Ku Sendiri Kepanikan Saat Hembusan Nafas Terakhirnya

Seperti hari-hari sebelumnya setelah terbangun dari kurang lelapnya tidurku, karena harus sering bangun demi menjalankan tugas. Kegiatanku pagi itu adalah membereskan rumah lalu membangunkan nenek, membantu membasuh mukanya lalu membantunya olahraga kaki dan tangan. Mungkin usialah penyebabnya sehingga beliau lemas tiada tenaga, perlu bantuan untuk menggerakkan setiap bagian tubuhnya.

Pagi itu sang mentari terkesan malu-malu menampakkan sinarnya, langit yang tampak redup dengan berhiaskan lukisan awan. Begitupun juga kicauan burung milik tetangga yang tak mau kalah, komplit dengan suara gemercikan air mancur di dalam akuarium. Turut berbaur memperindah suasana pagi itu. Begitu indah memang... 
Akupun terlena, terbius dengan keindahan suasana. Sampai-sampai ku tak sadar dan dikagetkan oleh suapan terakhir yang harus kuberikan kepada nenekku, pertanda sebentar lagi aku harus mengakhirinya.
Nenek kenyang, perutku pun mulai mengusik sambil berbisik, memberikan kode minta diisi juga.  Aku segera beranjak dari ruang tv menuju ke dapur, memasak nasi goreng telor yang sangat pedas makanan favoritku. Setelah ku santap tak tersisa, aku segera kembali duduk tepat di samping nenek. Sebelum aku mulai meraba dan memijit tangannya, tak lupa ku memutar FTV youtube di smartphone kesayanganku.
Pagi pun berganti siang, tetapi aktivitas yang harus ku jalani tak jauh beda dengan pagi hari.
Tepat pukul 13:31 waktuku tuk merilekskan organ-organ tubuhku yang sedikit agak lelah, kemudian memejamkan mata berharap mimpi indah di siang bolong.
Ternyata yang kudapat bukanlah mimpi indah tetapi kenyataan yang membuatku sangat sangatlah panik. 
Kenapa tidak,,, karena pada waktu menjelang sore, tiba-tiba ditenggorokan nenek terdengar suara dahak yang begitu banyak.
Tak perlu lama akupun langsung menepuk-nepuk punggungnya. Akan tetapi tidak kunjung reda juga, dengan diiringi nafas yang engos-engosan agak sesak.
Dalam hati ku bertanya "ini kenapa?”, ada apa kok semakin lama ku menepuk punggung nenek semakin jarang hembusan nafasnya. Takut, panik, bingung mulai menggerogoti diriku yang tiada satu orangpun didekatku kecuali nenek.
Yaa Tuhan,,, apa yang harus aku lakukan? 
Ku telentangkan tubuhnya suara dahak pun reda, Beliau membuka matanya melihatku sekejap saja,  ku tersenyum melihatnya sambil berkata:”Nek,,.sudah oke ‘kan"
Eeeh… ternyata nafasnya semakin jarang terdengar. Ku takut bukan kepalang, sungguh mencekam tinggal sesekali nafasnya terdengar. Dengan kepanikan yang begitu dalam, ku telepon anak nenek yang kebetulan tinggal tidak terlalu jauh dari sini.
Suaraku bergetar berselimutkan rasa takut, "Ha a loo Madam,,, bisakakah kesini sebentar???” pintaku memohon.
"Yaa… ada apa...??? Kesitu sekarang? 
"Ya, sekarang Madam! Nafas nenek jarang terdengar".
Saking penasarannya karena nafas nenek perlahan hilang, maka kudekatkan telingaku ke mulutnya sambil berkata: “Neek,,,kamu kenapa"? Ketika telingaku tepat di mulutnya, tiba-tiba nafas yang sedikit agak panjang membuatku terperanjat kaget. dan ternyata itu adalah nafas terakhirnya, aku belum tahu kalau itu jadi yang yang terakhir. Masih berharap dan menunggu nafas-nafas yang lain.
Mondar-mandir sambil sesekali menggaruk kepala, menunggu kedatangan anak nenek yang sedang dalam perjalanan. Aku benar-benar sangat takut, "yaa Tuhan,,, "sudah meninggal atau hidupkah nenekku???". Aku lihat… dan lihat lagi wajah nenekku tampak pucat.
Bel pintu rumah berdering, aku segera membukanya, mobil ambulan bertengger di depan rumah. Madam yang meneleponnya sebelum dia melangkahkan kakinya  menuju kesini. Rencananya untuk membawa nenek ke rumah sakit.
Petugas ambulannya segera memindahkan, menurunkan nenekku dari ranjang tempat tidurnya menuju lantai biar lebih enak untuk memberikan pertolongan. 
Dengan kedua telapak tangan dienyotlah dada nenekku, tetapi tetap sama nafasnya pun tak kunjung datang. 
Datanglah Madam dengan nafas engos-engosan karena jalan kaki terburu-buru. Petugas ambulan akan mengangkat nenek ke mobil dan membawanya ke rumah sakit, tapi Madam melarangnya karena nenek sudah tidak bernyawa.
Pada saat Madam bilang padaku "Muya…nenek sudah tiada." Dalam hati kuberkata "selamat tinggal nenek, sudah tiba saatnya yang kuasa memanggilmu.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel