Disini Cinta Bersemi Disini Cinta Berakhir

Kembali kubuka ponsel jadul kesayanganku. Ponsel yang setia menemaniku dan tahan banting. Kubaca isi pesan singkat yang dikirim Mitha beberapa jam lalu.

“Mas, nanti sore pukul lima kita ke Taman Muaro Lasak, ya? Mas Dedy tidak usah  menjemput aku ke tempat kost. Sampai ketemu disana”  Begitulah isi pesan singkat yang dikirim Mitha sekitar sejam yang lalu.

Aku merasakan ada sesuatu yang kurang beres. Kenapa tidak? Setelah aku menerima pesan singkat itu langsung kubalas. Namun pesan yang kukirim seakan hilang begitu saja.

Mitha tak lagi membalasnya. Sudah kucoba menghubunginya namun ponselnya tidak aktif. Ini yang membuat aku semakin penasaran.

Perasaanku menjadi tidak nyaman. Ada apakah gerangan yang terjadi sehingga Mitha berubah misterius?

Setengah jam sebelum waktu dijanjikan Mita, aku segera menstarter motor dan menuju ke lokasi Taman Muaro Lasak di kawasan Pantai Padang itu.

Pengunjung objek wisata pantai di Kota Padang itu sudah ramai oleh pengunjung.

Setelah memarkir motor di antara ratusan motor pengunjung, Aku mengedarkan pandangan ke arah tugu Merpati Perdamaian yang menjulang ke langit.

Menyisir orang-orang yang asyik berfoto ria di sekitar tugu.Mencari seseorang yang berubah misterius terhadapku.

“Mas Dedy…” Sebuah suara memanggil namaku. Suara yang sudah tidak asing lagi di telingaku sejak setahun lalu. Pemilik suara melambaikan tangan di tengah keramaian sekitar tugu.

Dengan langkah dipercepat aku mendekat ke arah Mitha. Ingin tahu secepatnya misteri apa dibalik pesan singkat yang ia kirim kepadaku.

Aku duduk di samping Mitha yang telah duluan duduk di pinggiran pelataran Tugu Merpati Perdamaian.

“Maafkan aku ya, mas?” ujar Mitha.

“Oh, tidak apa-apa,” sahutku menyembunyikan perasaanku.
 “Hm, aku hanya penasaran dengan pesan singkatmu. Kok pakai misteri segala,”

Wajah Mitha nampak serius. Kemudian menekur. Mendadak wajahnya yang cantik itu mendadak muram. Senyum manis yang sering kunikmati seakan menghilang.

"Kenapa, Mitha? Apa yang telah terjadi denganmu sehingga tiba-tiba mendadak berubah begini?”

Bulir air mata justru meleleh di pipinya yang putih dan mulus. Membuat hatiku semakin penasaran.

“Mitha, jujurlah padaku…” desakku kemudian

Mitha menyusut butiran bening di pipinya.

“Mas, tadi malam aku menerima telepon dari kampung….”
“Lantas?”
“Aku disuruh berhenti kuliah…”
“Berhenti kuliah? Bukankah kamu tinggal dua smester lagi?” Aku memintas.
“Iya, orangtua kehabisan biaya untuk melanjutkan kuliahku.”
Aku terdiam.
“Aku akan dijodohkan dengan seorang pemuda, anak seorang juragan padi di kampungku…”
“Mitha…” Aku tersedak.
“Aku tak berdaya menolaknya, mas..”
Hatiku semakin gelisah. Kukepal-kepalkan tanganku yang terasa bagai kesemutan dan pucat.
“Laki-laki itulah yang mengantarkan aku tadi kesini, mas. Itu sebabnya mengapa aku pesankan tak usah jemput aku.’
“Mitha, begitu cepatnya semua ini akan berakhir.” Ujarku dengan suara berat dan bergetar.
“Iya, mas. Namun aku mohon mas mengerti dengan keadaanku.”
“Oke, oke…Aku rela melepas kamu walaupun dengan berat hati…” Ucapku pasrah dan bangkit dari duduk.
“Apakah mas akan marah atau bahkan menaruh dendam kepadaku?” tutur Mitha juga bangkit.
“Tidak Mitha…”
“Benarkah, mas?”
Aku berusaha mengangguk. Berusaha tersenyum meskipun itu senyum getir.
“Aku tidak akan marah, apalagi dendam. Aku tahu kalau cinta itu tak pernah menaruh dendam.”
“Terima kasih, pengertianmu mas. Aku pamit…”

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban atas ucapan Mitha. Tak kuasa aku menoleh mengiringi kepergian Mitha. Namun aku yakin Mitha telah menghilang di tengah keramaian pengunjung.

Aku menghela nafas pelan. Terasa berat nafas ini di paru-paruku. Perlahan aku mengangkat kepala, menengadah dan memandang tugu Merpati Perdamaian yang berdiri teguh.

Di sini, di bawah tugu ini cinta bersemi pertama kali. Di bawah tugu ini pula semuanya berakhir.

Suasana Taman Muaro Lasak mulai redup. Ternyata sang mentari telah menghilang di ujung laut sana.

Pertanda senja datang menjelang. Dengan langkah gontai aku meninggalkan areal Tugu Merpati Perdamaian. Selamat tinggal Tinggal Merpati Perdamaian, selamat tinggal cintaku.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel