Terbelenggu Rindu Tak Bertepi
April 27, 2018
Wanita paruh baya itu kembali memandang ke arah jalan raya melalui jendela kaca di beranda depan sebuah rumah adat. Entah berapa kali sejak tadi ia lakukan hal itu. Mengamati dari jauh kendaraan yang lalu lalang di jalan raya di sore yang teduh dan cerah.
Maria, wanita yang tengah duduk sendirian di beranda rumah tak berpenghuni itu nampak dilanda galau. Itu jelas terlihat dari gerak-geriknya dari tadi. Sebentar-sebentar menoleh ke arah jalan raya. Sebentar-sebentar membuka android-nya.
Ia berharap seseorang akan melintas di antara sekian banyak pengendara yang hilir mudik di jalan raya. Ia tak berharap Afrizal, seseorang yang dicarinya itu mampir namun sekadar melihat pun sudah cukup berarti baginya.
Seketika pandangannya berubah nanar mana kala tidak ditemukan yang dicarinya. Harapannya sekadar untuk melihat lelaki itu melintas di jalan raya dengan motornya semakin pudar. Kepercayaan dirinya menjadi hilang ketika menyadari apa yang dilakukannya sebuah kekonyolan.
Sontak
Maria berdiri tatkala seorang pengendara motor melintas pelan di jalan depan
rumah adat itu. Pria itu memakai helm warna hitam dan jaket hitam dengan celana
jeans biru kumal.
“Bukan
dia…!” gumamnya kecewa. Lalu ia kembali duduk di kursi rotan panjang di beranda
rumah adat berusia tua itu.
Maria
menghela nafas. Berat sekali helaan nafasnya. Rasa rindu terhadap lelaki mantan
pacarnya masa lalu itu semakin terasa membelenggu diri.
“Semua
memang sudah guratan tangan...” keluhnya membatin. Guratan takdir telah
membuatnya tidak bersatu. Kisah manis itu berakhir begitu saja, tak berujung
pangkal. Dimulai begitu manis namun berakhir tanpa kata dan bicara.
Maria
telah berusaha mencari informasi tentang keberadaan Afrizal. Bertanya kesana
kemari bahkan datang ke negri Afrizal Namun usahanya itu sia-sia. Beberapa
tahun kemudian Maria mendengar kabar kalau Afrizal telah menikah.
Setelah
memastikan tak mungkin lagi bertemu dengan Afrizal, Maria memutuskan untuk menikah
dengan seorang lelaki pilihan orangtuanya. Kini Maria sudah diakruniai tiga
orang anak yang sudah berangkat remaja dan dewasa.
Suatu
ketika Maria iseng membuka akun facebooknya. Tak sengaja ia menemukan satu
saran pertemanan. Ia terkejut melihat foto profil pria yang bernama Putra
Perdana itu. Rasanya orang di foto
profil pernah dikenalnya meskipun namanya sudah diganti.
Berulangkali
Maria meyakinkan dirinya kalau foto profil itu milik Afrizal, lelaki yang
pernah dikenalnya sangat dekat pada masa lalu.
Maria
mencoba mengirim pesan facebook mesenger menanyakan apakah benar itu Afrizal.
“Maaf,
apakah ini akun bapak Afrizal?” tulis maria dengan panggilan bapak di depan
namanya.
Namun
tak lama berselang pesan Maria dibalas.
“Benar,
buk Maria.”
“Apakah
bapak masih mengingat saya?
“Tentru
saja. Mana mungkin saya lupa dengan ibuk,”
“Alhamdulillah,
ternyata saya tidak salah..” tulis Maria dengan gembira.
Sejak
itu era baru kontak media sosial facebook dimulai. Berawal dari chating perdana
itu, Maria bisa bertemu muka. Pertemuan yang sangat mendebarkan bagi Maria.
Sejak
pertemuan pertama itu Maria sering dibelenggu rasa kangen. Akan tetapi untuk
bertemu terlalu sering tidak memungkinkan lagi. Maria menyadari dirinya dan
Afrizal hanyalah penggalan kisah sendu masa lalu yang membekas kembali dalam
dunia nyata.
“Mama..!”
Panggilan
itu telah membuyarkan lamunan Maria. Seorang gadis berangkat remaja menaiki
tangga rumah adat
“Ngapain
mama duduk sendirian melamun disitu?” tanya gadisnya itu membuat Maria tersipu
malu.
Simak juga cerpen ini : Reuni Cinta Masa Lalu
“Ah,
mama nggak ngapa-ngapain, koq” sahut Maria berbohong.
“Oh…”
(Sekian).