Peranan Keluarga dan Sekolah dalam Perlindungan Anak
Juli 23, 2019
Peranan
keluarga dansekolah dalam perlindungan anak – Hari ini tanggal
23 Juli, bertepatan dengan Hari Anak Nasional (HAN). Seperti sudah diketahui,
HAN diperingati setiap tahunnya sejak tahun 1984 lalu. Dan tahun 2019 ini,
pemerintah mengangkat tema peringatan HAN; Peranan keluarga dalam Perlindungan
anak.
Peringatan
HAN berawal dari kesadaran bahwa anak adalah aset paling berharga, tidak hanya
bagi keluarga, namun juga bagi bangsa
indonesia.
Berdasarkan kesadaran itulah Presiden Soeharto mencetuskan Hari Anak
Nasional Tahun 1984. Berdasarkan Kepres Nomor 44 Tahun 1984 ditetapkan tanggal
23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN) dan diperingati setiap tahun.
Keluarga berperan penting dalam
perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan. Hal ini mengisyaratkan bahwa
perlindungan terhadap anak dimulai dari lingkungan keluarga.
Kekerasan sebagaimana terdapat dalam UU Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, pasal 76 (U) senada dengan ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu
muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul
Tak
dapat dipungkiri, kekerasan terhadap anak sebagaimana dalam undang-undang
perlindungan Anak justru sering terjadi di lingkungan keluarga.
Pelakunya tidak
lain adalah orang-orang terdekat dengan anak. Namun karena berbagai alasan,
tindakan tersebut tidak mengemuka pada pihak yang berkompeten menanganinya.
Kekerasan
terhadap anak tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga. Di lingkungan sekolah
juga berpeluang terjadi.
Begitu pula di lingkungan masyarakat dimana anak
berada, juga dimungkinkan terjadinya kekerasan terhadap anak.
Boleh
jadi kekerasan terhadap anak dilakukan oleh teman sendiri atau pendidik di
lingkungan sekolah. Namun perlu dipahami apa dan bagaimana batasan dari tindak kekerasan.
Ada dua
hal pokok yang berbeda tipis jika dipandang dari segi hukum maupun sosial
masyarakat, yaitu ketegasan dan kekerasan.
Ketegasan dalam mendidik anak di
lingkungan keluarga maupun sekolah tidak identik dengan kekerasan.
Pola
pendidikan anak di lingkungan keluarga tidak sama satu keluarga dengan keluarga
lainnya.
Ada orangtua yang menerapkan pola ketegasaan dalam menanamkan karakter pada anak dan itu sudah berlangsung
turun temurun dalam keluarga.
Baca juga : Pembentukan Karakter Anak di Lingkungan Keluarga
Orang
lain mungkin saja memandangnya dalam kaca mata kekerasan. Atau dalam pandangan
hukum dan sosial boleh jadi sudah termasuk dalam kategori kekerasan.
Misalnya,
anak yang tidak mau shalat dihukum dengan cambuk Begitu pula anak yang bersalah
harus menerima sanksi dan hukuman atas perbuatannya yang keliru.
Di
sekolah, anak nakal atau bandel dan susah diatur, suka melanggar disiplin akan
mendapat sanksi dan hukuman sesuai aturan yang telah dibuat bersama.
Di satu
sisi, pihak sekolah sudah merasa hukuman dan sanksi yang diberikan kepada anak sudah
sesuai aturan dan bersifat mendidik. Namun orangtua anak belum tentu
menganggapnya ketegasan dan bahkan kekerasan.
Pendidikan
anak di lingkungan keluarga memiliki pola tertentu. Begitu pula di lingkungan
sekolah, ada pola yang diterapkan dalam bentuk peraturan dan sanksi/hukuman
tergantung pada pelanggaran oleh anak.
Oleh
sebab itu setiap pihak perlu memahami batasan antara ketegasan dan kekerasan
terhadap anak di lingkungan keluarga maupun sekolah. Boleh jadi, ketegasan yang
berdampak fisik seperti cedera atau sakit, termasuk tindak kekerasan.
Lihat juga : Pendekatan Pendidikan Ramah Anak
Begitu
pula ancaman yang membuat anak menjadi tidak aman dan perlakuan yang tidak
sepantasnya sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak.***