Duka Dibalik Gurauan
September 23, 2017
Yunita
memasuki barisan dengan tergesa-gesa. Bergabung dengan barisan upacara teman
sekelasnya. Napasnya masih ngos-ngosan. Ia memang sengaja masuk dari bagian
belakang barisan agar tidak diketahui guru. Kemudian menembus barisan cowok
untuk bergabung dengan barisan cewek di bagian depan.
Tadi
Yunita sempat menyenggol beberapa cowok yang berbaris di bagian belakang. Namun
sang cowok korban senggolan tal beraksi apa-apa. Mereka sudah maklum dengan
tingkah polah Yunita.
“Hm,
untung upacaranya masih belum dimulai,” kata Yunita dalam hati. Merasa lega
karena sudah bergabung dengan barisan cewek di bagian depan..
“Kenapa
kamu telat, Yun?” tanya Riana yang berdiri di samping kanannya. Tentu saja setengah
berbisik.
“Tadi
ada kecelakan di jalan sehingga macet, ” jawab Yunita balas berbisik.
“Haaah?
Kecelakan lagi?” seru Riana sedikit kaget.
Barisan
siswa yang semula sudah teratur berubah semraut. Banyak siswa yang penasaran
dengan kejadian yang dilihat oleh Yunita.
“Siapa
yang kecelakan, Yun? tanya Budi dari arah belakang.
“Ada
yang luka parah?” timbrung Arman.
“Ada
yang meninggal, Yun?” tanya Mirna dengan wajah tegang.
Pertanyaan
bertubi-tubi dari temannya itu membuat Yunita bingung menjawabnya. Apalagi
nafasnya masih belum stabil.
“Sepuluh
ekor semut meningal karena terinjak kakiku…” jawab Yunita asalan. Merasa tak
bersalah. Yunita malah tenang-tenang saja.
“Huuuuu…!!!”
suara koor keluar dari mulut siswa yang merasa terkecoh dengan ulah Yunita.
“Orang
sudah serius mendengar, eh malah cuma bercanda…” celetuk Aina sewot seraya
mencubit lengan Yunita.
“Aduh!
Sakit, tau..!” pekik Yunita meringis kesakitan.
Barisan
siswa di kelas itu kembali rapi. Tak lama upacara bendera senin itu pun di
mulai.
***
Ketika
upacara bendera berakhir, siswa masuk ke kelas masing-masing untuk memulai
belajar jam pertama. Yunita telah melangkah menuju ruang kelasnya mana kala
dari pengeras suara terdengar namannya dipanggil oleh guru.
“Perhatian
untuk siswa! Siswa bernama Yunita kelas 9F silahkan datang ke kantor untuk
menemui wali kelas segera!” Demikian pengumuman yang terdengar dari pengeras
suara yang didengar semua siswa dan guru.
Yunita
terhenti. Kemudian berbalik arah untuk memenuhi panggilan wali kelasnya. Agak
ragu ia memasuki koridor kantor majelis guru. Di samping pintu kantor, dua
orang guru duduk di kursi guru piket.
“Maaf,
buk. Pak Nurman ada, buk?” tanya Yunita.
“Ada.
Pak Nurman ada di dalam ruanga majelis guru,”
“Terima
kasih, buk.” ujar Yunita ramah.
Jantung
Yunita berdebar kencang tatkala sudah beridiri di depan kusen ruang majelis
guru. Mengedarkan pandangan ke seluruh isi ruangan.
Papa?
Yunita bergumam. Ternyata papanya sudah berada di ruang majelis guru bersama
wali kelasnya. Yunita melangkah masuk.
“Ada
apa, papa? Kenapa papa datang ke sekolah?”” tanya Yunita penasaran.
Pak
Gunadi diam saja.
“Hm,
begini, Yuni…” kata wali kelas mengambil alih bicara. “Papamu sudah bercerita
kepada bapak. Oleh sebab itu, kamu sekarang boleh meninggalkan sekolah dan ikut
bersama papamu,”
Yunita
menatap papanya yang terpekur.
“Papa!
Ada apa gerangan?” desak Yunita.
“Ayo,
nanti kamu akan tau sendiri,” kata pak Nurman
Pak
Gunadi, papa Yunita bangkit dan pamit untuk pergi.
Pak
Nurman, sang wali kelas terdiam. “Semoga mamamu tidak apa-apa dan sehat
kembali,” gumam pak Nurman.
Pak
Nurman dan pak Gunadi sengaja belum memberi tahu perihal mama Yunita sekarang
berada dui rumah sakit. Mama Yunita
mengalami kecelakaan. Hal ini dilakukan pak Nurman agar Yunita tidak langsung shock sebelum sampai ke rumah sakit.***