Perbaikan Sikap Mental Pelajar Dimulai Dari Diri Sendiri
November 17, 2017
Perbaikan sikap mental pelajar dimulai dari diri sendiri – Drs.
Yulianis, guru senior mata pelajaran Seni dan Budaya (SBD) SMPN 2 Lintau Buo
mengatakan bahwa kegiatan muhadharah yang diselenggarakan setiap hari Jumat
merupakan salah satu wadah penting dalam pembentukan nilai dan sikap mental
serta keterampilan siswa.
Hal
tersebut dikemukakan oleh bang Yul, sapaan Drs. Yulianis dalam kesempatan
ulasan kegiatan muhadharah yang dilaksanakan oleh kelas IX.D, Jumat (17/11/17).
Selaku
wali kelas IX.D, ia selalu menghimbau siswa agar memanfaatkan kesempatan yang
baik untuk melatih diri terampil berbicara di depan umum.
Simak : Kegiatan Muhadharah Kelas IX.B
“Muhadharah
adalah wadah yang bagus untuk melatih diri siswa terbiasa berbicara di depan
orang banyak.
Tidak ada istilah ‘tidak bisa’ kalau siswa memiliki kemauan untuk
berlatih dengan bersedia menjadi petugas pelaksana muhadharah,” papar Drs.
Yulianis penuh semangat.
Bang
Yul menyayangkan siswa laki-laki kurang bersemangat untuk mengambil bagian pada
setiap kegiatan muhadharah maupun upacara bendera.
“Isue persamaan gender
ternyata telah cukup berhasil dengan fakta siswa perempuan lebih banyak
mengambil bagian dalam kegiatan sekolah,” kata Drs. Yulianis.
Agaknya
cukup beralasan apa yang pernah ditulis dalam media yang anda kunjungi ini
bahwa siswa perempuan lebih banyak berprestasi ketimbang siswa laki-laki.
Salah
satu alasan yang mendukung adalah siswa perempuan lebih memiliki motivasi untuk
ikut serta dalam kegiatan sekolah yang dapat menumbuhkan nilai dan sikap mental
ke arah yang lebih baik.
Revolusi mental untuk generasi muda
Sebelumnya,
Rila Ananda Putri siswi kelas IX.D, tampil sebagai penceramah tunggal dalam
kegiatan muhadharah pagi Jumat itu.
Siswi yang cukup aktif dalam berbagai
kegiatan sekolah tersebut menyampaikan tema ceramah Revolusi Mental untuk
Generasi Muda.
Rila,
salah seorang aktifis di SMPN 2 Lintau Buo itu menyentil kebiasaan buruk
pelajar yang lepas dari norma-norma berlaku sebagai pelajar.
Generasi muda,
khususnya pelajar memiliki kecenderungan lebih patuh pada gadget dan media
televisi ketimbang orangtuanya sendiri.
Apa
yang disampaikan oleh siswi tersebut memang terbukti dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, ketika anak sedang asyik menonton siaran televisi dengan acara
kesayangannya, orangtua tidak serta merta bisa berharap untuk minta tolong atau
menyuruh melakukan sesuatu kepada sang anak.
Begitu
pula ketika orangtua menyuruh anak untuk belajar di rumah.
Mereka terlalu susah
untuk melepaskan diri dari gadget yang dimiliki anak.
Mereka sulit melepaskan
diri dari jebakan kebiasaan bermain game atau bersosialisasi dengan media
sosial seumpama facebook, instagram, twitter, dan lain sebagainya.
Pengaruh
media sosial dan gadget sulit dihindarkan dari kehidupan pelajar.
Bahkan semua
itu telah memengaruhi pola kebiasaan siswa.
“Sebagai contoh, pelajar lebih
memilih buka gadget dan update status di media sosial, semisal facebok sebelum
makan ketimbang membaca doa sebelum makan.
Begitu pula lebih senang ngobrol
lewat facebook karena cara itu sekaligus menjadi penghibur bagi sebagian
mereka.
Bangga jika berhasil mengelabui guru dan dapat bolos belajar, kemudian
nongkrong di tempat ramai atau tempat keramaian lainnya.” kata Rila Ananda
Putri.
Rila
selanjutnya mencermati adanya kebiasaan dan trend
sebagian siswa untuk pulang larut malam
tanpa kepentingan yang jelas. Padahal
orangtuanya tak henti-hentinya mencemaskan keadaan anaknya di rumah.
Minta
uang sama orangtua untuk bayar ini, beli ini dan itunya, namun uang pemberian
orangtua itu disalahgunakan.
Begitu pula tradisi ketika lulus un dengan
corat-coret baju, konvoi di jalan raya, seolah-olah sudah cukup puas dengan prediket lulus itu.
“Tak
dapat dibayangkan, kelak jika mereka sempat terpilih menjadi pemimpin. Boleh
jadi akan ada pemimpin yang menyia-nyiakan amanat rakyat dengan perilaku
korupsi, kolusi dan nepotisme” ungkap Rila prihatin.
Akan
tetapi jalan untuk memperbaiki semua itu masih terbuka.
Para generasi muda terutama
pelajar perlu merevolusi mental untuk menghindari diri dari pengaruh tradisi
dan kebiasaan yang tidak sesuai dengan apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sejak dulu kala.
Simak juga: Ayo, Dimulai Dari Diri Siswa Sendiri
Semua
itu dimulai dari diri sendiri untuk merevolusi mental dengan cara kembali
mengikuti aturan dan nasehat guru maupun orangtua.
Pergaulan sosial masyarakat
di dunia nyata perlu, bergitu pula pergaulan di media sosial.
Baca juga: Bang Yul : Tunjukkanlah Sikap sebagai Siswa yang baik
Ini tidak dapat
dihindari namun demikian pelajar perlu membagi waktu antara belajar dan
bermain.
Antara bermain dan membantu orangtua di rumah. Kebiasaan dan tradisi
yang merugikan diri sendiri perlu dikurangi agar tidak menyesal dikemudian hari.***