Cintaku Terjepit di Balik Pintu Kelas
September 20, 2016
Cintaku terjepit di balik pintu
kelas – Sudah tiga hari ini, pintu kelas 8 A itu
tertutup ketika proses belajar mengajar berlangsung. Sepertinya hal itu sengaja
dilakukan oleh setiap guru yang mengajar di kelas itu.
Sudah tiga hari pula aku tak melihat wajah cantik Dini Prastika di balik pintu kelasku. Kini aku hanya bisa memandang pintu kelas 8 A yang tertutup. Serasa tak ada gunanya lagi aku menoleh ke sana. Aku merasa kehilangan namun tidak memahami entah apa yang hilang pada hati dan pikiranku.
Dini Prastika, adik kelasku yang cantik memesona. Tak heran jika banyak teman-teman di sekolahku yang suka padanya. Banyak cowok-cowok mendekati. Mengobrol, bercanda ria dengan adik kelasku yang nyaris mirip Tamara Blezensky itu. Sedangkan aku?
Sungguh,
aku tak berani mendekati Tamara…, eh…Dina Prastika itu. Aku merasa
minder, rendah diri. Merasa kalah ganteng, kalah ngetren, dan kalah segalanya dari teman-teman cowok yang mendekati
Dini. Aku hanya menjadi seorang siswa pemuja rahasia adik kelasku.
***
Dini
Prastika yang manis, duduk di barisan paling depan, dekat pintu kelas 8 A. Itu
artinya dengan mudah aku bisa mencuri pandang, menoleh ke arah Dini ketika jam
belajar berlangsung.
Aku
juga duduk di barisan depan dekat pintu. Kadang-kadang sengaja membuka pintu
kelas lebar-lebar, supaya dapat menoleh ke arah Dini ketika sedang belajar.
Sungguh menyenangkan memandang dari jauh wajah macan, alias manis dan cantik milik Dini.
Memang,
posisi gedung belajar antara kelas 8 dan 9 begitu strategis. Kedua unit gedung itu seakan membentuk huruf
‘L’. Kelas 8 A terletak di bagian ujung, begitu pula 9 A sehingga dua kelas itu
nyaris berhadapan satu sama lain.
Dengan
posisi kelas 8 A dan 9 A membentuk sudut sembilan puluh derajat, memungkinkan
siswa yang duduk di dekat pintu, termasuk aku, dapat saling melihat. Tentunya
bila pintu masing-masing kelas terbuka. Tapi, sejak tiga hari belakangan, pintu
kelas 8 A jarang yang terbuka seperti sebelumnya. Ada apa gerangan? Pertanyaan
ini semakin membuat sarang di benakku.
***
Terkejut
bukan main, mana kala dari pengeras suara sekolah terdengar sebuah panggilan
untukku agar segera datang ke meja guru piket. Panggilan itu tak mungkin
ku-abaikan.
Setelah
minta izin pada guru, aku segera memenuhi panggilan itu. Guru piket sekolah
yang bertugas hari itu serta merta menyuruhku untuk menemui wali kelasku di
ruang majelis guru.
Di
ruangan majelis guru, buk Fika wali kelasku ternyata sudah menunggu. Aku hanya
berdiri mematung di hadapan buk Fika.
“Kamu
sudah tahu alasannya, mengapa dipanggil kesini?” tanya buk Fika, membuat aku
merasa tersudut.
Aku
terdiam. Rasanya aku tak melakukan pelanggaran terhadap peraturan atau tata
tertib sekolah.
“Tidak,
bu…” sahutku kemudian, pelan.
“Mulai
besok, kamu harus pindah duduk ke bagian tengah ruang kelas IX A. Denah tempat
duduk yang sudah ada segera akan diubah kembali. Kamu mengerti?”
“Tapi
buk…”
“Tapi
apa lagi?” suara buk Fika meninggi.
“Kenapa
saya dipindahkan, buk?”
“Oh,
ternyata kamu memang belum menyadari kesalahanmu. Baiklah kalau begitu,” kata
buk Fika menjelaskan kesalahan yang telah kulakukan selama belajar.
Aku
serius mendengar keterangan buk Fika.
“
Lagi pula, siswi kelas 8 A bernama Dini Prastika, merasa terganggu dengan sikap
kamu yang selalu menoleh dan memperhatikannya sedang belajar.” tambah buk fika.
Aku
terhenyak mendengar penjelasan buk Fika. Ternyata, hampir semua guru yang
mengajar di kelas 9 A menyarankan pada wali kelas untuk segera memindahkan
tempat dudukku. Aku sering dikatakan tidak fokus belajar. Selalu melirik ke
arah luar kelas ketika pembelajaran berlangsung.
Dan,
yang ini, tingkahku selama ini ternyata telah mengganggu konsentrasi belajar
Dini Prastika. Pantas sejak tiga hari belakangan ini, pintu kelas 8 A selalu
ditutup oleh guru. Agar aku tak bisa lagi memandangi wajah manis Dini Prastika.
Oh.
Ternyata, cintaku telah terjepit di balik pintu kelas Dini Prastika…***
Baca
juga cerita lainnya: