Hanya Mimpi di Bulan Desember
Desember 07, 2019
Hujan begini tidak banyak
yang dapat kulakukan di rumah. Bepergian ke luar rumah, tidak ada tujuan yang
hendak dicapai. Kalau pun ada itu pun harus mengenakan mantel hujan. Alhasil
kuputuskan untuk meraih android kembali. Mumpung paket data lagi full karena
baru diisi untuk bulan ini.
“Teng!”
Terdengar bunyi notifikasi pesan messenger facebook. Seorang perempuan
melambaikan tangan. Aku pun membalas lambaian tangan itu. Hanya sekadar itu.
Ketika
hendak menutup laman messenger kembali muncul notifikasi. Kali ini ada pesan
dari sipengirim.
“Lagi
ngapain sore begini, bang?”
Keraguan
mulai merasuki hatiku. Siapa sebenarnya si pengirim pesan ini. Setelah
kuperiksa beberapa menit lamanya di profil akun facebooknya. Ternyata seorang
perempuan yang sudah berumur dan tinggal di Jakarta. Namanya Wirda Purnama
“Lagi
chatt denganmu. Wirda sendiri ngapain?” balasku kemudian.
Oh,
ternyata Wirda sudah offline. Button obrolan di sebelah kanan nama Wirda
Purnama sudah berubah berwarna putih, pertanda pemilik akun sudah offline.
Duh,
mungkin karena kelamaan membalas chatt-nya. Aku pun menutup kembali beranda
messenger.
Aku
segera meraih android kesayanganku ketika terdengar kembali bunyi notifikasi
dan muncul foto profil chatt messenger. Tapi bukan Wirda Purnama. Namun kali
ini aku tidak bereaksi dan menaruh ponsel android kembali.
Kini
aku membuka whatsApp. Ada tanda pesan baru dan aku membukannya. Nama
pengirimnya tidak ada melainkan nomor handphone. Karena penasaran segera kubuka
notifikasi pesan.
“Bang,
Ini WA aku, Wirda Purnama. Sudah lupakah abang padaku? Tidak ingatkah abang
dengan kisah sepuluh tahun lalu, persis di bulan Desember musim hujan seperti
ini?”
Aku
tercekat membaca isi pesan WA itu.
Segera
kutambahkan nomor yang terpajang ke dalam daftar kontak dan kuberi nama Wirda
Purnama sehingga muncul foto profil pemilik akun…
“Oh
Tuhan, kamu Wirda……” desisku tanpa sadar tatkala melihat foto profil itu
seorang perempuan yang pernah kukenal dan dekat denganku sepuluh tahun yang
silam.
Tiba-tiba
anganku melayang jauh ke masa silam ketika bertemu terakhir dengan Wirda
Purnama.
Terminal
Bus Tanah Abang diguyur hujan deras. Berat rasanya kakiku melangkah kaki
menaiki tangga bus yang akan membawaku pulang ke Sumatera. Wirda Purnama masih
setia memegang payung untuk melindungiku dari hujan saat hendak menaiki bus.
“Jangan
lupakan aku jika abang sudah sampai di kampung. Hujan yang mengguyur terminal
ini akan menjadi saksi pertemuan kita terakhir untuk bertemu kembali bila
sampai waktunya.” ujar Wirda Purnama dengan suara bergetar dan syahdu.
Aku
hanya diam. Mulutku seakan terkunci untuk mengucapkan sesuatu kepada perempuan
yang telah membuatku bahagia meskipun hanya sekejap.
“Aku
maklum kenapa abang diam saja. Abang berada dalam dua pilihan yang membuat
abang sukar untuk memilihnya. Namun aku berharap, jangan melupakan aku. Hanya
itu saja,” sambung Wirda Purnama seraya menyusut air matanya yang bercampur
cipratan air hujan….
“Teng!”
Notifikasi
WhatsApp berdentang kembali. Menyadarkan aku dari lamunan. Sejenak aku menarik
nafas. Berat terasa tarikan nafasku, seakan ada yang menghimpit rongga dadaku….
“Bang,
anakmu sudah besar. Cantik dan imut. Wajahnya mirip dengan wajah abang. Apa
abang tidak ingin melihat dan kangen padanya?” tulis Wirda Purnama.
Tak
lama muncul foto Wirda Purnama mencium seorang bocah kecil perempuan.
“Aku
beri nama Maria Suciati ketika ia lahir. Maaf, aku tak bisa meminta pendapat
abang tentang nama anak itu karena abang tak bisa dihubungi dan abang pun tak
pernah menghubungi aku lagi.
Jantungku
berdegub kencang. Nafasku semakin berdebar kencang. Gadis kecil mungil itu
sangat manis dan lucu. Perasaan bersalah mendera dan bersarang di hatiku…..
“Pa!
Bangun pa…! Sudah azan subuh….!”
Lihat juga : Karena Hujan di Bulan Desember
Suara
istriku itu spontan membangunkan ku. Ternyata aku bermimpi. Aku segera bangkit
dan bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wuduk. Aku berharap istiku tidak tahu tentang mimpi yang kualami.*** End.