Belajar dari Disiplin Kongsi Buruh Tani
Januari 29, 2017
Belajar dari disiplin kongsi buruh tani - Bukan
hanya pegawai kantoran yang punya peraturan. Tidak hanya siswa atau mahasiswa
yang mempunyai tata tertib atau disiplin. Buruh tani juga punya disiplin
meskipun tidak tertulis.
Disiplin buruh tani memang tidak tertulis. Namun kekuatan disiplin buruh tani bisa jadi melebihi kekuatan peraturan tertulis yang ada di lembaga atau instansi. Mengapa bisa begitu?
Di lembaga pemerintah atau sekolah ada peraturan dan tata tertib yang berlaku dan harus dipatuhi oleh anggota komunitas tempat itu.
Bahkan penegakan disiplin di tempat-tempat itu begitu tegas. Yang melanggar disiplin akan diberi sanksi lisan maupun sanksi yang lebih berat dari itu.
Meskipun
begitu, peraturan dan disiplin bersifat tertulis di tempat itu masih banyak
yang tidak menaatinya.
Ketika ada pimpinan mereka benar-benar disiplin. Paling
tidak berpura-pura disiplin. Tapi coba tidak datang pemimpin mereka.
Para
bawahan banyak yang melanggar disiplin dengan berbagai alasan.
Berbeda
dengan pengalaman saya menjadi seorang buruh tani di desa. Dulu, selama saya
menjadi anggota kongsi buruh tani, jarang saya perhatikan terjadi pelanggaran
aturan dalam kongsi buruh tani.
Para
anggota kongsi buruh tani bekerja dengan sepenuh hati. Ada atau tidak ada
pemilik sawah atau ladang. Diperhatikan atau tidak oleh ketua kongsi, para
anggota tidak ada yang melanggar kesepakatan kerja.
Saya
masih ingat, kongsi buruh tani yang saya ikuti bekerja di sawah atau ladang.
Biasanya, jadwal kerja dua hari dalam seminggu, senin dan Rabu. Masuk pukul
delapan pagi dan keluar pukul 5 sore.
Dalam
selang waktu tersebut, ada jadwal istirahat. Misalnya, pukul sepuluh pagi
waktunya istirahat untuk minum kopi dan mincicipi makanan ringan yang di
antarkan pemilik sawah atau ladang. Waktu untuk ini hanya lima belas menit.
Pukul
dua belas tepat, anggota kongsi buruh tani istirahat selama satu jam untuk makan
siang. Makan siang tidak disiapkan oleh pemilik sawah.
Para anggota kongsi
harus membawa bekal makan siang sendiri. Usai makan siang dilanjutkan dengan
shalat kemudian istirahat.
Pukul
tiga sore kembali istirahat untuk menikmati penganan ringan dari pemilik lahan
yang kami olah. Waktunya juga lima belas menit.
Uniknya,
ketika hujan turun tidak ada aturan untuk berhenti. Kalau hujan, anggota kongsi
menggunakan mantel dari kertas plastik dan topi pandan lebar.
Tidak seorang pun
anggota kongsi yang mau berhenti bekerja dan mencari tempat perlindungan dari
hujan.
Begitulah,
kongsi buruh tani begitu taat pada aturan. Ketaatan pada aturan kerja bukan karena
pemilik lahan. Bukan pula karena ketua kongsi.
Ketaatan para anggota kongsi
hanya karena sadar akan tanggung jawab terhadap pemilik lahan dan keberkahan upah
yang bakal diterima.
Uniknya
lagi, upah yang diterima anggota kongsi bukan sehabis bekerja atau upah harian.
Akan tetapi anggota kongsi menerima upah akumulatif di setiap akhir tahun.
Namun demikian, aturan
tentang upah tidak pernah dipertanyakan anggota. Apalagi membuat mundur
semangat anggota untuk bekerja dengan baik.
Baca juga : Ciri Khas Pemandangan Alam Desa Pertanian
Saya
berpikir waktu itu, anggota kongsi buruh tani enggan untuk melanggar aturan
atau disiplin kerja karena ingat akan upah yang diterima.
Buruh tani menerima
upah dengan cucuran keringat, membanting tulang dalam panas dan hujan.
Tidak
ingin pemilik lahan kecewa dengan hasil kerja anggota buruh tani. Tak mau untuk
mendapatkan upah yang sia-sia nilainya di mata Allah SWT. Itulah pembelajaran berharga yang saya petik dari disiplin kongsi buruh tani.***