Amril Dt Mogek Penghulu Tutup Usia
Juli 03, 2019
Amril dt mogek penghulu suku piliang - Innalillahi wainnahilai hirojiuun. Penghulu
suku Piliang di Kanagarian Taluak Lintau Buo, Amril Dt Mogek Penghulu tutup
usia pada hari Selasa (2/7). Demikian informasi yang diperoleh dari kontributor
matrapendidikan.com Hadi Rahim.
Sesuai adat salingka nagari Taluak,
dengan wafatnya penghulu suku Piliang tersebut akan terjadi prosesi adat yang
sudah berlangsung turun temurun. Prosesi dimulai dengan penyelenggaraan jenazah
dan batagak galagh (gelar).
Prosesi adat kematian cukup unik. Aiptu
Syafriyon, pensiunan Polri, bakal menyandang gelar Dt. Mogek Penghulu. Oleh
sebab, pengganti penghulu yang wafat bagogai dan diarak di atas gogai
(tandu)
Proses kedua adalah pergantian gelar adat
(Adat baganti Golagh) ini akan dilaksanakan setelah 100 hari prosesi
kematian ini.
.
Penyelenggaraan adat kematian
Seperti diketahui, suku di Nagari Taluk
ada empat, yaitu patopang, chaniago, mandailiang, dan piliang. Tiap-tiap suku
dipimpin oleh orang 4 Jiniah (urang nan 4 jiniah)
yaitu; pangulu, manti, malin, dan dubalang.
Jika salah seorang dari urang nan
4 jiniah meninggal dunia, maka akan diadakan upacara adat kematian di
Nagari Taluk.
Begitu pula jika salah seorang pangulu suku meninggal
dunia, maka akan diberitahukan kepada pangulu yang 3 suku lainnya. Begitu juga
dengan manti, akan diberitahukan kepada manti yang 3 suku lainnya. Malin dan
dubalang pun juga begitu.
Jika pangulu suku lain
telah diberitahu, maka ia akan memberitahukan kepada orang nan 4 jinih lainnya,
termasuk tuo kampuang dalam sukunya.
Setelah semuanya diberitahu,
kemudian urang nan 4 jinih ditambah tuo kampuang dari
3 suku lainnya akan datang ke rumah gadang pangulu yang
meninggal tersebut untuk melayat dan merundingkan tentang :
Mereka akan membahas tentang dimana pandam
pakuburan (tempat pemakamannya), dan proses mulai dari menggali
kuburan sampai jenazah selesai dimakamkan merupakan tanggung jawab dubalang.
Sedangkan untuk biayanya adalah 1 ekor kambing (diganti dengan uang, tergantung
berapa harga kambing saat itu).
Itulah yang dirundingkan di rumah
gadang, kemudian dengan segera dubalang akan memerintahkan sumando untuk
membuat keranda (garai), bentuknya seperti balok tanpa atap, terbuat dari
bambu, dengan tiap-tiap sudut, bambunya dipanjangkan untuk mengangkatnya nanti.
Setelah garai selesai
dibuat, kemudian garai tersebut diletakkan di depan/halaman rumah gadang.
Setelah itu, garai akan dihiasi oleh bundo kanduang dari 4
suku.
Masing-masing sudut akan dihiasi oleh bundo kanduang 1 suku. Di tiap-tiap
sudut akan dipasang tabir (tabigh), pakaian adat, kain sarung, kemudian
payung yang diatasnya diberi kain berwarna merah (domok).
Masing-masing sandangan keranda (garai)
dibalut dengan kain kafan. Setelah selesai dihiasi, jenazah yang telah
dimandikan dan dikafani dimasukkan ke dalam keranda tadi, dan diikuti pula oleh
kemenakan yang akan menggantikan gelarnya untuk berdiri dalam keranda itu juga.
Jenazah tersebut diikat agar tidak jatuh.
Masing-masing sandangan akan diangkat oleh 1 suku, maka di tiap-tiap sandangan
dipegang oleh 1 suku. Kemudian, secara serentak masing-masing suku mengangkat
keranda (garai) sampai kerandanya agak sedikit melambung di udara.
Lihat juga : Tradisi Adat Kematian Penghulu Suku di Nagari Taluak
Setelah
terangkat, maka garai tersebut dilarikan sampai ke pandam pakuburannya. Dalam
perjalanan, masing-masing suku berusaha untuk mengangkat garai
setinggi-tingginya. Sesampainya dipandam pakuburan, jenazah disholatkan
kemudian disemayamkan seperti biasanya.***