Awas, Hyper Parenting, Mungkin Orangtua Menuntutnya Terlalu Ideal
November 10, 2017
Awas, hyper parenting,
mungkin orangtua menuntutnya terlalu ideal - Seiring dengan semakin berkembangnya
teknologi dan kehidupan, juga berdampak secara tidak langsung kepada anak-anak.
Orangtua, tanpa perhitungan yang bijak, juga akhirnya menuntut anak untuk sukses,
dan mempersiapkan kehidupannya di masa yang akan datang.
Anak dituntut untuk menjadi se-ideal mungkin sesuai keinginan
orangtua tanpa mengindahkan hak-hak sang anak.
Dampaknya kemudian anak belum mempunyai kesiapan secara mental,
sehingga bukan kebaikan yang dilahirkan orangtua tapi justru membuat kebebasan
mereka ter-korupsi oleh ego orangtua.
Waktu yang mestinya mereka pakai untuk bermain pun akhirnya
harus dikorbankan dan dihabiskan untuk berbagai les dan kegiatan tambahan
lainnya, sepulang sekolah.
Hal ini lahir, sesungguhnya dampak dari kekhawatiran orangtua
terhadap anaknya kalau-kalau nanti anaknya tidak bisa berprestasi di sekolah.
Akibatnya, anak menjadi kelelahan karena tidak ada waktu lagi untuk melatih
kecerdasan sosial, emosi, dan fisiknya.
Perlu diketahui bahwa, kebutuhan bermain bagi anak adalah
sesuatu yang sangat penting untuk tumbuh kembangnya.
Sebab, dengan bermain sejatinya anak tengah melatih saraf
motorik mereka, dan waktu bermain pada anak itu berbeda-beda sesuai dengan
tingkatan dan tahapan usianya.
Yang terjadi kemudian, bila orangtua terus menerapkan pola asuh
seperti ini kemungkinan orangtua akan terjebak dalam pola kepengasuhan hyper
parenting.
Dimana hyper parenting ialah pola pengasuhan yang jauh dari
benar karena orangtua terlalu berlebihan dalam mengasuh anak mereka sehingga
membentuk anak sesuai dengan apa yang mereka mau.
Akhirnya keinginan baik orangtua, justru berdampak merusak bagi
anak. Dimana anak yang tadinya cerdas, bisa mengalami depresi dan personality
break down sehingga performance belajar mereka bukan bertambah akan tetapi
justru semakin menurun.
Lambat laun akhirnya anak yang over control ini pun takut untuk
berpendapat, karena merasa tidak lagi memiliki jati diri.
Orangtua yang dengan pola pengasuhan hyper parenting terlalu
fokus pada kognitif anak sehingga orangtua hanya menstimulasi aktivitas yang
berhubungan pada kecerdasan saja.
Semestinya, biarkan mereka bisa pada saatnya, karena di situlah
keindahannya. Sebaiknya lakukan stimulasi sesuai dengan usia anak, jangan
melampaui usianya, karena pasti tidak akan efektif jika memberikan stimulasi
tidak sesuai usianya.
Tidak memaksa anak, bukan berarti membiarkan anak untuk tidak
belajar. Tetapi memformat anak sesuai kebutuhan usianya itu jauh lebih penting.
Biarkan anak bereksplorasi hingga menemukan jati dirinya.
Simak juga : 5 Tips Mendidik Anak di Lingkungan Keluarga
Tugas orangtua di rumah hanya perlu menciptakan situasi yang membuat
anak merdeka dari beban kemalasan yang membelenggu mereka dengan mainan dan
kegiatan yang edukatif.
Selamat mendidik!
*) Oleh Naser Muhammad, Pendidik, Penulis Buku dan Pegiat
literasi. Kadep PW Syabab Hidayatullah Kalimantan utara
Contack : 0811546061
email.: nasermuhammad90@gmail.com