Manajemen Pendidikan Anak di Lingkungan Keluarga dan Permasalahannya
Januari 07, 2019
Manajemen pendidikan anak di lingkungan
keluarga dan permasalahannya - Keluarga merupakan unit
terkecil dari komunitas masyarakat di suatu tempat. Oleh sebab itu dapat
dikatakan, sesungguhnya basis pendidikan anak adalah lingkungan keluarga.
Proses dan manajemen pendidikan anak dimulai di lingkungan keluarga, sebelum anak memasuki proses pendidikan berikutnya di lembaga sekolah.
Keluarga
termasuk salah satu bentuk pendidikan non formal. Manajemen pendidikan anak di
lingkungan keluarga akan berbeda dengan pendidikan formal.
Salah satunya
disebabkan karena di lingkungan keluarga tidak terdapat kurikulum tertentu
sebagaimana lazimnya di lembaga pendidikan sekolah.
Konsep
dan manajemen pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung dalam dimensi waktu
dan tempat tanpa batas.
Gurunya adalah kedua orangtua dan orang dewasa yang ada
di rumah tangga.
Sebagai
guru, orangtua tidak memerlukan kurikulum dalam mendidik anak. Selain itu
orangtua tidak akan mengajar melainkan mendidik anak dalam prosentase yang
lebih besar.
Namun demikian dalam prosesnya perlu manajemen pendidikan anak di
lingkungan keluarga.
Pola dan model keteladanan
Manajemen
pendidikan anak di lingkungan keluarga terwujud dalam bentuk pola dan model tertentu.
Hal yang sudah lazim dalam pendidikan anak seperti diketahui orangtua adalah
pola dan model keteladanan.
Model
dan pola keteladanan ini menjadi penting dalam pengembangan karakter anak.
Melalui
pemodelan keteladanan menurut pola tertentu, orangtua dapat mengembangkan
karakter disiplin dan rajin belajar, misalnya.
Artinya
pengembangan karakter tersebut tidak akan efektif tanpa diiringi sikap dan
tingkah laku disiplin dan kebiasaan belajar dari kedua orangtua.
Pembiasaan
sesuatu yang baik dilakukan anak perlu pengarahan dan model dari orangtua.
Dengan demikian anak akan paham kalau model yang ditunjukkan orangtua memang
bermanfaat dan patut dijalankan oleh anak.
Pengawasan dan toleransi
Pengawasan
terhadap anak tidak sebagaimana lazimnya pada lembaga sekolah.
Pengawasan
terhadap anak selama berada di rumah diiringi oleh sikap toleransi orangtua.
Orangtua
perlu mengingatkan anak ketika mereka terlalu asyik dengan gadget atau menonton
siaran televisi.
Namun demikian orangtua perlu mengajak anak menonton bersama
anak dengan pilihan siaran yang baik.
Mendengarkan musik bersama sambil
memberikan arahan tentang musik yang sedang didengar.
Ketika
anak belajar, orangtua berperan penting dalam mendampinginnya. Mendampingi
disini tidak mesti duduk di dekat mereka melainkan menyediakan fasilitas dan
keperluan belajar serta motivasi belajar.
Anak dua versus anak banyak
Slogan
dua anak cukup, sudah sering kita dengar dan itu berlangsung sejak tahun
1970-an. Slogan ini disosialisasikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN).
Bahkan
untuk menunjang keberhasilan program ini pemerintah waktu itu telah mengeluarkan
uang pecahan Rp. 5,- bergambar logo Keluarga Berencana (KB).
Tujuan program ini
diantaranya adalah meningkatkan kesehatan ibu dan anak, membatasi jarak
melahirkan, serta meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Anak
cukup dua, slogan ini secara logika dapat diterima akal sehat. Dengan memiliki
2 anak, pendidikan dan pelayanan perhatian serta kasih sayang terhadap anak
akan terjamin.
Dengan
demikian, pendidikan anak lebih terjamin. Bahkan dengan anak hanya dua,
berpeluang menjadi anak yang berprestasi di sekolah dan membanggakan orangtua.
Selain
itu para orangtua tidak direpotkan oleh anak, baik dalam pengasuhan, pelayanan kasih sayang maupun biaya
pendidikan.
Namun
skenario bagus itu, kadang-kadang berseberangan dengan kenyataannya, apalagi di
zaman sekarang.
Memiliki hanya dua anak, kadang-kadang bagai mempunyai 5 orang
anak. Hal ini akibat manajemen pendidikan anak yang diterapkan belum efektif.
Sebaliknya,
justru yang memiliki anak banyak kadang-kadang terlihat lebih menyenangkan.
Anak-anak
mereka terlihat bersikap baik dan berprestasi di sekolah. Salah satunya karena
manajemen pendidikan yang baik di lingkungan keluarga.
Kesadaran dan kepedulian
Orangtua
yang memiliki anak banyak, telah memiliki kesadaran dan kepedulian super ekstra
sejak awal.
Kesadaran dimaksud adalah kesiapan mental bahwa memiliki anak
banyak akan mendatangkan resiko yang lebih besar.
Biaya
kebutuhan harian dan pendidikan anak tentu lebih banyak. Pengasuhan dan
pengawasan, serta pelayanan kasih sayang akan lebih merepotkan.
Namun
kesiapan diri disertai dengan keikhlasan menerima segala resiko punya anak
banyak, justru membuat orangtua memiliki kepedulian dan perhatian besar
terhadap anak dan pendidikannya.
Misalnya,
orangtua yang memiliki banyak anak, menyadari dan bersedia menyediakan banyak
waktunya untuk memperhatikan dan memberikan kasih sayang pada anaknya.
Bahkan
ada orangtua yang mengorbankan pekerjaannya demi memusatkan perhatian pada
anak.
Orangtua
demikian menyadari bahwa riski itu dari Allah SWT sedangkan orangtua berusaha
mencari riski itu dengan cara yang baik.
Orangtua demikian juga berharap agar
amanah untuk merawat banyak anak akan mendapat ridho dari Allah SWT.
Sebaliknya,
keikhlasan orangtua dan ridho dari Allah SWT berbuah manis. Anak memiliki sikap
dan perilaku baik, menyadari situasi dan kondisi orangtuanya (tau diri), serta
berprestasi cukup membanggakan dan menyenangkan hati orangtua.
Hal ini karena
anak menyadari betul bagaimana kesulitan orangtuanya.
Disisi
lain, kesulitan orangtua membiayai anak banyak; kebutuhan harian dan biaya
pendidikan, justru menjadi motivasi bagi orangtua mendidik anak di rumah
tangga.
Hidup adalah risiko oleh sebab itu risiko itu harus dihadang dan
dijalankan.
Orangtua hanya menjalankan amanah untuk memiliki banyak anak dan mengusahakan riski
yang sudah ditentukan oleh Allah SWT.
Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang di
kemudian hari.***