Setumpuk Surat Cinta Dari Yuni
Agustus 03, 2018
Dengan
berat hati Mardi membenamkan tumpukan surat itu ke dalam tanah. Lubang yang
sudah digalinya dengan pacul. Tidak begitu dalam namun cukup untuk menguburkan
semua surat itu berwarna merah jambu itu.
Setelah
menimbun lubang berisi surat-surat itu, Mardi memadatnya dengan kaki. Ia tak
akan melihat tumpukan surat itu lagi. Surat-surat itu akan hancur lebur dimakan
cacing, terurai oleh bakteri menjadi tanah.
Mardi
menghela nafas ringan. Memang terasa agak ringan setelah surat-surat dari Yuni
dikuburkannya di kebun pisang belakang rumahnya.
Tumpukan
kertas itu pasti akan lebur menjadi tanah. Tetapi Mardi tidak tahu apakah ia
dapat melupakan Yuni. Membuang bayangan Yuni dari alam pikirannya. Kemudian
menguburkannya bersama perjalanan waktu.
Tanpa
sepengetahuan Mardi. Dari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik
Mardi di kebun pisang di belakang rumah. Seorang wanita paruh baya yang sangat
prihatin dengan nasib Mardi.
“Kasihan
kamu nak…” Perempuan paruh baya itu membatin lirih.
Sebagai
seorang ibu, ia dapat merasakan betapa hancurnya hati dan perasaan Mardi setelah
diputuskan oleh Yuni. Apalagi tak ada angin tak ada hujan, Yuni mendadak
memutuskan hubungan yang sudah terbina empat tahun.
Bu
Maryam, perempuan paruh baya itu bergegas menghindari tempat itu. Khawatir
diketahui keberadaannya oleh Mardi.
******
“Ibu
kasihan dengan kamu, Nak…Ibu berharap dengan cara kamu menguburkan semua surat
dari Yuni tadi sore, ibu berharap kamu dapat melupakannya.” tutur Bu Maryam
usai makan malam.
“Lho?
Dimana ibu tahu kalau Mardi menguburkan surat-surat dari Yuni?” tukas Mardi
heran. Padahal tadi sore ia berusaha diam-diam agar tidak diketahui oleh siapa
pun di rumah orangtuanya itu.
“Ibu
tak sengaja melongok ke kebun pisang belakang melewati jendela samping rumah.
Kemudian mendengar suara sesuatu dan karena penasaran Ibu coba mendekat.
Ternyata kamu, Nak…” jawab Bu Maryam berterus terang.
*****
“Bu,
kenapa ya, akhir-akhir ini Mardi sering bermimpi bertemu dengan Yuni,” ujar
Mardi.
“Kok
bisa, ya?”
“Apa
karena Mardi telah menguburkan surat-surat dari Yuni itu, Bu?”
“Apa
hubungannya kamu menguburkan surat dari Yuni dengan mimpi bertemu dengannya?”
Mardi
tercenung. Apa yang dikatakan Ibunya memang benar.
“Ibu
curiga, Mardi…”
“Curiga
gimana, bu?”
“Jangan-jangan
kamu masih mengharapkannya kembali. Surat-surat dari Yuni boleh saja kamu bakar
atau kamu kuburkan. Tetapi pikiran kamu kepada Yuni terus,”
“Ya,
enggak lah, Bu…”
“Yang
benar…”
“Benar,
bu. Sungguh, Mardi telah melupakan Yuni,”
“Kamu
sudah punya pengganti, Yuni?”
“Belum,
Bu…”
“Ibu
sarankan supaya kamu cari pengganti Yuni dengan perempuan lain agar kamu
benar-benar melupakannya,”
Mardi
tercenung.
“Murni
juga cantik, baik dan tak kalah dengan Yuni,” kata Bu Maryam kemudiam.
“Ah,
ibu bisa saja…”Mardi tersipu.
“Ibu
serius. Ia pasti mau jadian dengan kamu.”
Mardi
terdiam lagi. Mulutnya tak dapat mengucapkan apa-apa mendengar apa yang
dikatakan Ibunya barusan.
Simak juga : Bocah Manis Memesona
Bu
Maryam sedikit lega dengan respon putranya. Dengan mengubur setumpuk surat
cinta dari Yuni, kemudian mencari penggantinya. Mardi benar-benar akan
melupakan Yuni.