Akhir dari Sebuah Kisah

Akhir dari sebuah kisah - Langit menumpahkan semua amarahnya. Ditambah lagi dengan badai dan petir yang saling sahut-menyahut. Membuat suasana malas di hati seorang remaja 17 tahun, yang hidup jauh dari keluarga dan kampung halamannya itu, lebih memilih untuk tidur dan memegang erat selimutnya, memilih untuk absen dari sekolah dan sholat subuh.

Seseorang yang jauh di sebelah lautan sana, tau dengan rencana bolos yang akan di lakukan Azirah.  Kotak ajaib lima inci yang diletakan di atas meja belajar seketika berdering. Itu telepon dari mamanya yang tinggal di pulau sumatra.

Sementara Azirah menuntut ilmu di pulau jawa. Hidup sebagai anak kos membuat Azirah bebas melakukan apapun yang ia mau, tanpa semua larangan orangtuanya.

Seperti biasa, mama akan mengingatkan untuk sholat subuh dan  siap-siap untuk pergi sekolah. Tapi untuk kali ini saja Azirah hanya mengiakan saja. 

Rencananya untuk bolos akan tetap berlanjut, "maaf mama" ucap Azirah pelan sambil terus melanjutkan tidur dan mimpih indahnya.

Tanpa sengaja ataupun tanpa sepengetahuannya Azirah telah melepaskan semua mimpinya untuk menjadi seorang sutradara handal dan terkenal.

Hanya itu satu-satunya tujuan Remaja dengan nama lengkap Azirah Latifa itu untuk memilih sekolah yang jauh dari keluarga dan kampung halamannya. Dan sebentar lagi akan sia-sia jika Azirah terus melanjutkan aksi bolosnya.

Layaknya n*rk*ba yang menimbulkan kecanduan, begitu juga halnya bolos sekolah, juga menimbulkan kecanduan bagi Azirah. Karena keseringan bolos, sekarang Azirah lebih sulit untuk menerima pelajaran. Berawal dari sekedar rasa malas  yang begitu menyelimuti dan sekarang menjadi seorang brandal di sekolahnya.

Kini semua kata-kata orangtuanya tak lagi di dengarkannya. Dengan sangat mudah sekarang Azirah menghindar dari semua kewajibannya dan menginkari janjinya.

Ketika melanggar janjinya kepada mamanya Azirah selalu berkata, "Maaf mama besok aku janji nggak bakalan ngulanginnya lagi" dan berakhir dengan senyuman, dan jika meninggalkan sholatnya Azirah selalu berkata "Maaf tuhan, aku janji besok aku bakalan sholat" dan juga tersenyum di akhir kata-katanya. Tapi satu kalipun Azirah tak pernah menepati janjinya.

Segala upaya telah di lakukan oleh pihak sekolah untuk mengembalikan Azirah yang dulu, tapi setiap kali pihak sekolah memanggil orangtuanya, Azirah selalu punya cara untuk menggagalkannya.

Semuanya terbukti benar, kegagalan sekarang sudah di depan mata. Hasil ujian akhir Azirah adalah gagal, alias tidak naik kelas, padahal biasanya Azirah selalu berada di peringkat 10 besar.

Raut wajah kecewa tergambar jelas di wajah oval milik Azirah. Tapi bukan raut wajah menyesal atas semua kesalahannya, atau wajah mau bertaubat. Baru saja Azirah menyeka air matanya, tak lama kemudian hendphonenya berdering. Itu telepon dari mama, telepon yang sangat ia takutkan.

"Assalamua'laikan, sayang" ucap mama dengan nada semangat

"Wa..wa..walaikum salam, ma" ucap Azirah dengan nada terbata-bata

"Gimana rapornya, anak mama pasti masuk 10 besar lagi" kata-kata mama memberi tekanan yang begitu besar dan langsung menusuk di jantung Azirah.

Sambil meneteskan air matanya Azirah mengangguk dan berkata "Iya"

"Wah.....berarti besok libur dong, udah bisa pulang nih anak mama?"
Azirah tak mau mamanya tau dengan semuanya.

"Ma...ma aja yang kesini, tahun ini mama udah jarang main ke jakarta, liat-liat kota Jakarta" Sebuah rencana besar terlintas di benak Azirah, rencana yang akan memberikan perubahan yang sangat besar.

Baru saja Azirah menerima telepon dari mamanya, yang akan sampai ke Jakarta besok pagi, Azirah langsung mangambil secarik kertas dan pulpen dari  dalam tasnya, Azirah menulis surat surat kecil akhir dari kisah hidupnya.

Surat yang pertama untuk ibu kosnya karena pasti akan menimbulkan kekacauan dan yang kedua untuk mamanya karena telah mengecewakan dan mengucapkan rasa sayang dan ucapan trimakasih atas semuanya dan yang terakhir untuk tuhan karna selama beberapa bulan belakangan ini, Azirah tak pernah melakukan ibadah sholat, apalagi ibadah sunah seperti puasa sunat.

Entah apa yang ada di benak remaja 17 tahun itu, pemikirannya terlalu pendek dengan bermodalkan p*s*u yang biasa Azirah gunakan untuk mengupas buah dan sekarang menjadi bukti terakhir bahwa dia perja hidup.

D*r*h membasahi tubuh Azirah yang tergeletak tak bernyawa di lantai. Ketika pertama kali melihat itu semua membuat kaki orangtua Azirah tak lagi berasa menginjak tanah. Busur panah seakan-akan terus menusuknya bertubi-tubi, tak percaya akan itu semua ia terus meyakinkan dirinya kalau itu memang putrinya, fakta tak akan perna menjadi opini, fakta tetaplah fakta
 Simak juga : Kisah Masa Lalu Sang Kakek Pejuang

Selama proses penyelidikan yang di lakukan polisi, polisi menemukan surat yang ditulis Azirah dan juga rapornya yang sangat jelas tertulis bahwa Azira tidak naik kelas. Rasa menyesal menyelimuti orangtuanya karena telah memberikan tekanan untuk Azirah, sehingga membuat remaja itu putus asa dan b*n*h diri. (*Kiriman : Sara Ayusti)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel