Renungan Kecil Tentang Pedagang di Pasar Tradisional
Desember 30, 2018
Renungan kecil tentang pedagang di pasar tradisional –
Ketika anda berbelanja ke pasar tradisional, anda mampir di tempat orang jual
sayur dan bumbu masak. Mungkin anda melihat ibu-ibu membentang sayuran atau bahan bumbu dapur. Kemudian
anda juga pergi ke toko kelontong, toko emas, toko pakaian dan sebagainya di sekitar pasar tradisional tersebut
Bisa
jadi anda juga mampir di toko elektronik yang menjual aneka alat elektronik seperti TV, tape recorder, receiver, dan lain sebagainya.
Begitu pula toko toko gadget yang menyediakan aneka gadget seperti HP, laptop, komputer, dan lain sebagainya.
Apa yang anda
pikirkan setelah kembali dari tempat berbelanja tersebut?
Anda
mungkin lebih tergiur dengan suasana dalam toko ketimbang suasana los pasar. Soalnya barang-barang mewah dan menarik disediakan di sana.
Dan, sebaliknya mungkin juga ada di antara anda justru menjadi
kagum dengan ibu-ibu penjual sayur dan bumbu masak di los pasar.
Kenapa
kagum?
Anda melihatnya dari sudut pandang lain. Sayuran
dan bumbu masak boleh dikatakan barang dagangan yang rendah modalnya.
Bahkan
tidak pakai modal sedikitpun karena semua itu sudah tersedia di kebun atau
pekarangan rumah mereka sendiri.
Petani sekaligus pedagang ini tinggal petik dan menjualnya ke pasar
tradisional saat hari pasar datang.
Umumnya mereka tak berpikir rumit. Jika
sayuran dan bumbu masak tersebut tidak laris, pedagang membawanya pulang
kembali dan menunggu hari pasar berikutnya.
Bahan sayuran yang sudah layu akan diberikan kepada orang lain tanpa dibeli atau bahkan membuangnya karena tak mungkin dijual lagi.
Bila
sayuran dan bumbu dapur laris, pedagang akan senang dan bahagia. Uang yang
diterima sudah pasti menjadi milik sendiri dan digunakan sepenuhnya untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
Paling hanya menyetor harga beli kepada tengkulak. Tidak memikirkan sewa tempat berdagang, tidak memikirkan setoran
kepada pihak lain.
Tentu
akan berbeda dengan pedagang yang berdagang di toko. Sewa toko harus dipikirkan dan setoran
kepada pemilik modal harus dikeluarkan. Bersyukurlah bagi yang mempunyai toko dan
modal sendiri.
Hasil penjualan barang dagangan yang diperoleh hanya untuk diri sendiri, kira-kira sama
dengan pedagang sayur dan bahan bumbu di los pasar.
Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa apa pun usaha ekonomi yang dijalankan seseorang, yang penting adalah bagaimana
menekuni dan mensyukurinya.
Riski itu bukan persoalan jumlah melainkan
keberkahannya. Juga bukan persoalan level usahanya.
Demikianlah
sekadar inspirasi tentang lika liku kehidupan di pasar untuk bahan renungan
menuju rasa syukur kepada Allah SWT.***