Keputusan Sang Putra Sulung
Januari 26, 2017
Akhirnya keputusan Adrian
terpaksa saya restui sepenuhnya. Kemarin, putra sulung saya itu, memberi tahu
kalau ia mau bekerja kembali. Ia telah menerima panggilan kerja sebagai
pramusaji (waiter) di sebuah restoran mewah di kota P.
Sebelumnya Adrian sudah pernah bekerja sebagai seorang pramusaji di samping kuliah. Ia mendapat jadwal kerja sore sampai malam hari. Namun itu tidak sampai setahun, ia harus berhenti karena kesibukan perkuliahannya.
Jadwal kuliahnya semakin padat. Adrian khawatir energi akan terkuras, kuliah dari pagi kemudian dilanjutkan bekerja sore sampai malam.
Penghasilan
sebagai pramusaji tidaklah kecil untuk ukuran seorang mahasiswa. Hampir semua
pendapatan itu ditabung oleh Adrian. Untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
sebagai mahasiswa di kota perantauan, Adrian menggunakan kiriman uang dari
orangtuanya.
***
Keputusan Adrian bukan tidak
beralasan. Cukup kuat pertimbangan dan alasannya untuk bekerja kembali di
samping kuliah sehingga saya tidak dapat mencegahnya. Alasan utamanya adalah
belajar hidup mandiri.
Ia
ingin mencoba mencari uang sendiri sehingga kelak tidak merasa canggung lagi
dengan kehidupan yang semakin rumit seperti sekarang ini. Mumpung semester ini
waktu luangnya semakin banyak.
Katanya
semester ini Ia hanya mengambil dua mata kuliah yang tersisa. Kalaupun ia akan
menempuh penelitian lapangan untuk penyusunan skripsi, itupun masih enam bulan
lagi. Sementara judul skripsinya sudah mendapat persetujuan dari pihak
fakultas.
Alasan
lain yang masuk akal adalah beban orangtuanya semakin berat. Kondisi ekonomi orangtuanya
yang pas-pasan sebagai pegawai negeri telah mendorong Adrian untuk mengambil
tindakan nyata di samping kuliah.
Di
pihak lain, Adrian memiliki empat orang adik yang sedang menjalani proses
pendidikan dan membutuhkan biaya besar. Satu orang adiknya juga sedang mengikuti
kuliah tapi di kota lain.
Sementara
dua orang lagi duduk di bangku SMU. Satu orang di antaranya sudah di kelas
terakhir di bangku SMU dan tahun ini akan melanjutkan kuliah juga. Sedangkan
adik bungsunya baru kelas 5 sekolah dasar.
Selain
itu, Adrian berdalih betapa susahnya mencari pekerjaan zaman sekarang. Banyak
pengangguran, termasuk sekian ribuan tamatan perguruan tinggi yang menganggur.
Gelar
akademik dan ijazah sarjana yang sudah dikantongi belum menjamin untuk
mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Apalagi memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan ijazah yang dimiliki.
Jika Adrian menyelesaikan perkuliahannya, ia tak perlu risau. Tak perlu mencari-cari pekerjaan lain kesana kemari sambil menunggu lowongan pekerjaan yang sesuai itu datang. Toh, ia sudah memulai pekerjaan itu dari sekarang.
Memang, sejak semula Adrian berencana untuk bekerja apa dan dimana saja Semasa kuliah sekalipun, selagi bisa dan ada kesempatan. Begitu pula setelah menamatkan perkuliahan dan jadi sarjana kelak. Ia tidak akan menunggu lowongan pekerjaan yang sesuai itu datang.
Ya, itulah
alasan dari keputusan putra sulung saya untuk kembali bekerja. Keputusan yang cukup
nalar dan sulit untuk saya intervensi. Sekarang, saya tidak dapat berkata
apa-apa lagi selain merestui keputusannya.***