Cerpen : Masker Cinta

Joned mengendarai motornya dengan pelan. Tenggorokannya terasa agak sakit dan hidungnya agak tersumbat. Berkendaraan di tengah kabut asap, tanpa mengenakan helm pelindung, membuat matanya terasa semakin perih dan memerah. Joned semakin memperlambat laju motornya ketika terjebak dalam deretan antrian pengguna jalan raya.

Di depan sana terlihat anak sekolah berseragam SMA menyetop pengendara motor yang lewat. Rupanya anak sekolah tersebut sedang membagikan masker gratis pada setiap pengendara yang tidak mengenakan masker pelindung dari kabut asap.

Joned mengikuti jalur antri kendaraan bermotor dan beringsut pelan ke arah depan. 

“Uda, pakai masker ini agar terlindung dari kabut asap,” Seorang siswi mengenakan masker berujar kepada Joned, seraya menyerahkan sebuah masker pelindung. Joned menyambut namun tidak langsung menggunakan masker itu. 

Sekilas ia melirik  ke wajah siswi yang telah memberinya masker. Meskipun wajahnya terhalang masker, hanya terlihat alis dan bola matanya. Joned dapat menerka kalau siswi ini berwajah cantik. Kulit mukanya putih, bola matanya hitam dan bulat. Alis matanya tebal dan hitam. Sorot matanya sangat menarik dan lembut.

“Oh, ya. Terima kasih ya dek…” ujar Joned hendak berlalu.

“Iya, Uda…Tapi dikenakan maskernya dulu” Joned menuruti suruhan siswi pemberi masker pelindung. Kemudian berlalu dari tempat itu.

Guru muda itu merasakan sedikit kenyamanan setelah mengenakan masker pelindung kabut asap. Namun tidak demikian hatinya. Seakan ada sesuatu yang tertinggal di belakang.. Joned tidak mengetahui apa benda atau sesuatu yang telah tertinggal itu.

****

Cuaca tengah hari terasa cukup gerah. Namun pemandangan alam di sekitar seperti di pagi hari diselimuti kabut asap.

Joned menghela nafas.

Setelah memarkir motornya, Joned langsung masuk ke dalam rumah dan terus ke kamarnya. Merebahkan diri tanpa membuka masker pelindung. Ingat masker, ingat pula siswi yang memberikannya. masker di depan gerbang SMA tadi.

Serta merta Joned bangkit kembali. Membuka masker. Di masker itu seakan terbanyang separuh wajah siswi dengan sorot mata yang lembut.

Tiba-tiba Joned menepuk jidatnya. Ia menyesal tidak menanyai nama atau berkenalan dengan siswi yang memberinya masker.

Mendadak Joned jadi kaget. Di balik lipatan kecil masker itu tertulis kata, Masker Cinta dengan tinta hitam.

Joned jadi penasaran. Apakah semua masker yang dibagikan secara gratis pada setiap pengendara bertuliskan kata masker cinta?

Kembali Joned memperhatikan tulisan pada bagian dalam masker tersebut.

Ah, tidak mungkin semua masker bertuliskan kata dan gambar seperti pada masker yang dikenakannya. Joned membatin.

Masker bekas? Bekas masker yyang dipakai siswi tadi? Tidak mungkin juga.

Tapi siapa gerangan anak SMA yang membagikan masker bertuliskan Masker Cinta tadi?

Joned kembali merebahkan diri dan tertidur kecapekan.

****

“Pak guru! Ada siswi yang mencari pak guru..” terdengar suara dari balik pintu kamarnya. 

Joned sudah hafal kalau itu suara ibu kost. 

“Siapa, buk?” tanya Joned seraya bangkit.

“Ndak tahu…!”

Joned keluar kamar setelah bercermin apa adanya. 

Di ruang tamu sudah menunggu seorang siswi berpakaian seragam SMA.

“Maaf, pak. Saya telah mengganggu tidur bapak,” ujar siswi berpakaian seragam SMA itu.

“Oh, enggak apa-apa. Siapa namanya?,” tanya Joned seraya duduk di kursi berhadapan dengan siswi SMA itu.

“Shinta, pak…”ujar Shinta seraya menyodorkan tangannya. Kemudian Joned membalasnya.

Joned terpana sejenak. Meskipun tidak mengenakan masker pelindung, tapi ia merasa siswi di hadapannya ini yang memberinya masker tadi.

“Sekali lagi, maafkan saya pak…”

“Hm, emangnya ada apa, koq berulangkali minta maafnya… Bukankah Shinta tadi yang memberi saya masker di gerbang sekolahmu?” tebak Joned.

“Iya, pak…” Shinta mengangguk.

“Masalahnya, apa Shinta?”

“Itu masker yang saya berikan pada bapak sudah saya tulis dengan kata-kata yang mungkin tidak bapak sukai,…”

“Oh, itu bapak suka banget...Tapi nggak masker bekas bukan?”

“Ya, enggaklah ,pak. Tapi saya malu dengan tulisan itu, pak…”

“Santai aja kali…”

“Jadi, bapak enggak marah???"

“Nggak koq, malah bapak senang mengenakan masker...masker apa tadi?"

"Marker Cinta...” Shinta terjebak untuk mengucapkan kata itu.

"Ya, masker cinta, hehehe..." ulang Joned tertawa.

“Terima kasih, pak…Kalau begitu saya izin pulang dulu,” ujar Shinta berdiri dengan wajah cerah karena pak guru muda itu tidak memarahinya.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel