Cerpen : Masker Cinta
September 21, 2019
Joned mengendarai motornya
dengan pelan. Tenggorokannya terasa agak sakit dan hidungnya agak tersumbat. Berkendaraan di tengah kabut asap, tanpa mengenakan helm pelindung, membuat matanya terasa semakin perih dan
memerah. Joned semakin memperlambat laju motornya ketika terjebak dalam deretan antrian
pengguna jalan raya.
Di
depan sana terlihat anak sekolah berseragam SMA menyetop pengendara motor yang
lewat. Rupanya anak sekolah tersebut sedang membagikan masker gratis pada
setiap pengendara yang tidak mengenakan masker pelindung dari kabut asap.
Joned
mengikuti jalur antri kendaraan bermotor dan beringsut pelan ke arah depan.
“Uda, pakai
masker ini agar terlindung dari kabut asap,” Seorang
siswi mengenakan masker berujar kepada Joned, seraya menyerahkan sebuah masker
pelindung. Joned menyambut namun tidak langsung menggunakan masker itu.
Sekilas ia
melirik ke wajah siswi yang telah
memberinya masker. Meskipun
wajahnya terhalang masker, hanya terlihat alis dan bola matanya. Joned dapat
menerka kalau siswi ini berwajah cantik. Kulit mukanya putih, bola matanya
hitam dan bulat. Alis matanya tebal dan hitam. Sorot matanya sangat menarik dan
lembut.
“Oh, ya. Terima kasih ya dek…” ujar Joned hendak berlalu.
“Iya,
Uda…Tapi dikenakan maskernya dulu” Joned menuruti suruhan siswi pemberi masker pelindung. Kemudian berlalu dari tempat itu.
Guru muda itu merasakan sedikit kenyamanan setelah mengenakan masker pelindung kabut asap. Namun
tidak demikian hatinya. Seakan ada sesuatu yang tertinggal di belakang.. Joned
tidak mengetahui apa benda atau sesuatu yang telah tertinggal itu.
****
Cuaca
tengah hari terasa cukup gerah. Namun pemandangan alam di sekitar seperti di
pagi hari diselimuti kabut asap.
Joned
menghela nafas.
Setelah
memarkir motornya, Joned langsung masuk ke dalam rumah dan terus ke kamarnya. Merebahkan
diri tanpa membuka masker pelindung. Ingat masker, ingat pula siswi yang
memberikannya. masker di depan gerbang SMA tadi.
Serta
merta Joned bangkit kembali. Membuka masker. Di masker itu seakan terbanyang
separuh wajah siswi dengan sorot mata yang lembut.
Tiba-tiba
Joned menepuk jidatnya. Ia menyesal tidak menanyai nama atau berkenalan dengan
siswi yang memberinya masker.
Mendadak
Joned jadi kaget. Di balik lipatan kecil masker itu tertulis kata, Masker Cinta dengan tinta hitam.
Joned
jadi penasaran. Apakah semua masker yang dibagikan secara gratis pada setiap
pengendara bertuliskan kata masker cinta?
Kembali
Joned memperhatikan tulisan pada bagian dalam masker tersebut.
Ah,
tidak mungkin semua masker bertuliskan kata dan gambar seperti pada masker yang
dikenakannya. Joned membatin.
Masker
bekas? Bekas masker yyang dipakai siswi tadi? Tidak mungkin juga.
Tapi siapa gerangan anak SMA
yang membagikan masker bertuliskan Masker Cinta tadi?
Joned
kembali merebahkan diri dan tertidur kecapekan.
****
“Pak guru! Ada siswi yang
mencari pak guru..” terdengar suara dari balik pintu kamarnya.
Joned sudah hafal kalau itu suara ibu kost.
“Siapa, buk?” tanya Joned
seraya bangkit.
“Ndak tahu…!”
Joned keluar kamar setelah
bercermin apa adanya.
Di ruang tamu sudah menunggu seorang siswi berpakaian
seragam SMA.
“Maaf, pak. Saya telah
mengganggu tidur bapak,” ujar siswi berpakaian seragam SMA itu.
“Oh, enggak apa-apa. Siapa
namanya?,” tanya Joned seraya duduk di kursi berhadapan dengan siswi SMA itu.
“Shinta, pak…”ujar Shinta seraya menyodorkan tangannya. Kemudian Joned membalasnya.
Joned terpana sejenak.
Meskipun tidak mengenakan masker pelindung, tapi ia merasa siswi di hadapannya
ini yang memberinya masker tadi.
“Sekali lagi, maafkan saya
pak…”
“Hm, emangnya ada apa, koq
berulangkali minta maafnya… Bukankah Shinta tadi yang memberi saya masker di
gerbang sekolahmu?” tebak Joned.
“Iya, pak…” Shinta
mengangguk.
“Masalahnya, apa Shinta?”
“Itu masker yang saya
berikan pada bapak sudah saya tulis dengan kata-kata yang mungkin tidak bapak sukai,…”
“Oh, itu bapak suka banget...Tapi nggak masker bekas bukan?”
“Ya, enggaklah ,pak. Tapi saya malu dengan tulisan itu, pak…”
“Santai aja kali…”
“Jadi, bapak enggak marah???"
“Nggak koq, malah bapak senang mengenakan masker...masker apa tadi?"
"Marker Cinta...” Shinta terjebak untuk mengucapkan kata itu.
"Ya, masker cinta, hehehe..." ulang Joned tertawa.
“Terima kasih, pak…Kalau begitu saya izin pulang dulu,” ujar Shinta berdiri dengan wajah cerah karena pak guru muda itu tidak memarahinya.***