dengan bertambahnya waktu di sekolah akan
memperberat tugas guru, meskipun itu dalam bentuk pengembangan sikap dan
karakter anak.
3.Bertambah biaya pendidikan anak
Sekolah
sehari penuh akan menambah uang saku anak untuk biaya makan dan jajan di
sekolah. Selama ini sebagian orangtua sudah mengalami kesulitan dalam pembiayaan
sekolah anaknya.
Program-program bantuan untuk anak sekolah masih banyak yang
belum mencapai sasaran.
Tidak
semua orangtua berkemampuan baik untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.
Dengan penerapan sekolah sehari penuh jelas akan memperberat beban orangtua
anak.
4.Kemandirian anak terbelenggu
Sekolah
sehari penuh akan membelenggu kemandirian anak. Anak dilatih untuk mentaati sejumlah
peraturan sekolah tanpa kreativitas. Anak hanya menurut pada aturan yang
diterapkan sekolah.
Sebaliknya mengurangi sikap mandiri mereka untuk bersikap
kreatif mengambil tindakan atau melakukan sesuatu.
5.Kemampuan bersosialisai semakin berkurang
Resiko
sekolah sehari penuh adalah berkurangnya waktu untuk bersosialisasi bagi anak
dengan orangtua dan anggota keluarga. Begitu pula beradaptasi dengan lingkungan
sosial masyarakat.
Anak
terisolasi dari pergaulan sosial pada usia sekolah dasar dan sekolah menengah
pertama.
Dikhawatirkan, ketika mereka terjun ke tengah masyarakat akan terkejut
menghadapi lingkungan luar, dimana jauh berbeda dengan yang biasa mereka temukan
di lingkungan sekolah.
Pertanyaan
yang muncul di benak kita, sebegitu parahkah pengaruh lingkungan sosial masyarakat terhadap karakter anak?
Apakah karakter masyarakat sudah tidak bisa lagi jadi
panutan sehingga siswa perlu diisolasi di sekolah demi penanaman nilai sikap
dan karakter pada anak didik?
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa wacana sekolah sehari penuh sangat bagus untuk diterapkan
namun perlu peninjauan kembali terhadap keberagaman sosial budaya masyarakat
dan lingkungan sekolah.
Penerapan
sekolah sehari penuh tidak perlu dilakukan secara menyeluruh namun disesuaikan
dengan kondisi sekolah, sosial dan budaya orangtua dan masyarakat di
sekitarnya.
Jika diterapkan secara menyeluruh pada setiap SD dan SMP akan beresiko munculnya masalah baru yang lebih rumit.***