Perjalanan Panjang ( Bagian Tiga )
November 11, 2018
Ringkasan bagian satu dan dua : Rusdi pulang ke kampung halamannya di Sumani. Ia menggunakan sepeda motor dan membonceng istrinya, Salmina. Namun ketika sampai di Ombilin, motornya berulah. Ban motor bagian belakang kempes. Rusdi mengantarnya ke tempat tempel benen. Sementara menunggu motornya, Rusdi dan Salmina duduk di bangku panjang di samping sebuah warung seraya menghadap ke hamparan danau Singkarak. Ikuti kisah selanjutnya di Perjalanan Panjang Bagian Ketiga!
Ilustrasi perjalanan panjang (pexels.com)
Keliling
danau Singkarak dengan menggunakan sepeda? Sulit dilakukan untuk anak-anak
seusia SMP zamannow!. Berkeliling danau Singkarak akan menempuh jarak lebih
kurang 45 kilometer. Itu bukanlah jarak yang dekat.
Anak-anak
zaman sekarang seakan sudah malas untuk bergerak. Jangankan menggunakan sepeda
untuk jarak yang cukup jauh. Ke warung depan rumah yang tak begitu jauh jaraknya
saja mesti menggunakan motor.
“Mau
pesan minum apa, pak?”
Seorang
gadis kecil, anak pemilik warung di sebelah datang menghampiri. Bangku tempat
duduk di pinggiran danau ini pastilah buatan pemilik warung di sebelah.
Rusdi
melirik Salmina yang duduk di sampingnya.
“Teh
botol saja, mas…” ujar Salmina paham maksud lirikan suaminya.
Rusdi
mengangguk pertanda setuju. Sebenarnya ia sangat ingin minum kopi. Tapi kali
ini ia pendam keinginannya karena ia tahu kalau saat ini duduk bukan di warung.
Dua teh
botol sudah sampai di hadapannya. Rusdi dan istrinya segera menyeruput minuman
dengan aroma teh dingin itu.
Rusdi
kembali menoleh ke deretan bukit barisan di seberang danau nun jauh disana. Masih
segar di pikiran Rusdi, ketika suatu ketika di Minggu pagi, ia sudah sampai di
halaman rumah temannya. Ia berencana mengajak temannya untuk bersepeda
mengelilingi danau Singkarak.
Tanpa
disangka, kakak kandung temannya itu melarang dan marah-marah pada Rusdi. Ia
ngomel karena Rusdi telah mengajak adiknya jauh-jauh pergi bersepeda. Bahkan
kakak perempuan temannya itu menuding Rusdi tak tahu di untung.
Rusdi
segera berbalik dan membatalkan rencananya untuk mengelilingi danau Singkarak.
Namun baru beberapa meter ia menggenjot pedal sepedanya, seseorang telah
memanggilnya dari arah belakang.
“Sudi…!
Ayo, kita keliling danau!”
Rusdi
berhenti dan menurunkan kaki kirinya kemudian menoleh ke belakang. Ternyata Sukardi,
temannya.
“Ayo,
kita pergi!” ulang Sukardi.
“Nanti
dimarahi kakakmu,” tukas Rusdi.
“Ah,
biar saja, yuk kita jalan..!”
Ternyata
pagi itu, teman-teman lainnya juga ikut mengelilingi danau Singkarak. Rombongan
anak-anak mengendarai sepeda untuk mengelilingi danau Singkarak persis seperti
pebalap Tour de Singkarak.
Pemandangan
alam danau Singkarak tidak banyak yang berubah. Air danau masih tampak membiru
membiaskan warna langit biru di sore yang cerah. Bukit-bukit di sebelah barat
masih berdiri kokoh sebagai latar belakang pemandangan indah danau Singkarak.
Rusdi
melirik ke arah istrinya yang sedari tadi juga diam seraya memandang ke tengah
danau. Di mata Rusdi, istrinya masih tampak cantik meskipun sudah melahirkan lima orang
anak. Meskipun di wajahnya sudah mulai muncul goret-goret halus pertanda ketuaan.
“Mas,
benen motor kita mungkin sudah siap ditempel ya, mas?” Salmina mengingatkan.
“Iya,
kali. Yuk kita susul ke bengkel tempel benen,” ujar Rusdi seraya merongoh dompet dan membayar
minumannya. Kemudian berjalan menuju tempat tempel benen motornya.(Bersambung…).***