Cerpen : Roda Kehidupan
Juni 21, 2019
Roda depan sebuah sepeda nampak berputar pelan. Menyusuri
pinggiran sebelah kiri jalan raya yang datar dan beraspal cukup bagus. Jari-jari
ban sepeda masih terlihat satu per satu. Pertanda putaran roda cukup lambat. Bahkan
ban sepeda yang sudah mulai botak masih jelas terlihat meskipun sedang berputar.
Sesekali
terlihat putaran roda sepeda seolah-olah tersendat-sendat dan terhuyung
menyisiri pinggiran jalan beraspal. Padahal ban sepeda tidak kempes, tidak juga mengalami kebocoran.
Pantas saja. Ternyata sepeda jenis ontel
itu dikendarai oleh seorang lelaki tua. Nafasnya turun naik, pertanda sedang ngos-ngosan
akibat menggenjot pedal sepeda.
Ia mengenakan topi kain lebar. Lengkap
dengan seragam ‘dinas harian’ petani. Sementara di boncengan belakang terlihat
tas nasi terikat erat. Tentu saja tas nasi lengkap dengan air, bekal yang telah dipersiapkan
istrinya untuk bekerja seharian di sawah.
Pak tua itu tidak terlalu ambil pusing
dengan keramaian lalu lintas pagi. Orang pergi berdinas, ia pun pergi
berdinas. Bedanya, ia berdinas di sawah. Sementara para pengguna jalan
raya lainnya berdinas di sekolah atau di kantor.
Kendaraan yang hilir mudik dengan suara
bising sudah menjadi konsumsi pemandangan lelaki tua itu setiap berangkat tugas
di pagi hari. Namun lelaki tua itu sedikit heran dengan pengguna jalan raya
saat ini. Seakan mereka tidak tahu lagi aturan dan tata tertib berlalu lintas di jalan
raya.
Memang, dulu pengguna jalan raya tidak
seramai ini. Masih banyak pengguna jalan raya yang berjalan kaki dan
mengendarai sepeda. Pengguna sepeda motor boleh dihitung dengan jari. Orang
lebih banyak menggunakan jasa mobil penumpang umum untuk bepergian.
Pak tua itu dapat memaklumi kenapa pengguna
jalan raya semakin ramai. Maklum, ilmu pengetahuan dan teknologi transportasi
darat sudah berkembang dengan pesat. Mobil penumpang umum pun semakin jarang
digunakan. Orang lebih cenderung menggunakan sepeda motor. Apalagi produksi sepeda
motor semakin melimpah ruah.
Di sisi lain masyarakat pun semakin
mudah untuk memiliki sepeda motor meskipun punya uang terbatas. Cukup berbekal KTP
dan kartu keluarga. Orang sudah dapat memiliki sepeda motor baru. Akibatnya
tidak ada satu keluarga pun yang tidak memiliki sepeda motor. Bahkan satu
keluarga bisa memiliki lebih dari satu kendaraan roda dua ini.
Anak-anak sekolah pada umumnya
menggunakan sepeda motor meskipun belum memiliki izin untuk mengendara. Maka wajar pengguna
jalan raya di pagi hari umumnya didominasi oleh anak sekolah.
Pak tua yang masih menggenjot pedal
sepedanya di pinggir jalan raya itu merasa sedikit aneh saja. Anak sekolah
sekarang mengendarai sepeda motor, seakan tidak tahu aturan berlalu lintas di jalan raya. Menggeber-geber
gas sesuka hati, kebut-kebutan di jalan raya.
Suatu ketika pak tua itu sempat
diserempet anak sekolah. Untung pak tua tidak terjatuh dan masih dapat
mengendalikan setang sepeda ontelnya. Pak tua itu hanya geleng kepala, tak
dapat berbuat apa.
“Ampun deh anak sekolah sekarang. Sudah
jelas nyerempet orang namun tak peduli dan merasa tak bersalah. Makin
diajar makin kurang ajar, tak tahu aturan berlalu litas,” pak tua itu hanya ngomel
dalam hati.
Namun lelaki yang sering disapa pak Wahyu itu tidak menyapu rata semua anak
sekolah demikian. Masih banyak anak sekolah yang peduli dengan aturan berlalu
lintas.
Tiba-tiba pak Wahyu meminggirkan sepeda
ontelnya. Ia hendak menyeberang jalan karena sudah sampai di mulut gang kecil
menuju sawahnya. Tapi ia itu nampak seperti kebingungan. Kendaraan semakin ramai sehingga sulit rasanya untuk menyeberangi jalan.
Tanpa disadari pak Wahyu, beberapa orang anak sekolah berhenti dan
dengan isyarat tangan menyetop semua kendaraan. Anak sekolah melihat ada seorang pak tua dengan
sepeda ontelnya kebingungan hendak menyeberang jalan.
“Pak, silahkan bapak menyeberang!” teriak
salah seorang anak sekolah ketika semua kendaraan telah berhenti. Memberi
waktu untuk pada pak tua itu untuk menyeberang jalan.
Pak Wahyu terpana. Namun ia\ merasa lega dan segera
menyeberangi jalan. Sesampainya di seberang jalan, ia tersadar.
Ternyata ia telah ditolong oleh segerombolan anak berseragam sekolah.
Pak Wahyu menoleh ke belakang. Ingin melihat
dan mengetahui siapa anak-anak sekolah yang dengan santun telah menolongnya
untuk menyeberang jalan di tengah keramaian lalu lintas.
Anak-anak sekolah pengendara sepeda
motor yang santun itu telah berlalu. Yang dilihatnya hanyalah lalu lalang
kendaraan sepeda motor.
“Terima kasih anak muda. Kalian sungguh
terpuji dalam berlalu lintas. Semoga kalian menjadi orang yang sukses. Kalau kalian kelak menjadi Polantas, jadilah Polantas yang baik dan mengayomi pengguna lalu
lintas...” kata pak Wahyu membatin berdoa.
Kemudian pak Wahyu menaiki pedal sepeda
ontelnya. Meneruskan perjalanannya menuju tempat dinasnya di sawah, melewati
jalan bercadas dan berbatu.