Antara Kenangan Saya dan Kereta Api
April 20, 2017
Antara kenangan saya dan kereta api –
Sampai sekarang, kereta api menjadi kenangan yang selalu melekat di hati saya.
Apalagi ketika melihat foto transportasi darat yang populer tempoe doeloe ini.
Setiap melihat kendaraan beroda dan berjalan di besi rel ini, pikiran saya melayang ke masa silam. Ada kenangan saya berkaitan dengan kereta api. Tahun 1974 semestinya saya sudah masuk sekolah dasar (SD).
Tapi saya gagal masuk SD tahun itu, gara-gara pertanyaan guru tentang kereta api. Guru saya bertanya, mana yang panjang “kereta” dari pada “oto”. Spontan saya menjawab; panjang “oto”, pak.
Ternyata
jawaban saya itu salah. “Kereta” yang dimaksud guru adalah “kereta api” dan
“oto” adalah mobil. Sedangkan saya
menafsirkan kata “kereta” yang dimaksud dalam pertanyaan guru adalah “kereta angin” (sepeda).
Seandainya
pertanyaan guru saya, mana yang panjang “kereta api” daripada “oto”, saya akan
menjawab, “panjang kereta api” karena memang kereta api memiliki rangkaian gerbong
yang memanjang ke belakang.
Akibat
kesalahpahaman ini, saya tidak diterima di SD meskipun umur saya
sudah layak untuk bersekolah. Dua tahun berikutnya saya baru bisa masuk SD pada usia 9 tahun.
Setelah
jadi guru, saya menyadari bahwa tidak mudah mengajukan pertanyaan kepada murid.
Perlu memilih dan memilah kata atau kalimat pertanyaan yang akan diberikan pada siswa.
Jangan sampai mengajukan
pertanyaan yang jawabannya mengandung dua makna sehingga dapat meragukan siswa
dalam menjawab pertanyaan tersebut.
Masih
cerita soal kereta api. Selama sekolah dasar, pekerjaan wajib saya sore hari
adalah menggembalakan sapi. Saya memilih areal jalur kereta api untuk
menggembalakan sapi.
Rumput
di sekitar areal jalan kereta api tumbuh subur. Selain itu, kereta api akan
lewat pada jadwal tertentu sehingga saya merasa aman untuk gembala sapi sambil
bermain.
Atau membuat gambar pada besi bantalan kereta api dengan batu kecil
yang ada pada jalur kereta api.
Kereta
api waktu itu adalah kereta api uap. Loko kereta api berwarna hitam. Dari
cerobong asap menyembul asap pembakaran batu bara yang membentuk bulatan
memanjang ke belakang deretan gerbong batu bara.
Suara
peluit kereta api uap cukup menakutkan saya. Biasanya, sebelum peluit meraung
maka asap putih mengepul dari kepala loko kereta api. Saya menutup telinga
kalau kereta api yang melintas mengeluarkan asap putih. Itu pertanda peluit
kereta api uap akan berbunyi.
Makanya,
kalau sudah saya lihat tanda-tanda kereta api bakal lewat. Biasanya saya
menempelkan telinga pada besi rel kereta api. Kalau ada suara gemuruh, saya
menyingkirkan sapi gembalaan menjauh areal jalur kereta api.
Kemudian
sapi gembalaan saya tambatkan erat-erat agar tidak takut dan gelisah mendengar
suara hiruk-pikuk kereta api maupun bunyi peluitnya.
Awal
80-an, loko kereta api uap digantikan oleh loko bermesin diesel. Suasana ketika
kereta api melintas, jauh beda dengan sebelumnya. Lebih nyaman dan tidak
menakutkan saya maupun sapi gembalaan.
Loko
buatan Jerman itu di mata saya layaknya sebuah mobil dengan sekian rangkaian
gerbong batu bara. Bunyi klakson kereta api diesel tidak menakutkan.
Loko
kereta api dengan mesin diesel bahkan menjadi favorit bagi saya. Memang, kereta
api Jalur Sawah Lunto – Solok – Batu Tebal, lebih sering mengangkut batu bara.
Namun pada hari besar tertentu, misalnya lebaran, kereta api dioperasikan untuk
penumpang umum sebagai kereta api wisata.
Sekian
deretan gerbong kereta api hanyalah gerbong penumpang, bukan gerbong batu bara.
Ketika lebaran, saya pernah menumpang di bagian loko dan berdiri dekat masinis.
Mendebarkan sekaligus mengasyikkan berada di loko sambil melihat ke arah depan.
Terasa sekali, bodi loko menari ke kiri dan ke kanan menelusuri inci demi inci
relnya.
Baca juga : Nyanyian Sendu Batang Kapuah (2)
Itulah
sedikit kenangan bersama kereta api yang rentang waktunya antara tahun 1974
sampai awal 80-an. Dari kereta api uap sampai kereta bermesin diesel.***