Setumpuk Surat Cinta Dari Yuni

Dengan berat hati Mardi membenamkan tumpukan surat itu ke dalam tanah. Lubang yang sudah digalinya dengan pacul. Tidak begitu dalam namun cukup untuk menguburkan semua surat itu berwarna merah jambu itu.
Setelah menimbun lubang berisi surat-surat itu, Mardi memadatnya dengan kaki. Ia tak akan melihat tumpukan surat itu lagi. Surat-surat itu akan hancur lebur dimakan cacing, terurai oleh bakteri menjadi tanah.
Mardi menghela nafas ringan. Memang terasa agak ringan setelah surat-surat dari Yuni dikuburkannya di kebun pisang belakang rumahnya.
Tumpukan kertas itu pasti akan lebur menjadi tanah. Tetapi Mardi tidak tahu apakah ia dapat melupakan Yuni. Membuang bayangan Yuni dari alam pikirannya. Kemudian menguburkannya bersama perjalanan waktu.
Tanpa sepengetahuan Mardi. Dari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik Mardi di kebun pisang di belakang rumah. Seorang wanita paruh baya yang sangat prihatin dengan nasib Mardi.
“Kasihan kamu nak…” Perempuan paruh baya itu membatin lirih. 
Sebagai seorang ibu, ia dapat merasakan betapa hancurnya hati dan perasaan Mardi setelah diputuskan oleh Yuni. Apalagi tak ada angin tak ada hujan, Yuni mendadak memutuskan hubungan yang sudah terbina empat tahun.
Bu Maryam, perempuan paruh baya itu bergegas menghindari tempat itu. Khawatir diketahui keberadaannya oleh Mardi.
******
“Ibu kasihan dengan kamu, Nak…Ibu berharap dengan cara kamu menguburkan semua surat dari Yuni tadi sore, ibu berharap kamu dapat melupakannya.” tutur Bu Maryam usai makan malam.
“Lho? Dimana ibu tahu kalau Mardi menguburkan surat-surat dari Yuni?” tukas Mardi heran. Padahal tadi sore ia berusaha diam-diam agar tidak diketahui oleh siapa pun di rumah orangtuanya itu.
“Ibu tak sengaja melongok ke kebun pisang belakang melewati jendela samping rumah. Kemudian mendengar suara sesuatu dan karena penasaran Ibu coba mendekat. Ternyata kamu, Nak…” jawab Bu Maryam berterus terang.
*****
“Bu, kenapa ya, akhir-akhir ini Mardi sering bermimpi bertemu dengan Yuni,” ujar Mardi.
“Kok bisa, ya?”
“Apa karena Mardi telah menguburkan surat-surat dari Yuni itu, Bu?”
“Apa hubungannya kamu menguburkan surat dari Yuni dengan mimpi bertemu dengannya?”
Mardi tercenung. Apa yang dikatakan Ibunya memang benar.
“Ibu curiga, Mardi…”
“Curiga gimana, bu?”
“Jangan-jangan kamu masih mengharapkannya kembali. Surat-surat dari Yuni boleh saja kamu bakar atau kamu kuburkan. Tetapi pikiran kamu kepada Yuni terus,”
“Ya, enggak lah, Bu…”
“Yang benar…”
“Benar, bu. Sungguh, Mardi telah melupakan Yuni,”
“Kamu sudah punya pengganti, Yuni?”
“Belum, Bu…”
“Ibu sarankan supaya kamu cari pengganti Yuni dengan perempuan lain agar kamu benar-benar melupakannya,”
Mardi tercenung.
“Murni juga cantik, baik dan tak kalah dengan Yuni,” kata Bu Maryam kemudiam.
“Ah, ibu bisa saja…”Mardi tersipu.
“Ibu serius. Ia pasti mau jadian dengan kamu.”
Mardi terdiam lagi. Mulutnya tak dapat mengucapkan apa-apa mendengar apa yang dikatakan Ibunya barusan.
Simak juga : Bocah Manis Memesona
Bu Maryam sedikit lega dengan respon putranya. Dengan mengubur setumpuk surat cinta dari Yuni, kemudian mencari penggantinya. Mardi benar-benar akan melupakan Yuni.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel