Reuni Masa Lalu
Juni 18, 2019
“Khatib...khatib
uni...khatib uda...!” Teriakan knek bis kota memanggil penumpang menyela bunyi
bising keramaian dan kesibukan pagi di jalan Profesor Hamka. Teriakan khas
kondektur bis kota berarti bis kota menuju Pasar Raya Padang akan melewati
Jalan Khatib Sulaiman.
Seorang lelaki muda berkostum putih dan
hijau, menjinjing tas tipis ala map itu melintas menyeberang jalan di sela
keramaian lalu lintas pagi di Air Tawar Kota Padang. Kemudian naik menyelinap
di antara penupang yang berdiri di pintu bagian belakang bis kota berwarna
kuning.
Jangankan di dalam, pintu bis kota saja
sudah banyak yang berdiri. Apalagi dalam bis kota. Maisal Putra, lelaki muda itu
berdiri berdesakan sambil berpegangan pada talang besi panjang di sisi atas bis
kota.
Maisal Putra berdiri dekat dua anak sekolahan.
Terbukti mereka menggunakan seragam putih abu-abu. Ketika Maisal putra melirik kedua
anak sekolahan itu, salah seorang anak sekolahan berbisik pada temannya. Namun
Maisal Putra tidak mendengar apa yang dibisikan mereka.
“Ntar ada orang kehilangan kerbau dek...,
jangan bisik-bisik begitu,” celoteh Maisal Putra merasa agak tersinggung.
“Kami ndak pemaling kerbau, mas...” sahut
salah seorang di antaranya.
Karena berdiri dalam posisi menyamping,
Maisal Putra dapat melihat lokasi sekolah kedua anak sekolahan.
“Kelas berapa di SMEA, dek?” tanya Maisal Putra iseng.
“Baru kelas I, mas...” sahut siswa yang
bertubuh agak gempal. “Mas, ngajar dimana?”
“Tamsis...Mas hanya sedang Praktik
lapangan di SMA itu,” jawab Maisal Putra.
“Tinggalnya dimana, mas?” tanya siswa
yang seorang lagi, bertubuh agak langsing.
“Jalan Cendrawasih, Gang Todak Asrama
Tanpa Nama,” jelas Maisal Putra.
“Kami berdua di Patenggangan, mas...”
“Berarti kita dari arah yang sama. Naik
bis kota ini di tempat yang sama, ya?” pintas Maisal Putra .
“Iya, betul mas. Kami berdua tadi
kebetulan melihat mas naik ke bis kota ini,”
“Oh,”
“Tamsis kiri...!” Tiba-tiba Maisal
berteriak dan turun di depan gerbang sekolah tempat ia mengajar praktek.
“Sampai jumpa, dek..”
“Iya, mas. Sampai jumpa.”
Maisal putra melangkah menuju areal sekolah
dengan agak santai meskipun ia hampir terlambat. Ia jadi penasaran, lupa untuk
berkenalan sehingga tidak mengetahui nama kedua siswa yang baru dikenalnya di atas bis kota.
Rasa penasaran Maisal terbawa sampai ke
tempat kostnya. Usai shalat Magrib, Maisal Putra menjadi malas ke luar kamar.
“Mas, ada yang cari..” seorang teman kost
masuk memberi tahu.
“Siapa?”
“Nggak tau, cewek dua orang,”
“Oh ya, terima kasih.” Maisal Putra bangkit dan
melangkah ke ruang depan asrama. Alangkah terkejutnya Maisal Putra melihat dua
perempuan itu.
“Lho? Ini adek-adek yang bertemu dengan
mas di bis kota tadi, bukan?” seru Maisal Putra tak percaya.
“Hm, kita belum sempat berkenalan. Saya
Maisal...” Maisal Putra menyodorkan tangan.
“Irma..” sahut Irma menyambut sodoran
tangan Maisal Putra.
“Rini...” balas seorang lagi. Namun Rini
sengaja menghindar dan duduk di bangku yang tak jauh dari Maisal Putra dan Irma.
Itulah pertemuan kedua Maisal Putra yang
menjadi awal pertemuan berikutnya dalam situasi dan nuansa lebih dekat. Hari
demi hari berlalu tanpa terasa bagi Maisal Putra dan Irma.
Namun kedekatan yang terjalin setelah
beberapa bulan berubah menjadi ketidakpastian. Irma menghilang entah kemana.
Rini memberi tahu kalau hubungan Maisal Putra dan Irma sudah berakhir.....
Maisal Putra menghela nafas. Setelah terdiam
beberapa menit mengenang masa lalu. Bahkan
hiruk pikuk bunyi musik dari organ tunggal di pesta itu tak menghalangi Maisal Putra untuk mengenang masa lalu bersama wanita, yang kini berada di hadapannya.
“Kok diam saja dari tadi, mas? Ingat masa
lalu, ya?” tegur Irma. Perempuan yang telah mengundangnya hadir di pesta
pernikahan anggota keluarganya itu.
“Ya, begitulah...” sahut Maisal Putra jujur.
“Nggak usah dikenang lagi. Itu semua
sudah berlalu dan kenyataannya kita sekarang sudah mulai tua. Betul ‘kan, mas?”
“Ya, kamu benar, Irma. Tapi bagi mas,
masa lalu itu adalah awalnya masa sekarang ini. Jadi wajar toh kalau mas
hanya sekadar mengingat?”
“Ya, ya....Oh ya, terima kasih sudah
memenuhi undangan saya pada pesta pernikahan anggota keluarga saya ini,” ujar
Irma.
Maisal Putra mengagguk seraya melempar senyum,
memperhatikan raut wajah Irma yang memang sudah jauh berubah.