Perjalanan Panjang ( Bagian Tiga )

Ringkasan bagian satu dan dua : Rusdi pulang ke kampung halamannya di Sumani. Ia  menggunakan sepeda motor dan membonceng istrinya, Salmina. Namun ketika sampai di Ombilin, motornya berulah. Ban motor bagian belakang kempes. Rusdi mengantarnya ke tempat tempel benen. Sementara menunggu motornya, Rusdi dan Salmina duduk di bangku panjang di samping sebuah warung seraya menghadap ke hamparan danau Singkarak. Ikuti kisah selanjutnya di Perjalanan Panjang Bagian Ketiga!
  
Ilustrasi perjalanan panjang (pexels.com)

Keliling danau Singkarak dengan menggunakan sepeda? Sulit dilakukan untuk anak-anak seusia SMP zamannow!. Berkeliling danau Singkarak akan menempuh jarak lebih kurang 45 kilometer. Itu bukanlah jarak yang dekat.

Anak-anak zaman sekarang seakan sudah malas untuk bergerak. Jangankan menggunakan sepeda untuk jarak yang cukup jauh. Ke warung depan rumah yang tak begitu jauh jaraknya saja mesti menggunakan motor.

“Mau pesan minum apa, pak?”

Seorang gadis kecil, anak pemilik warung di sebelah datang menghampiri. Bangku tempat duduk di pinggiran danau ini pastilah buatan pemilik warung di sebelah.

Rusdi melirik Salmina yang duduk di sampingnya.

“Teh botol saja, mas…” ujar Salmina paham maksud lirikan suaminya.

Rusdi mengangguk pertanda setuju. Sebenarnya ia sangat ingin minum kopi. Tapi kali ini ia pendam keinginannya karena ia tahu kalau saat ini duduk bukan di warung.

Dua teh botol sudah sampai di hadapannya. Rusdi dan istrinya segera menyeruput minuman dengan aroma teh dingin itu.

Rusdi kembali menoleh ke deretan bukit barisan di seberang danau nun jauh disana. Masih segar di pikiran Rusdi, ketika suatu ketika di Minggu pagi, ia sudah sampai di halaman rumah temannya. Ia berencana mengajak temannya untuk bersepeda mengelilingi danau Singkarak.

Tanpa disangka, kakak kandung temannya itu melarang dan marah-marah pada Rusdi. Ia ngomel karena Rusdi telah mengajak adiknya jauh-jauh pergi bersepeda. Bahkan kakak perempuan temannya itu menuding Rusdi tak tahu di untung.

Rusdi segera berbalik dan membatalkan rencananya untuk mengelilingi danau Singkarak. Namun baru beberapa meter ia menggenjot pedal sepedanya, seseorang telah memanggilnya dari arah belakang.

“Sudi…! Ayo, kita keliling danau!”

Rusdi berhenti dan menurunkan kaki kirinya kemudian menoleh ke belakang. Ternyata Sukardi, temannya.

“Ayo, kita pergi!” ulang Sukardi.

“Nanti dimarahi kakakmu,” tukas Rusdi.

“Ah, biar saja, yuk kita jalan..!”

Ternyata pagi itu, teman-teman lainnya juga ikut mengelilingi danau Singkarak. Rombongan anak-anak mengendarai sepeda untuk mengelilingi danau Singkarak persis seperti pebalap Tour de Singkarak.

Pemandangan alam danau Singkarak tidak banyak yang berubah. Air danau masih tampak membiru membiaskan warna langit biru di sore yang cerah. Bukit-bukit di sebelah barat masih berdiri kokoh sebagai latar belakang pemandangan indah danau Singkarak.

Rusdi melirik ke arah istrinya yang sedari tadi juga diam seraya memandang ke tengah danau. Di mata Rusdi, istrinya masih tampak cantik meskipun sudah melahirkan lima orang anak. Meskipun di wajahnya sudah mulai muncul goret-goret halus pertanda ketuaan.

“Mas, benen motor kita mungkin sudah siap ditempel ya, mas?” Salmina mengingatkan.

“Iya, kali. Yuk kita susul ke bengkel tempel benen,”  ujar Rusdi seraya merongoh dompet dan membayar minumannya. Kemudian berjalan menuju tempat tempel benen motornya.(Bersambung…).***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel