Membekali Pernikahan dengan Ilmu
September 01, 2016
Membekali pernikahan dengan ilmu
– Pernikahan itu memang perlu dibekali dengan berbagai ilmu, ilmu bersifat umum
dan terlebih lagi ilmu agama. Bagamana tidak? Sekolah pertama bagi anak-anak
kita adalah rumah. Tentunya kedua orangtua menjadi guru pertama bagi anak-anak
kita.
Di rumah
itulah mereka akan mengenal kehidupan, mulai dari mengenal makan, minum, berbicara,
membaca, mengaji dan banyak hal lainnya.
Orangtua menjadi guru dan pendidik pertama yang mengenalkan semua itu pada anak
di rumah.
Mari
sejenak kita perhatikan kondisi di era globalisasi sekarang. Cukup banyak yang kita lihat para pemuda/pemudi dihadang oleh
berbagai krisis.
Banyak yang mengalami krisis ekonomi, begitu pula miskin akan
akhlak dan budi pekerti.
Mengapa?
Itu semua karena mereka tidak di bekali
dengan ilmu yang memadai oleh orang tua mereka. Sebaliknya, orangtua mereka
hanya mempercayakan pendidikan anak hanya ke lembaga sekolah semata.
Padahal di
sekolah itu sangat singkat waktu bagi guru dan siswa untuk saling berinteraksi.
Sebagai
contoh dalam mata pelajaran Agama Islam, dalam satu minggu siswa itu hanya
belajar agama dua jam pelajaran. Satu
jam pelajaran itu bukan satu jam yang biasa kita pakai tapi hanya 45 menit.
Sangat minim bukan?
Hanya 2 kali 45 menit dalam seminggu anak-anak kita mengenal ilmu agama dan akhlak.
Coba saja kita kalikan dalam satu bulan.
Samudera pernikahan
Pernikahan
ibarat lautan samudra. Dari jauh, samudra itu terlihat indah dan menawan. Dihiasi kilauan birunya air dan awan putih bersih
melengkapinya. Benar-benar nampak indah dan menawan.
Didalamnya
terdapat ikan-ikan dengan beraneka ragam terumbu karang. Begitu pula mutiara yang
berkilau, menghiasi beningnya air laut berwarna-warni menggambarkan keindahan
laut.
Mutiara yang teramat mahal ada didasar lautan, karang-karang yang
bervariasi menjadi daya tarik yang sudah pasti. Itulah secuil tamsilan
pernikahan.
Namun
mampukah kita menyelami lautan tanpa perbekalan yang lengkap karena pernikahan
itu bukan main-main.
Pernikahan tanpa persiapan dan ilmu yang begitu cukup
mewadahi, ibarat terbang tanpa mempunyai sepasang sayap. Karena pernikahan itu
adalah awal kehidupan yang baru dalam suasana yang berbeda.
Dari
pernikahan itu, kita akan mendapatkan keturunan yang akan melanjutkan dan akan
bertanggung jawab terhadap perjuangan generasi sesudah kita.
Saudaraku,
banyak keindahan dan kemanisan yang dilimpahkan ketika belum menikah. Ketika
kita hanya melihat dari jauh dan ketika kita hanya memikirkan dan melihat
betapa indah langit itu.
Padahal
dengan kekuatan apapun kita tidak akan pernah mampu menggapai langit itu, dan
tidak akan mampu menggenggam sedikitpun awan tersebut. Begitupun dengan
kebahagiaan semu dalam pernikahan.
Istri
dan suami sebelum nikah tampak paling wah, apalagi saat menjalani masa-masa
pacaran.. ‘hidup bagaikan milik berdua saja’ namun waktu akan meniup
keindahan itu seperti meniupkan angin terhadap awan, akhirnya terbang melayang
dan hilang.
Ke-wah-an pun berubah jadi 'iiiii jyyyyy’. Suami/istri
lama-lama biasa menjadi sosok yang menyeramkan. Hijau dan asrinya alam
melambangkan kesejukan ibarat janji-janji yang menawarkan lautan madu, padahal
didalam alam itu banyak sekali binatang-binatang buas dibawahnya.
Kita
tidak tahu apakah alam itu ramah apa tidak. Begitupun kita, tidak akan
mengetahui bahaya apa saja yang ada dalam pernikahan dan penderitaan semacam
apa yang akan kita dapatkan.
Ikan-ikan
yang beraneka ragam ibarat manusia yang berbeda sifat dan keinginan. Setiap langkah
kita dalam mempersiapkan bahtera pernikahan, sekecil apapun itu, maka itulah
langkah penentu masa depan kita.
Tak
mungkin langkah yang sudah jauh kita tempuh harus mundur dan kembali hanya
karena melihat betapa banyak liku-liku dan jurang-jurang yang akan dilewati.
Itu bukan sifat dan karakter kita!
Selamat
untuk merencanakan hidup yang lebih baik, dengan merancang sebuah kehidupan rumah tangga yang ‘sakinah mawwadah wa rahmah’ dengan senantiasa meraih keridhaan
Allah SWT. (*Penulis: Hadi Rahim)