Pesan Ayah Tentang Gaji
Desember 28, 2018
Belasan
tahun Johan menjadi pegawai negeri sipil guru. Ia diangkat pertama kali menjadi
pegawai guru dengan golongan dua. Tentu saja penghasilan dari golongan rendah
itu belum mencukupi untuk kebutuhan hidup rumah tangga.
Dari
bulan ke bulan terpaksa berhutang pada teman seprofesi. Kemudian ketika menerima
gaji di awal bulan, yang diutamakan Johan adalah membayar hutang. Dengan cara
seperti itu, rekan-rekan seprofesi akan percaya dan mau meminjamkan uangnya.
Begitulah
kehidupan Johan dari bulan ke bulan sebagai pegawai negeri golongan rendah
dengan tanggungan istri dan dua anak. Gali lubang tutup lubang, seperti kata
pepatah.
Tapi
masih untung ketika itu anak-anak Johan masih kecil sehingga belum banyak
mengeluarkan uang untuk membiayai pendidikan anaknya. Masih untung juga waktu
itu biaya hidup untuk yang lain-lain, belum banyak.
Johan
menghela nafas...
Terasa sesak ketika membandingkan kehidupannya semasa
bergolongan rendah dengan masa sekarang ini. Kini anak-anaknya sudah memasuki
bangku pendidikan menengah dan tinggi.
Saat
ini memang, Johan sudah bergolongan paling tinggi untuk jabatan pegawai negeri
guru. Bahkan sudah ada pula program sertifikasi guru sehingga penghasilannya
jauh lebih besar.
Johan
tak habis pikir. Dulu dengan gaji pas-pasan, ia bisa hidup dengan tenang.
Sekarang dinamika hidup itu semakin membuat ia selalu berlari dan berlari
kencang. Mengejar sesuatu yang tak pernah jelas apa wujudnya.
Sekejap
Johan teringat pesan almarhum ayahnya. Ketika dia diangkat sebagai pegawai
negeri pertama kali, ayahnya berpesan agar selalu bersyukur. Gaji yang diterima
setiap bulan, besar atau kecil, harus disyukuri.
Jika
gaji yang diterima disyukuri maka Allah SWT akan mencukupinya. Tidak mesti dengan
jumlah melainkan dengan berkahnya. Gaji yang kecil disyukuri akan terasa
membuat hidup tentram karena memang gaji itu memiliki keberkahan.
Gaji
yang diterima tiap bulan itu adalah halal. Namun jangan bersembunyi di balik
label halal gaji yang diterima. Gaji yang dibayarkan pemerintah itu berasal
dari uang rakyat. Maka tunaikanlah kewajiban sebagai pegawai negeri dengan
sebaik mungkin.
Semakin
tinggi pangkat atau jabatan semakin tinggi pula gaji yang dibayarkan oleh
pemerintah. Sejalan dengan itu tugas dan tanggung jawab pegawai negeri juga
semakin besar.
“Jika
kamu melalikan tugas dan tanggung jawabmu sebagai pegawai negeri maka lambat
atau cepat, kamu akan merima akibatnya, Johan. Paling tidak membuat bathinmu
tidak tentram, selalu merasa kurang dan lain sebsagainya yang tidak nampak
secara fisik oleh orang lain. Itu tandanya gaji yang kamu terima tidak berkah.”
tutur ayahnya tegas.
Johan
tersentak dari lamunannya...
“Maafkan
aku, ayah. Mungkin aku telah lupa pesanmu selama ini sehingga aku merasakan
betapa gaji yang kudapatkan terasa kurang berkahnya. Hidupku lebih banyak
gelisah tanpa tahu penyebabnya.
Johan
segera bangkit. Melangkah ke kamar mandi dan berwudhuk. Kemudian melaksanakan
shalat Isya bersama istrinya. Ia jadi sadar kalau selama ini dirinya kurang
besyukur dan melupakan pesan ayahnya. (Kiriman:
Rajo Mudo)