Belajar dari Disiplin Kongsi Buruh Tani

Belajar dari disiplin kongsi buruh tani - Bukan hanya pegawai kantoran yang punya peraturan. Tidak hanya siswa atau mahasiswa yang mempunyai tata tertib atau disiplin. Buruh tani juga punya disiplin meskipun tidak tertulis.

Disiplin buruh tani memang tidak tertulis. Namun kekuatan disiplin buruh tani bisa jadi melebihi kekuatan peraturan tertulis yang ada di lembaga atau instansi. Mengapa bisa begitu?  

Di lembaga pemerintah atau sekolah ada peraturan dan tata tertib yang berlaku dan harus dipatuhi oleh anggota komunitas tempat itu.

Bahkan penegakan disiplin di tempat-tempat itu begitu tegas. Yang melanggar disiplin akan diberi sanksi lisan maupun sanksi yang lebih berat dari itu.

Meskipun begitu, peraturan dan disiplin bersifat tertulis di tempat itu masih banyak yang tidak menaatinya.

Ketika ada pimpinan mereka benar-benar disiplin. Paling tidak berpura-pura disiplin. Tapi coba tidak datang pemimpin mereka.

Para bawahan banyak yang melanggar disiplin dengan berbagai alasan.

Berbeda dengan pengalaman saya menjadi seorang buruh tani di desa. Dulu, selama saya menjadi anggota kongsi buruh tani, jarang saya perhatikan terjadi pelanggaran aturan dalam kongsi buruh tani.

Para anggota kongsi buruh tani bekerja dengan sepenuh hati. Ada atau tidak ada pemilik sawah atau ladang. Diperhatikan atau tidak oleh ketua kongsi, para anggota tidak ada yang melanggar kesepakatan kerja.

Saya masih ingat, kongsi buruh tani yang saya ikuti bekerja di sawah atau ladang. Biasanya, jadwal kerja dua hari dalam seminggu, senin dan Rabu. Masuk pukul delapan pagi dan keluar pukul 5 sore.

Dalam selang waktu tersebut, ada jadwal istirahat. Misalnya, pukul sepuluh pagi waktunya istirahat untuk minum kopi dan mincicipi makanan ringan yang di antarkan pemilik sawah atau ladang. Waktu untuk ini hanya lima belas menit.

Pukul dua belas tepat, anggota kongsi buruh tani istirahat selama satu jam untuk makan siang. Makan siang tidak disiapkan oleh pemilik sawah.

Para anggota kongsi harus membawa bekal makan siang sendiri. Usai makan siang dilanjutkan dengan shalat kemudian istirahat.

Pukul tiga sore kembali istirahat untuk menikmati penganan ringan dari pemilik lahan yang kami olah. Waktunya juga lima belas menit.

Uniknya, ketika hujan turun tidak ada aturan untuk berhenti. Kalau hujan, anggota kongsi menggunakan mantel dari kertas plastik dan topi pandan lebar.

Tidak seorang pun anggota kongsi yang mau berhenti bekerja dan mencari tempat perlindungan dari hujan.

Begitulah, kongsi buruh tani begitu taat pada aturan. Ketaatan pada aturan kerja bukan karena pemilik lahan. Bukan pula karena ketua kongsi.

Ketaatan para anggota kongsi hanya karena sadar akan tanggung jawab terhadap pemilik lahan dan keberkahan upah yang bakal diterima.

Uniknya lagi, upah yang diterima anggota kongsi bukan sehabis bekerja atau upah harian. Akan tetapi anggota kongsi menerima upah akumulatif  di setiap akhir tahun.

Namun demikian, aturan tentang upah tidak pernah dipertanyakan anggota. Apalagi membuat mundur semangat anggota untuk bekerja dengan baik.
Saya berpikir waktu itu, anggota kongsi buruh tani enggan untuk melanggar aturan atau disiplin kerja karena ingat akan upah yang diterima.

Buruh tani menerima upah dengan cucuran keringat, membanting tulang dalam panas dan hujan. 

Tidak ingin pemilik lahan kecewa dengan hasil kerja anggota buruh tani. Tak mau untuk mendapatkan upah yang sia-sia nilainya di mata Allah SWT. Itulah pembelajaran berharga yang saya petik dari disiplin kongsi buruh tani.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel