Mesin Absensi Sidik Jari dan Penegakan Disiplin Guru dan Pegawai

Mesin absensi sidik jari dan penegakan disiplin guru dan Pegawai – Sesuatu yang baru akan menimbulkan kesan tersendiri bagi seseorang maupun kelompok orang dalam suatu komunitas. Begitu pula perubahan sistem, diyakini membawa dampak psikis bagi anggota komunitas tersebut. 

Termasuk penggunaan alat baru dan perubahan sistem pengambilan absensi guru dan pegawai di sekolah.

Apalagi alat baru dan sistem tersebut akan mengubah kebiasaan yang berlaku selama ini.

Sebagai contoh, penggunaan mesin absensi sidik jari yang biasa dikenal dengan fingerprint. Sistem absensi digital ini akan mengubah kebiasaan guru dan pegawai dalam mengambil absen di sekolah.

Selama ini guru dan pegawai sudah terbiasa dengan pengisian absensi secara konvensional.

Guru dan pegawai cukup membubuhkan tanda tangan pada blanko absensi yang disediakan pihak sekolah.

Namun sejak sistem absensi diubah, guru dan pegawai merasa agak ‘terkekang’.dan merasa berat. Kenapa tidak?

Biasanya tidak ada waktu yang mengikat, kapan menandatangani blanko kehadiran. Kini penggunaan fingerprint mengubah semua itu.

Hal-hal unik terjadi pada awal penggunaan printfinger. Seperti di SMPN 2 Lintau Buo Kab.Tanah Datar. Guru dan pegawai nampak antri mengambil absen pulang.

Sebelumnya beberapa jam lebih mereka harus menunggu sampai datangnya pukul 14.30 WIB.

Pasalnya, proses belajar mengajar di sekolah telah berakhir pukul 11.50 WIB. Siswa sudah meninggalkan sekolah. Otomatis guru dan pegawai harus menunggu di sekolah sampai pukul 14.30 WIB.

Sistem absensi mesin sidik jari
Pada mulanya mesin absensi sidik jari digunakan oleh perusahaan untuk mengambil absensi karyawan.

Cara pengambilan absen  ini konon lebih efektif dari cara manual dan konvensional. Hal ini terutama dalam penerapan disiplin waktu bagi karyawan.

Sehingga penggunaan mesin fingerprint dapat memajukan perusahaan tersebut.

Saat ini lembaga pemerintah maupun swasta pun sudah banyak yang menggunakan mesin sidik jari tersebut.

Di lembaga sekolah pada umumnya sudah menggunakan mesin sidik jari dan meninggalkan cara manual dan konvensional.

Dalam aspek kedisiplinan pegawai, penggunaan fingerprint dinilai cukup baik karena dapat ‘memaksa’ pegawai untuk tidak terlambat atau pulang lebih cepat dari akhir jam kerja.

Mungkin pada awalnya banyak guru dan pegawai yang merasa terkekang, seperti halnya di SMPN 2 Lintau Buo.

Sebab sebelumnya sudah terbiasa mengambil absensi secara manual, membubuhkan tanda tangan pada lembaran blanko absensi yang disediakan di sekolah.

Lama kelamaan diyakini juga, para guru dan pegawai akan terbiasa menggunakan sistem absensi sidik jari.

Disiplin waktu untuk bekerja benar-benar dapat diterapkan di sekolah.
Mesin absensi sidik jari memang dapat mengelola disiplin waktu guru dan pegawai dalam bertugas.

Tentunya absensi ini kelak berkaitan dengan masalah tunjangan dan insentif guru dan pegawai.

Namun perlu digarisbawahi, mesin absensi tidak dapat memantau proses dan kinerja guru dan pegawai. Dengan demikian mesin fingerprint semata hanya untuk menerapkan disiplin kerja.

Bukan mustahil, kelak ada sistem absensi yang lebih canggih dari fingerprint untuk guru dan pegawai. Sistem absensi yang dapat mengelola kehadiran maupun proses dan kinerjanya.

Konon, sudah ada pemikiran untuk mengganti mesin fingerprint dengan sistem absensi berbasis web. Sistem ini diakses melalui perangkat masing-masing pegawai dengan menggunakan userid dan password tertentu.
Absensi berbasis web bukanlah alat mesin melainkan sebuah aplikasi yang dapat diakses melalui komputer atau laptop serta gadget yang dihubungkan dengan jaringan internet. Entahlah.***