Ku Sendiri Kepanikan Saat Hembusan Nafas Terakhirnya
Agustus 12, 2017
Seperti hari-hari
sebelumnya setelah terbangun dari kurang lelapnya tidurku, karena harus sering
bangun demi menjalankan tugas. Kegiatanku pagi itu adalah membereskan rumah
lalu membangunkan nenek, membantu membasuh mukanya lalu membantunya olahraga
kaki dan tangan. Mungkin usialah penyebabnya sehingga beliau lemas tiada
tenaga, perlu bantuan untuk menggerakkan setiap bagian tubuhnya.
Pagi
itu sang mentari terkesan malu-malu menampakkan sinarnya, langit yang tampak
redup dengan berhiaskan lukisan awan. Begitupun juga kicauan burung milik
tetangga yang tak mau kalah, komplit dengan suara gemercikan air mancur di dalam
akuarium. Turut berbaur memperindah suasana pagi itu. Begitu indah
memang...
Akupun
terlena, terbius dengan keindahan suasana. Sampai-sampai ku tak sadar dan
dikagetkan oleh suapan terakhir yang harus kuberikan kepada nenekku, pertanda
sebentar lagi aku harus mengakhirinya.
Nenek
kenyang, perutku pun mulai mengusik sambil berbisik, memberikan kode minta
diisi juga. Aku segera beranjak dari ruang tv menuju ke dapur, memasak
nasi goreng telor yang sangat pedas makanan favoritku. Setelah ku santap tak
tersisa, aku segera kembali duduk tepat di samping nenek. Sebelum aku mulai
meraba dan memijit tangannya, tak lupa ku memutar FTV youtube di smartphone kesayanganku.
Pagi
pun berganti siang, tetapi aktivitas yang harus ku jalani tak jauh beda dengan
pagi hari.
Tepat
pukul 13:31 waktuku tuk merilekskan organ-organ tubuhku yang sedikit agak
lelah, kemudian memejamkan mata berharap mimpi indah di siang bolong.
Ternyata
yang kudapat bukanlah mimpi indah tetapi kenyataan yang membuatku sangat
sangatlah panik.
Kenapa
tidak,,, karena pada waktu menjelang sore, tiba-tiba ditenggorokan nenek
terdengar suara dahak yang begitu banyak.
Tak
perlu lama akupun langsung menepuk-nepuk punggungnya. Akan tetapi tidak kunjung
reda juga, dengan diiringi nafas yang engos-engosan agak sesak.
Dalam
hati ku bertanya "ini kenapa?”, ada apa kok semakin lama ku menepuk
punggung nenek semakin jarang hembusan nafasnya. Takut, panik, bingung mulai
menggerogoti diriku yang tiada satu orangpun didekatku kecuali nenek.
Yaa
Tuhan,,, apa yang harus aku lakukan?
Ku
telentangkan tubuhnya suara dahak pun reda, Beliau membuka matanya melihatku
sekejap saja, ku tersenyum melihatnya sambil berkata:”Nek,,.sudah oke ‘kan"
Eeeh…
ternyata nafasnya semakin jarang terdengar. Ku takut bukan kepalang, sungguh
mencekam tinggal sesekali nafasnya terdengar. Dengan kepanikan yang begitu
dalam, ku telepon anak nenek yang kebetulan tinggal tidak terlalu jauh dari
sini.
Suaraku bergetar
berselimutkan rasa takut, "Ha a loo Madam,,, bisakakah kesini sebentar???”
pintaku memohon.
"Yaa…
ada apa...??? Kesitu sekarang?
"Ya,
sekarang Madam! Nafas nenek jarang terdengar".
Saking
penasarannya karena nafas nenek perlahan hilang, maka kudekatkan telingaku ke
mulutnya sambil berkata: “Neek,,,kamu kenapa"? Ketika telingaku tepat di mulutnya,
tiba-tiba nafas yang sedikit agak panjang membuatku terperanjat kaget. dan
ternyata itu adalah nafas terakhirnya, aku belum tahu kalau itu jadi yang yang
terakhir. Masih berharap dan menunggu nafas-nafas yang lain.
Mondar-mandir
sambil sesekali menggaruk kepala, menunggu kedatangan anak nenek yang sedang
dalam perjalanan. Aku benar-benar sangat takut, "yaa Tuhan,,, "sudah
meninggal atau hidupkah nenekku???". Aku lihat… dan lihat lagi wajah
nenekku tampak pucat.
Bel
pintu rumah berdering, aku segera membukanya, mobil ambulan bertengger di depan
rumah. Madam yang meneleponnya sebelum dia melangkahkan kakinya menuju
kesini. Rencananya untuk membawa nenek ke rumah sakit.
Petugas
ambulannya segera memindahkan, menurunkan nenekku dari ranjang tempat tidurnya
menuju lantai biar lebih enak untuk memberikan pertolongan.
Dengan
kedua telapak tangan dienyotlah dada nenekku, tetapi tetap sama nafasnya pun
tak kunjung datang.
Datanglah Madam dengan
nafas engos-engosan karena jalan kaki terburu-buru. Petugas ambulan akan
mengangkat nenek ke mobil dan membawanya ke rumah sakit, tapi Madam melarangnya
karena nenek sudah tidak bernyawa.
Pada
saat Madam bilang padaku "Muya…nenek sudah tiada." Dalam hati kuberkata
"selamat tinggal nenek, sudah tiba saatnya yang kuasa memanggilmu.***