Nilai Angka Merah Versus Nilai Tidak Tuntas

Nilai angka merah versus nilai tidak tuntas – Bapak dan Ibu guru yang sudah dua atau tiga puluh tahun mengajar. Pasti masih mengingat tentang hasil belajar siswa yang tertera di buku rapor. Nilai siswa dinyatakan dengan angka merah (angka 5 ke bawah) dan angka biru atau hitam (nilai 6 ke atas).

Angka bertinta merah (angka 5) menunjukkan siswa yang tidak menguasai materi pelajaran. Di buku rapor nyata-nyata dituliskan angka 5 itu dengan tinta berwarna merah.

Saat mengisi rapor siswa, rapor semester ganjil atau genap, guru kelas atau guru wali kelas harus menyediakan dua pena atau pulpen. Pena bertinta merah dan pulpen bertinta hitam atau biru.
Jika angka merah sampai tiga atau empat maka siswa dinyatakan tidak naik kelas. Orang tidak lagi akan bertanya kenapa siswa tidak naik kelas.

Justru mereka sudah mengira karena banyak angka merah di rapor siswa tersebut.

Bagi siswa yang memiliki nilai rapor bertinta merah, akan berpengaruh besar terhadap psikologis anak tersebut.

Begitu pula bagi orangtua mereka. Nilai merah yang tercantum pada buku rapor menjadi sesuatu yang 'menakutkan' dan 'memalukan'.

Tidak mengherankan, jika ada siswa yang sengaja merobek buku rapor karena malu banyak mendapatkan nilai 5 atau kurang yang ditulis dengan tinta warna merah.

Versus nilai tidak tuntas

Bagaimana dengan sistem penilaian sekarang?

Hasil belajar siswa dinyatakan dengan ketuntasan. Siswa dikatakan mengalami ketuntasan jika telah mencapai hasil minimal syarat ketuntasan belajar minimal pada mata pelajaran tertentu.

Misalnya, syarat ketuntasan belajar suatu mata pelajaran 74. Siswa yang memperoleh nilai minimal 74 ke atas dikatakan anak telah tuntas belajar. Pada kolom deskripsi hasil ditulis dengan kata tuntas (T).
Jika anak hanya mencapai nilai 73 maka dikatakan anak tidak tuntas (TT) belajar dan harus remedial.

Jika sampai 3 atau lebih mata pelajaran mengalami tidak tuntas maka anak tidak akan naik kelas.

Apa pengaruhnya terhadap siswa tentang deskripsi tuntas dan tidak tuntas? Pengaruh ini tidak sedahsyat pemberian nilai angka merah (5) pada siswa.

Cukup banyak siswa yang tidak terpengaruh oleh hasil belajar yang mereka raih. Kecuali kalau siswa tidak naik kelas akibat mata pelajaran banyak yang tidak tuntas.

Bahkan banyak juga orangtua yang merasa kebingungan dengan istilah yang tercantum dalam buku rapor. Apa lagi dengan sistem penilaian Kurikulum 2013 yang terurai dalam buku rapor siswa.

Apakah semua orangtua siswa sempat membaca komponen dan isi serta deskripsi yang tertera di buku rapor? Allahuallam bissowaab!
Bagi sekolah yang baru menerapkan Kurikulum 2013 mungkin perlu sosialisasi yang lebih intens kepada siswa maupun orangtua siswa tentang sistem penilaian Kurikulum 2013 ini.***