Kurikulum untuk Anak, Bukan Anak untuk Kurikulum (?)

Kurikulum untuk anak, bukan anak untuk kurikulum (?) – Dalam setiap kesempatan seminar atau pertemuan, Dr. Seto Mulyadi M.Psi atau lebih dikenal dengan Kak Seto sering mengutip istilah Kurikulum untuk anak, bukan anak untuk kurikulum. Psikolog Anak tersebut juga menyampaikannya dalam seminar guru bertaraf nasional di Kompleks Istano Basa Pagaruyung, Selasa lalu (15/10/19).

Sebagai guru kita jadi maklum dan setuju dengan istilah yang disampaikan kak Seto. Bahwa kurikulum itu memang sejatinya untuk siswa.

Jika demikian maka kurikulum harus dijadikan ‘alat’ dan bukan ‘tujuan’. Kurikulum adalah alat atau perangkat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Di lembaga sekolah terdapat 3 komponen utama dalam proses pendidikan, yaitu: kurikulum, guru dan pembelajaran.
Kurikulum merupakan perangkat pengalaman belajar atau semua kegiatan yang diberlakukan kepada anak untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kurikulum juga dapat dimaknai sebagai alat pemandu kegiatan belajar yang diperuntukkan buat anak.

Dapat juga dikatakan bahwa kurikulum adalah program untuk belajar anak yang disusun secara sistematis dan berpotensi memengaruhi pribadi anak dalam aspek pengetahuan (kognitif), sikap dan tingkah laku (afektif) dan keterampilan (psikomotorik).
Agar kurikulum benar-benar menjadi alat untuk mewujudkan tujuan pendidikan maka kurikulum harus dioperasionalkan dalam kegiatan pembelajaran.

Oleh sebab itu sasaran pelaksana kurikulum adalah guru.

Guru adalah komponen yang mengoperasionalkan kurikulum pendidikan di sekolah melalui kegiatan pembelajaran.

Tugas guru bukan membuat atau menyusun kurikulum pendidikan. Akan tetapi guru menterjemahkan dan menjalankan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, kemudian mentransfer nilai-nilai tersebut melalui aktivitas belajar di sekolah.
Pembelajaran merupakan kegiatan operasionalisasi kurikulum pendidikan di sekolah. Bentuk operasional kurikulum adalah kegiatan intrakurikuler, ko-kurikuler dan ekstrakurikuler.

Pembelajaran di ruang kelas harus berorientasi pada anak. Artinya, proses yang berlangsung bertujuan untuk mengembangkan potensi anak secara optimal.

Pada bagian artikel terdahulu, memang sering dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan saat ini sarat materi.

Anak-anak ke sekolah selalu membawa beban dan di sekolah mendapat beban di bawa pulang.

Guru memang berperan strategis untuk mengelola dan melaksanakan kurikulum sehingga tujuan kurikulum tercapai.

Melalui peranannya ini guru tidak hanya memahami dan mengoperasionalkan kurikulum.

Guru juga dapat membaca potensi dan kecerdasan anak. Dengan cara ini guru dapat memodifikasi strategi, teknik dan metode pembelajaran.

Tujuannya adalah agar anak tidak merasa terbebani belajar, sebaliknya menjadikan belajar sebagai aktivitas menyenangkan.

Begitu pula lingkungan sekolah, hendaknya menjadi tempat menyenangkan oleh anak setelah di rumahnya masing-masing bersama orangtua.

Pembelajaran yang menyenangkan di sekolah diawali dengan konsep pendidikan ramah anak.

Selain itu memberi peluang dan kesempatan anak untuk kreatif, sehingga menghasilkan pribadi yang unggul di masa depan.
Berdasarkan pembahasan di atas jelaslah bagi kita kurikulum pendidikan memang diperuntukkan buat anak, bukan anak untuk kurikulum.

Dengan penerapan kurikulum dalam pembelajaran maka potensi dan kecerdasan anak dapat dikembangkan secara optimal.***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel