Awas, Hyper Parenting, Mungkin Orangtua Menuntutnya Terlalu Ideal

Awas, hyper parenting, mungkin orangtua menuntutnya terlalu ideal - Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan kehidupan, juga berdampak secara tidak langsung kepada anak-anak. Orangtua, tanpa perhitungan yang bijak, juga akhirnya menuntut anak untuk sukses, dan mempersiapkan kehidupannya di masa yang akan datang.

Anak dituntut untuk menjadi se-ideal mungkin sesuai keinginan orangtua tanpa mengindahkan hak-hak sang anak.

Dampaknya kemudian anak belum mempunyai kesiapan secara mental, sehingga bukan kebaikan yang dilahirkan orangtua tapi justru membuat kebebasan mereka ter-korupsi oleh ego orangtua. 

Waktu yang mestinya mereka pakai untuk bermain pun akhirnya harus dikorbankan dan dihabiskan untuk berbagai les dan kegiatan tambahan lainnya, sepulang sekolah.

Hal ini lahir, sesungguhnya dampak dari kekhawatiran orangtua terhadap anaknya kalau-kalau nanti anaknya tidak bisa berprestasi di sekolah.

Akibatnya, anak menjadi kelelahan karena tidak ada waktu lagi untuk melatih kecerdasan sosial, emosi, dan fisiknya.

Perlu diketahui bahwa, kebutuhan bermain bagi anak adalah sesuatu yang sangat penting untuk tumbuh kembangnya. 

Sebab, dengan bermain sejatinya anak tengah melatih saraf motorik mereka, dan waktu bermain pada anak itu berbeda-beda sesuai dengan tingkatan dan tahapan usianya.

Yang terjadi kemudian, bila orangtua terus menerapkan pola asuh seperti ini kemungkinan orangtua akan terjebak dalam pola kepengasuhan hyper parenting

Dimana hyper parenting ialah pola pengasuhan yang jauh dari benar karena orangtua terlalu berlebihan dalam mengasuh anak mereka sehingga membentuk anak sesuai dengan apa yang mereka mau.

Akhirnya keinginan baik orangtua, justru berdampak merusak bagi anak. Dimana anak yang tadinya cerdas, bisa mengalami depresi dan personality break down sehingga performance belajar mereka bukan bertambah akan tetapi justru semakin menurun.

Lambat laun akhirnya anak yang over control ini pun takut untuk berpendapat, karena merasa tidak lagi memiliki jati diri.

Orangtua yang dengan pola pengasuhan hyper parenting terlalu fokus pada kognitif anak sehingga orangtua hanya menstimulasi aktivitas yang berhubungan pada kecerdasan saja. 
Semestinya, biarkan mereka bisa pada saatnya, karena di situlah keindahannya. Sebaiknya lakukan stimulasi sesuai dengan usia anak, jangan melampaui usianya, karena pasti tidak akan efektif jika memberikan stimulasi tidak sesuai usianya. 

Tidak memaksa anak, bukan berarti membiarkan anak untuk tidak belajar. Tetapi memformat anak sesuai kebutuhan usianya itu jauh lebih penting. Biarkan anak bereksplorasi hingga menemukan jati dirinya.
Tugas orangtua di rumah hanya perlu menciptakan situasi yang membuat anak merdeka dari beban kemalasan yang membelenggu mereka dengan mainan dan kegiatan yang edukatif.

Selamat mendidik!

*) Oleh Naser Muhammad, Pendidik, Penulis Buku dan Pegiat literasi. Kadep PW Syabab Hidayatullah Kalimantan utara
Contack : 0811546061 
email.: nasermuhammad90@gmail.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel