Amril Dt Mogek Penghulu Tutup Usia

Amril dt mogek penghulu suku piliang - Innalillahi wainnahilai hirojiuun. Penghulu suku Piliang di Kanagarian Taluak Lintau Buo, Amril Dt Mogek Penghulu tutup usia pada hari Selasa (2/7). Demikian informasi yang diperoleh dari kontributor matrapendidikan.com Hadi Rahim.

Sesuai adat salingka nagari Taluak, dengan wafatnya penghulu suku Piliang tersebut akan terjadi prosesi adat yang sudah berlangsung turun temurun. Prosesi dimulai dengan penyelenggaraan jenazah dan batagak galagh (gelar).

Prosesi adat kematian cukup unik. Aiptu Syafriyon, pensiunan Polri, bakal menyandang gelar Dt. Mogek Penghulu. Oleh sebab, pengganti penghulu yang wafat bagogai dan diarak di atas gogai (tandu) 

Proses kedua adalah pergantian gelar adat (Adat baganti Golagh) ini akan dilaksanakan setelah 100 hari prosesi kematian ini.
.

Penyelenggaraan adat kematian

Seperti diketahui, suku di Nagari Taluk ada empat, yaitu patopang, chaniago, mandailiang, dan piliang. Tiap-tiap suku dipimpin oleh orang 4 Jiniah (urang nan 4 jiniah) yaitu; pangulu, manti, malin, dan dubalang.

Jika salah seorang dari urang nan 4 jiniah meninggal dunia, maka akan diadakan upacara adat kematian di Nagari Taluk.

Begitu pula jika salah seorang pangulu suku meninggal dunia, maka akan diberitahukan kepada pangulu yang 3 suku lainnya. Begitu juga dengan manti, akan diberitahukan kepada manti yang 3 suku lainnya. Malin dan dubalang pun juga begitu.

Jika pangulu suku lain telah diberitahu, maka ia akan memberitahukan kepada orang nan 4 jinih lainnya, termasuk tuo kampuang dalam sukunya.

Setelah semuanya diberitahu, kemudian urang nan 4 jinih ditambah tuo kampuang dari 3 suku lainnya akan datang ke rumah gadang pangulu yang meninggal tersebut untuk melayat dan merundingkan tentang :

Mereka akan membahas tentang dimana pandam pakuburan (tempat pemakamannya), dan proses mulai dari menggali kuburan sampai jenazah selesai dimakamkan merupakan tanggung jawab dubalang.

Sedangkan untuk biayanya adalah 1 ekor kambing (diganti dengan uang, tergantung berapa harga kambing saat itu).

Itulah yang dirundingkan di rumah gadang, kemudian dengan segera dubalang akan memerintahkan sumando untuk membuat keranda (garai), bentuknya seperti balok tanpa atap, terbuat dari bambu, dengan tiap-tiap sudut, bambunya dipanjangkan untuk mengangkatnya nanti.

Setelah garai selesai dibuat, kemudian garai tersebut diletakkan di depan/halaman rumah gadang. Setelah itu, garai akan dihiasi oleh bundo kanduang dari 4 suku.

Masing-masing sudut akan dihiasi oleh bundo kanduang 1 suku. Di tiap-tiap sudut akan dipasang tabir (tabigh), pakaian adat, kain sarung, kemudian payung yang diatasnya diberi kain berwarna merah (domok).

Masing-masing sandangan keranda (garai) dibalut dengan kain kafan. Setelah selesai dihiasi, jenazah yang telah dimandikan dan dikafani dimasukkan ke dalam keranda tadi, dan diikuti pula oleh kemenakan yang akan menggantikan gelarnya untuk berdiri dalam keranda itu juga.

Jenazah tersebut diikat agar tidak jatuh. Masing-masing sandangan akan diangkat oleh 1 suku, maka di tiap-tiap sandangan dipegang oleh 1 suku. Kemudian, secara serentak masing-masing suku mengangkat keranda (garai) sampai kerandanya agak sedikit melambung di udara.
Setelah terangkat, maka garai tersebut dilarikan sampai ke pandam pakuburannya. Dalam perjalanan, masing-masing suku berusaha untuk mengangkat garai setinggi-tingginya. Sesampainya dipandam pakuburan, jenazah disholatkan kemudian disemayamkan seperti biasanya.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel