Ayah, Kenapa Engkau Harus Kembali

Ayah, kenapa engkau harus kembali - Setahun telah berlalu, kini usia telah menginjak 6 tahun. Seperti biasanya aku masih... dan selalu bersama si mba. Yah, benar mba sudah melebihi dari seorang pengabdi di rumah kami.  Dia adalah orang yang sudah merawat aku dari kecil. Guru ketika di rumah, yang mengajarkan berbagai hal terutama berkaitan dengan etika.

Bisa dibilang meskipun aku terlahir dari keluarga yang kaya, memiliki segalanya. Namun, berkat didikan mba aku hanyalah si dia anak yang sederhana. Kata mba,

"Meski nona kaya, tapi nona dengan mereka sama-sma memiliki hati. Hati yang mudah hancur meski hanya karena sebuah kata, hati yang mudah rapuh hanya karena salah tingkah. Kekayaan yang nona punya bukan seutuhnya kepunyaan nona, melainkan ada hak orang lain yang dititipkan pada riski nona."

Mba mengajarkanku segala kebaikan dengan kelembutan dan ketulusan. Hampir setiap saat aku menghabiskan waktu bersamanya.

Ya terkadang aku lebih membutuhkannya dibanding dengan ibuku sendiri. Saat pulang sekolah orang pertama yang aku cari ialah si mba bukan ibu. Ibu orang yang sangat sibuk lebih mementingkan karier dibanding anaknya sendiri.

Lagi-lagi mba datang sebagai penyejuk hati, penawar luka lara. Mba bilang "Nona Ibu sayang nona, makanya ibu kerja banting tulang, Ibu nak masa depan putri-putrinya cerah. Nona jangan sedih karena ibu jarang memiliki waktu untuk keluarga, kan masih ada mba yang selalu ada untuk nona yang manis." Lagi-lagi senyumannya adalah air yang memadamkan api.

Oh ya, cerita soal balon penghantar mimpi aku masih melakukannya dan hal yang membuat aku bahagia adalah ketika mendapatkan surat balasannya. Hari ini adalah puncak kebahagiaanku. 
Lihat juga : Balon Pengantar Mimpi
Setelah 1 tahun kepergiannya, kini aku mendapat kabar bahwa ayah segera pulang. Adikku yang paling kecil bahkan sudah tak kenal ayahnya.
Hal pertama yang aku pikirkan adalah saat pintu terbuka untuk ayah adalah berlari menjemputnya lalu memeluknya seerat mungkin.
Satu....
Dua...
Ti.......

Suasana semula yang begitu ramai, hening seribu bahasa, hancur sudah apa yang telah dibayangkan. Ternyata hal ini lebih menyakitkan dibanding diacuhkan olehnya. Kalau tau begini akhirnya mending ayah tak kembali. Niat semula yang ingin berlari mendekatinya malah berubah balik kanan menjauhinya.

Hati yang semula berbunga mekarnya indah melihat seorang anak kecil di dekapannya melayukan segalanya. Senyum manis yang terlukis diwajah wanita sebelahnya menjadi pisau penyayat luka.

Kenapa engkau harus kembali ayah? Kenapa engkau ganti angan ini dengan mimpi buruk? Aku terima semua kekuranganmu, tentang minimnya waktu untuk bersama. Jangankan bermain bersama, ngobrol satu menit saja susah. 

Sekarang kami dengar ayah pulang, betapa bahagia dan betapa terkejutnya, saat pintu terbuka, ayah datang ga seorang diri saja, tetapi dengan membawa seorang perempuan dan anak kecil yang digendongan Ayah. 

Aku kecewa Ayah, engkau kembali hanya untuk menyayat luka yang belum sembuh! (Penulis : Andini Meysi Ullanda)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel