Duka Dibalik Gurauan

Yunita memasuki barisan dengan tergesa-gesa. Bergabung dengan barisan upacara teman sekelasnya. Napasnya masih ngos-ngosan. Ia memang sengaja masuk dari bagian belakang barisan agar tidak diketahui guru. Kemudian menembus barisan cowok untuk bergabung dengan barisan cewek di bagian depan.
Tadi Yunita sempat menyenggol beberapa cowok yang berbaris di bagian belakang. Namun sang cowok korban senggolan tal beraksi apa-apa. Mereka sudah maklum dengan tingkah polah Yunita.
“Hm, untung upacaranya masih belum dimulai,” kata Yunita dalam hati. Merasa lega karena sudah bergabung dengan barisan cewek di bagian depan..
“Kenapa kamu telat, Yun?” tanya Riana yang berdiri di samping kanannya. Tentu saja setengah berbisik.
“Tadi ada kecelakan di jalan sehingga macet, ” jawab Yunita balas berbisik.
“Haaah? Kecelakan lagi?” seru Riana sedikit kaget.
Barisan siswa yang semula sudah teratur berubah semraut. Banyak siswa yang penasaran dengan kejadian yang dilihat oleh Yunita.
“Siapa yang kecelakan, Yun? tanya Budi dari arah belakang.
“Ada yang luka parah?” timbrung Arman.
“Ada yang meninggal, Yun?” tanya Mirna dengan wajah tegang.
Pertanyaan bertubi-tubi dari temannya itu membuat Yunita bingung menjawabnya. Apalagi nafasnya masih belum stabil.
“Sepuluh ekor semut meningal karena terinjak kakiku…” jawab Yunita asalan. Merasa tak bersalah. Yunita malah tenang-tenang saja.
“Huuuuu…!!!” suara koor keluar dari mulut siswa yang merasa terkecoh dengan ulah Yunita.
“Orang sudah serius mendengar, eh malah cuma bercanda…” celetuk Aina sewot seraya mencubit lengan Yunita.
“Aduh! Sakit, tau..!” pekik Yunita meringis kesakitan.
Barisan siswa di kelas itu kembali rapi. Tak lama upacara bendera senin itu pun di mulai.
***
Ketika upacara bendera berakhir, siswa masuk ke kelas masing-masing untuk memulai belajar jam pertama. Yunita telah melangkah menuju ruang kelasnya mana kala dari pengeras suara terdengar namannya dipanggil oleh guru.
“Perhatian untuk siswa! Siswa bernama Yunita kelas 9F silahkan datang ke kantor untuk menemui wali kelas segera!” Demikian pengumuman yang terdengar dari pengeras suara yang didengar semua siswa dan guru.
Yunita terhenti. Kemudian berbalik arah untuk memenuhi panggilan wali kelasnya. Agak ragu ia memasuki koridor kantor majelis guru. Di samping pintu kantor, dua orang guru duduk di kursi guru piket.
“Maaf, buk. Pak Nurman ada, buk?” tanya Yunita.
“Ada. Pak Nurman ada di dalam ruanga majelis guru,”
“Terima kasih, buk.” ujar Yunita ramah.
Jantung Yunita berdebar kencang tatkala sudah beridiri di depan kusen ruang majelis guru. Mengedarkan pandangan ke seluruh isi ruangan.
Papa? Yunita bergumam. Ternyata papanya sudah berada di ruang majelis guru bersama wali kelasnya. Yunita melangkah masuk.
“Ada apa, papa? Kenapa papa datang ke sekolah?”” tanya Yunita penasaran.
Pak Gunadi diam saja.
“Hm, begini, Yuni…” kata wali kelas mengambil alih bicara. “Papamu sudah bercerita kepada bapak. Oleh sebab itu, kamu sekarang boleh meninggalkan sekolah dan ikut bersama papamu,”
Yunita menatap papanya yang terpekur.
“Papa! Ada apa gerangan?” desak Yunita.
“Ayo, nanti kamu akan tau sendiri,” kata pak Nurman
Pak Gunadi, papa Yunita bangkit dan pamit untuk pergi.
Pak Nurman, sang wali kelas terdiam. “Semoga mamamu tidak apa-apa dan sehat kembali,” gumam pak Nurman.
Pak Nurman dan pak Gunadi sengaja belum memberi tahu perihal mama Yunita sekarang berada dui rumah sakit.  Mama Yunita mengalami kecelakaan. Hal ini dilakukan pak Nurman agar Yunita tidak langsung shock sebelum sampai ke rumah sakit.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel