Keputusan Sang Putra Sulung

Akhirnya keputusan Adrian terpaksa saya restui sepenuhnya. Kemarin, putra sulung saya itu, memberi tahu kalau ia mau bekerja kembali. Ia telah menerima panggilan kerja sebagai pramusaji (waiter) di sebuah restoran mewah di kota P.

Sebelumnya Adrian sudah pernah bekerja sebagai seorang pramusaji di samping kuliah. Ia mendapat jadwal kerja sore sampai malam hari. Namun itu tidak sampai setahun, ia harus berhenti karena kesibukan perkuliahannya.

Jadwal kuliahnya semakin padat. Adrian khawatir energi akan terkuras, kuliah dari pagi kemudian dilanjutkan bekerja sore sampai malam.
Penghasilan sebagai pramusaji tidaklah kecil untuk ukuran seorang mahasiswa. Hampir semua pendapatan itu ditabung oleh Adrian. Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebagai mahasiswa di kota perantauan, Adrian menggunakan kiriman uang dari orangtuanya.

***
Keputusan Adrian bukan tidak beralasan. Cukup kuat pertimbangan dan alasannya untuk bekerja kembali di samping kuliah sehingga saya tidak dapat mencegahnya. Alasan utamanya adalah belajar hidup mandiri.

Ia ingin mencoba mencari uang sendiri sehingga kelak tidak merasa canggung lagi dengan kehidupan yang semakin rumit seperti sekarang ini. Mumpung semester ini waktu luangnya semakin banyak.

Katanya semester ini Ia hanya mengambil dua mata kuliah yang tersisa. Kalaupun ia akan menempuh penelitian lapangan untuk penyusunan skripsi, itupun masih enam bulan lagi. Sementara judul skripsinya sudah mendapat persetujuan dari pihak fakultas.

Alasan lain yang masuk akal adalah beban orangtuanya semakin berat. Kondisi ekonomi orangtuanya yang pas-pasan sebagai pegawai negeri telah mendorong Adrian untuk mengambil tindakan nyata di samping kuliah.

Di pihak lain, Adrian memiliki empat orang adik yang sedang menjalani proses pendidikan dan membutuhkan biaya besar. Satu orang adiknya juga sedang mengikuti kuliah tapi di kota lain.

Sementara dua orang lagi duduk di bangku SMU. Satu orang di antaranya sudah di kelas terakhir di bangku SMU dan tahun ini akan melanjutkan kuliah juga. Sedangkan adik bungsunya baru kelas 5 sekolah dasar.

Selain itu, Adrian berdalih betapa susahnya mencari pekerjaan zaman sekarang. Banyak pengangguran, termasuk sekian ribuan tamatan perguruan tinggi yang menganggur.

Gelar akademik dan ijazah sarjana yang sudah dikantongi belum menjamin untuk mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Apalagi memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan ijazah yang dimiliki.

Jika Adrian menyelesaikan perkuliahannya, ia tak perlu risau. Tak perlu mencari-cari pekerjaan lain kesana kemari sambil menunggu lowongan pekerjaan yang sesuai itu datang. Toh, ia sudah memulai pekerjaan itu dari sekarang. 

Memang, sejak semula Adrian berencana untuk bekerja apa dan dimana saja Semasa kuliah sekalipun, selagi bisa dan ada kesempatan. Begitu pula setelah menamatkan perkuliahan dan jadi sarjana kelak. Ia tidak akan menunggu lowongan pekerjaan yang sesuai itu datang. 

Ya, itulah alasan dari keputusan putra sulung saya untuk kembali bekerja. Keputusan yang cukup nalar dan sulit untuk saya intervensi. Sekarang, saya tidak dapat berkata apa-apa lagi  selain merestui keputusannya.***