Kisah Masa Lalu Sang Kakek Pejuang
Desember 05, 2017
Kisah masa lalu sang kakek pejuang - Malam
terasa sangat panjang dengan semua ocehannya, membuat mata Ozan sulit untuk
terpejam. Terkadang ia merasa kasihan dengan orang tua yang ada di kamar
belakang rumahnya itu. Tapi terkadang
orang itu juga sangat menyebalkan dengan semua ocehannya.
Tak
jarang Ozan mendongkol di dalam hatinya walaupun orang itu adalah kakeknya
sendiri. Seorang pejuang kemerdekaan yang hidup dalam dunia fantasi yang ia
ciptakan sendiri. Semenjak kakek itu kehilangan kakinya dalam perang, sebuah
peluruh bersarang di kaki kanannya selama satu minggu lebih dan karena terlalu
lama kaki kakek terpaksa di amputasi.
Zaman
sekarang sudah benar-benar berubah. Tak ada hubungan yang harmonis antara cucu
dan kakek itu. Ozan sibuk dengan dengan kehidupan sekolahnya. Sedangkan kakek veteran
itu punya dunia imajinasinya sendiri.
Ia
bercerita sendiri dan dijawabnya sendiri, menangis sendiri dan setelah itu
tertawa terbahak-bahak. Sangat mirip orang gila tapi dia mengingat semua teman
seperjuangannya. Alasan meninggalnya, dia juga mengingat semua nama anaknya dan
cucunya, kakek itu juga mengingat bagaimana Ozan kecil.
Dengan
wajah kesalnya Ozan terus mengumpat kakeknya karena semua ocehan kakek itu
telah merusak jadwal tidur siangnya.
"Cobalah
sekali-kali untuk mendengarkan kakekmu, dia butuh seseorang untuk mendengarkan,
mungkin dia bisa keluar dari dunia yang ia ciptakan sendiri." saran Ibu
Yulia, tak mau melihat anaknya terus menyalakan ayahnya sendiri, berusaha untuk
memberikan pengertian.
"Dengarkan
saja oleh mama, aku tidak mau dia itu menyebalkan" gerutu Ozan menekuk
wajahnya.
"Dia
butuh pendengar, yang betul-betul belum tau ceritanya"
"Aku
tau ceritanya di sekolah, aku belajar tentang sejarah" Ozan terus mencari
alasan untuk menghindar dari kakeknya itu.
"Dia
pasti merindukanmu, coba sekali saja dengarkan dia bercerita mama yakin malam
nanti dia pasti diam.”
Masih
dengan hati kesalnya Ozan melangkah ke dalam kamar kakeknya. Kamar yang bersih
dibanding kamarnya. Semua ocehan kakeknya terhenti ketika Ozan melangkah masuk.
"Kakek,
lagi apa?" tanya Ozan pelan.
"Sedikit
mengingat masa lalu" ucap kakek itu dengan ucapan mantap, "Mengingat
masa di mana Jepang menginjak-injak tanah air kita, mengingat di mana Belanda
kembali datang ke Indonesia untuk melakukan agresi muliternya.
"Bunyi
bom di mana-mana peluru melesat begitu cepat menyambar dan bersarang di
mana pun, tak ada rasa bersalah di raut wajah mereka, iri terhadap kekayaan
alam Indonesia telah merasuki mereka untuk menguasai Indonesia
Jauh
di dalam hutan kakek bersembunyi, bersiap untuk perang geriliya bersama
kawan-kawan kakek. Hutan bagi kami adalah rumah kedua, Belanda sangat takut
dengan taktik perang geriliya makanya dalam salah satu diplomasi antara
Indonesia-Belanda, Belanda meminta agar perang geriliya di hentikan.
Numun
sayang, usaha geriliya kakek berama teman-teman gagal, karena Belanda
mengetahui semua rencana kami" Ozan mulai suka dengan kakeknya itu, bukan
dengan ceritanya tapi dengan semangat 45-nya.
"Rencana
kami gagal karena salah satu dari teman kakek berhianat, dia memberi tahu semuan
rencana yang telah di persiapkan jauh-jauh hari sebelumnya, Belanda berhasil
membuat peluru bersarang di kaki kakek, karena kami terlalu jauh masuk hutan
kakek terpaksa ditandu ke luar hutan. Sayang kakek sudah terlambat, kaki kakek
tak dapat di selamatkan dan terpaksa diamputasi" kakek itu melihat terus
kakinya, dan sesekali memegangnya.
Mendengar
semua ucapan kakeknya Ozan sadar, siapa dia yang berani untuk membenci seorang
pejuang sehebat dia.
Dan
benar saja, malam ini kakek itu diam, tak ada satu katapun yang terucap darinya
"Mama benar, kakek butuh aku, lama-kelamaan kakek pasti bisa keluar dari
dunia imajinasinya" Ozan mengakhiri kata-kata dalam hatinya dengan
senyuman.
Jangan lupa simak : Merenda Hari-hari Sulit
Bahagaia
rasanya, melihat cinta dan kasih sayang saling mengikat kakek dan cucu, yang dulu
saling membenci. Saling berkomunikasi menumbuhkan rasa kasih sayang antara
mereka. (*Kiriman : Sara Ayusti)