Cintaku Terjepit di Balik Pintu Kelas

Cintaku terjepit di balik pintu kelas – Sudah tiga hari ini, pintu kelas 8 A itu tertutup ketika proses belajar mengajar berlangsung. Sepertinya hal itu sengaja dilakukan oleh setiap guru yang mengajar di kelas itu.

Sudah tiga hari pula aku tak melihat wajah cantik Dini Prastika di balik pintu kelasku. Kini aku hanya bisa memandang pintu kelas 8 A yang tertutup. Serasa tak ada gunanya lagi aku menoleh ke sana. Aku merasa kehilangan namun tidak memahami entah apa yang hilang pada hati dan pikiranku.

Dini Prastika, adik kelasku yang  cantik memesona. Tak heran jika banyak teman-teman di sekolahku yang suka padanya. Banyak cowok-cowok mendekati. Mengobrol, bercanda ria dengan adik kelasku yang nyaris mirip Tamara Blezensky itu. Sedangkan aku?

Sungguh, aku tak berani mendekati Tamara…, eh…Dina Prastika itu. Aku merasa minder, rendah diri. Merasa kalah ganteng, kalah ngetren, dan kalah segalanya dari teman-teman cowok yang mendekati Dini. Aku hanya menjadi seorang siswa pemuja rahasia adik kelasku.
***
Dini Prastika yang manis, duduk di barisan paling depan, dekat pintu kelas 8 A. Itu artinya dengan mudah aku bisa mencuri pandang, menoleh ke arah Dini ketika jam belajar berlangsung.

Aku juga duduk di barisan depan dekat pintu. Kadang-kadang sengaja membuka pintu kelas lebar-lebar, supaya dapat menoleh ke arah Dini ketika sedang belajar. Sungguh menyenangkan memandang dari jauh wajah macan, alias manis dan cantik milik Dini.

Memang, posisi gedung belajar antara kelas 8 dan 9 begitu strategis.  Kedua unit gedung itu seakan membentuk huruf ‘L’. Kelas 8 A terletak di bagian ujung, begitu pula 9 A sehingga dua kelas itu nyaris berhadapan satu sama lain.

Dengan posisi kelas 8 A dan 9 A membentuk sudut sembilan puluh derajat, memungkinkan siswa yang duduk di dekat pintu, termasuk aku, dapat saling melihat. Tentunya bila pintu masing-masing kelas terbuka. Tapi, sejak tiga hari belakangan, pintu kelas 8 A jarang yang terbuka seperti sebelumnya. Ada apa gerangan? Pertanyaan ini semakin membuat sarang di benakku.
***
Terkejut bukan main, mana kala dari pengeras suara sekolah terdengar sebuah panggilan untukku agar segera datang ke meja guru piket. Panggilan itu tak mungkin ku-abaikan.

Setelah minta izin pada guru, aku segera memenuhi panggilan itu. Guru piket sekolah yang bertugas hari itu serta merta menyuruhku untuk menemui wali kelasku di ruang majelis guru.

Di ruangan majelis guru, buk Fika wali kelasku ternyata sudah menunggu. Aku hanya berdiri mematung di hadapan buk Fika.

“Kamu sudah tahu alasannya, mengapa dipanggil kesini?” tanya buk Fika, membuat aku merasa tersudut.

Aku terdiam. Rasanya aku tak melakukan pelanggaran terhadap peraturan atau tata tertib sekolah.

“Tidak, bu…” sahutku kemudian, pelan.
“Mulai besok, kamu harus pindah duduk ke bagian tengah ruang kelas IX A. Denah tempat duduk yang sudah ada segera akan diubah kembali. Kamu mengerti?”
“Tapi buk…”
“Tapi apa lagi?” suara buk Fika meninggi.
“Kenapa saya dipindahkan, buk?”
“Oh, ternyata kamu memang belum menyadari kesalahanmu. Baiklah kalau begitu,” kata buk Fika menjelaskan kesalahan yang telah kulakukan selama belajar.

Aku serius mendengar keterangan buk Fika.

“ Lagi pula, siswi kelas 8 A bernama Dini Prastika, merasa terganggu dengan sikap kamu yang selalu menoleh dan memperhatikannya sedang belajar.” tambah buk fika.

Aku terhenyak mendengar penjelasan buk Fika. Ternyata, hampir semua guru yang mengajar di kelas 9 A menyarankan pada wali kelas untuk segera memindahkan tempat dudukku. Aku sering dikatakan tidak fokus belajar. Selalu melirik ke arah luar kelas ketika pembelajaran berlangsung.

Dan, yang ini, tingkahku selama ini ternyata telah mengganggu konsentrasi belajar Dini Prastika. Pantas sejak tiga hari belakangan ini, pintu kelas 8 A selalu ditutup oleh guru. Agar aku tak bisa lagi memandangi wajah manis Dini Prastika.

Oh. Ternyata, cintaku telah terjepit di balik pintu kelas Dini Prastika…***
Baca juga cerita lainnya:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel