Pendidikan Karakter dalam Matra Kembali ke Surau
September 23, 2016
Pendidikan dalam matra kembali ke
surau – Program 'babaliak ka nagari' (kembali ke negari) sejalan dengan program 'babaliak ka surau'(kembali ke surau). Dua program ini memiliki
nilai-nilai pendidikan karakter ciri khas syariat Islam dan budaya adat
minangkabau. Suatu upaya mengembalikan nilai-nilai sikap dan budaya masyarakat yang
pernah berjaya di tengah masyarakat alam minangkabau.
Membudayakan kembali pendidikan karakter, sikap dan budaya alam minangkabau bukan berarti orang minangkabau tidak menghendaki perubahan dan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Program pendidikan karakter dalam matra 'babaliak ka surau, justru bertujuan agar nilai-nilai sikap dan kebudayaan masyarakat minangkabau tidak tergilas oleh kemajuan zaman.
Sejak
dulunya masyarakat minangkabau dikenal sangat
religius, kuat memegang nilai-nilai tradisi adat dan budaya. Suka bermusyawarah untuk
mencapai kata mufakat dalam suku dan kaumnya. Ini sesuai dengan pepatah,
Bulek aia dek pambuluahBulek kato dek mufakaikBulek lah buliah digolongkanPicak lah buliah dilayangkan
Setiap
suku di suatu negeri atau jorong memiliki sebuah surau. Surau ini tidak hanya
untuk beribadah kepada Allah SWT.
Fungsi surau juga sebagai basis pendidikan
karakter anak dan kemenakan (keponakan). Sebagai tempat yang netral untuk
bermusyawarah dan bermufakat antara pimpinan kaum dengan anggota kaumnya.
Konsep
ini didasarkan firman Allah SWT,yang artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS:Asy-syura;38)
Perkembangan
zaman, lmu pengetahuan dan teknologi (iptek), sosial-budaya dan ekonomi, fungsi
sebuah surau mengalami pergeseran.
Anak dan kemenakan dalam suatu kaum sudah
mulai meninggalkan surau. Nilai-nilai syariat dan adat istiadat yang bermula
dari surau mulai tergerus oleh arus perkembangan zaman.
Berdasarkan
kondisi kekinian tersebut, pemimpin negari dan kaum kembali menggerakkan
program babaliak ka surau.
Akan menjadikan kembali surau sebagai basis
pendidikan karakter, adat dan budaya minangkabau dan misi lainnya yang
terkandung dalam program ini.
Babaliak ka surau adalah ajakan untuk anak dan kemenakan untuk mengembalikan fungsi surau sebagai
tempat beribadat, mengaji, pendidikan karakter, musyawarah dan gotong royong.
Idealnya,
himbauan babaliak ka surau untuk anak
dan kemenakan seyogyanya didahului oleh babaliak basurau (kembali bersurau) oleh pemimpin negari dan kaum adat.
Dalam hal
ini adalah para pemimpin kaum, ninik mamak, alim ulama serta cadiak pandai.
Para memimpin ini perlu menerapkan filosofi memandikan kuda dalam menggerakkan babaliak ka surau.
Jika
ada anak dan kemenakan bersikap dan
bertindak tanduk diluar syariat islam, adat dan budaya minangkabau, maka pemimpin
ini dapat langsung memanggil dan mendidik
anak dan kemenakan tersebut.
Mendidik untuk bermusyawarah, menegur yang kurang
sesuai, memberikan pendidikan karakter, serta meluruskan hal-hal yang
bertentangan dengan syariat maupun adat istiadat dalam kaumnya.
Itulah
pada hakikatnya makna pendidikan karakter dalam
matra babaliak ka surau di
minangkabau.***